23

646 136 33
                                    

Jimin tak tahu pasti jam berapa saat ini. Yang ia mengerti hanyalah dirinya kesiangan. Cuaca diluar begitu terik dengan matahari tepat di atas.

Menyempatkan mencuci wajah sebentar lalu kemudian berjalan keluar dari kamar yang ditempatinya. Ruangan diluar kamar begitu sepi sekali.

"Aku sendirian disini." Gumamnya. Setelah memeriksa beberapa ruang lainnya untuk memastikan keberadaan pemilik rumah atau kakaknya. Tapi tetap saja tidak ada.

Jimin menghela nafas panjang tak tahu lagi mau bagaimana. Memikirkan ini dimana saja dirinya tak tahu. Mau menghubungi tapi ponselnya tidak dapat ditemukan.

Dengan berat hati ia duduk di ruang tengah, menyalakan televisi yang mungkin bisa menemani dirinya sembari menunggu Yoongi. Menonton drama picisan yang tampak membosankan.

"Aku harus bagaimana?" Jimin merebahkan diri. Menatap layar kaca tersebut dengan kosong.

Tapi ia sadari seseorang berjalan santai memasuki rumah. Bersiul menemani langkahnya dengan menenteng beberapa kantung belanja. Kegiatannya terhenti menatap Jimin yang tampak melamun dengan televisi menyala.

"Hei adik manis! Kau sudah bangun?" Dirinya mendekat dan ikut duduk di sofa lainnya.

Jimin sontak terkejut dengan kehadiran Hoseok yang tiba-tiba mengagetkannya. Lantas dirinya bangun dari baringan, sedikit membungkuk maaf. "Maaf eum-kak, aku menyalakan televisi tanpa izin."

Bertahun-tahun hidup bersama keluarga Park, Jimin diajarkan untuk bersikap baik dan sopan dimanapun agar tidak menjelekkan nama keluarga. Terlebih ayahnya yang begitu terosebsi terhadap reputasinya.

Dan yang barusaja ia lakukan adalah contoh yang tidak mencerminkan kesopanan. Terlebih terhadap Hoseok-pemilik rumah yang notabene teman kakaknya, yang juga orang asing baginya.

"Jangan bilang begitu. Kau bebas melakukan apapun, anggap saja seperti rumahmu sendiri." Ujar Hoseok menepuk pelan puncak kepalanya.

"Kau pasti lapar ya? Maaf ya, aku belum sempat membuat makanan apapun. Tapi akan segera kulakukan." Hoseok merogoh kantung dan memberikan dua kimbab juga sekotak susu rasa stroberi.

"Makan ini selagi menunggu. Setidaknya perutmu bisa bertahan sampai aku selesai memasak." Hoseok terkekeh menatap Jimin yang cengo menatap pemberiannya.

"Kurasa ini sudah cukup mengenyangkan." Gumam Jimin yang ternyata didengar Hoseok.

Hoseok mengambil satu kimbab. "Kalau begitu satu saja ya? Kau harus mencicipi masakanku."

Jimin menggaruk tengkuknya. "Sebaiknya aku membantumu saja, kak."

"Tidak boleh. Makan ini dan tunggu disini, aku akan segera datang." Hoseok berlalu pergi tanpa mendengar jawaban apapun lagi. Jimin menatap punggung itu dengan perasaan tak nyaman.

•••

"Yoongi ada keperluan diluar. Dia menitipkanmu padaku. Jadi, jika butuh sesuatu bilang saja padaku oke?!" Jimin hanya mengangguk saja menanggapinya.

Rasanya agak aneh bahwa dirinya di titipkan pada seseorang yang bahkan tidak terlalu ia kenali. Walaupun orang ini begitu dekat dengan kakaknya, seharusnya Yoongi harus mengerti bahwa dirinya tidak nyaman bersama orang asing.

Kegiatan makan telah selesai. Jimin sedang mencuci piring bekas makan di temani Hoseok yang masih berdiam diri di meja makan dengan segelas teh. Walau sebelumnya sempat dilarang oleh pemuda itu, Jimin tetap bersikeras.

Yang pada akhirnya Hoseok mengiyakan.

"Apa kau benar-benar adik kandung Yoongi, dik? Kulihat perbedaan sifat kalian begitu jauh." Jimin tentu mengerti bagaimana maksud Hoseok. Interaksi keduanya semalam sudah cukup membuatnya paham keadaan.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang