Judul dan isi ceritanya melenceng, ya? Aku bingung gimana ngeimbangin ceritanya.
Dan sekarang jujur aja, kali ini aku kesulitan kelanjutin ceritanya. Jadi maaf ya kalo updatenya mungkin kelamaan dari kemaren².
🥺
•
Enjoy~
•
"Jimin.. ini bunda nak!"
Merasa dipanggil, tentu saja si empu menoleh untuk memastikan. Menatap bingung dengan tangan menunjuk dirinya sendiri seolah bertanya 'aku?'.
Bukan jawaban yang ia terima, namun pelukan erat dengan isakan. Mulut wanita itu terus bergumam syukur berkali-kali. Mengusap kepala belakang Jimin, begitu juga punggungnya.
"Maaf, siapa?" Tanya Jimin kebingungan.
"Sayang, ini bunda nak. Yang melahirkan kamu. Ya tuhan! anakku sudah besar sekarang..."
Jimin membatu. Apa ini? Sungguh, ia bingung sekali. Barusaja dirinya berniat ingin menghampiri kediaman wanita ini tapi malah dia yang dihampiri.
"B-benarkah?"
Sora mengurai pelukan. Menangkup wajah Jimin dan saling memfokuskan pandangan mereka. "Bunda bahagia sekali bisa bertemu kamu. Maafkan bunda nak! Maaf sudah meninggalkan kamu bertahun-tahun, sayang. Bunda menyesal, maafkan bunda." Ujarnya, mendekap Jimin lagi.
Jimin hanya bisa terdiam. Mulutnya terasa kaku hanya untuk terbuka. Begitu pula perasaannya membuncah bahagia tidak karuan hingga tidak dapat mengekspresikannya lagi.
"Jimin. Kamu percaya bunda kan? Sunmi pasti sudah mengatakan semuanya padamu. Aku, Bae Sora ibu kandungmu. Sayang, aku benar-benar ibumu." Tangis wanita itu mulai pecah. Tak kuasa melihat ekspresi sang anak yang hanya terdiam mematung.
"Aku sungguh ibumu, sayang. Maafkan bunda ya nak!" Racau terus mengusap-usap punggung kecil remaja itu.
"T-tapi kenapa..."
Sora mengurai pelukan. Mengusap pipi Jimin yang sudah dialiri airmata. Menatap lembut disertai senyumannya.
"Nanti bunda jelaskan ya sayang. Ayo.. kita pulang kerumah dulu."
"R-rumah?"
"Iya, rumah bunda. Kita bicarakan disana ya?"
Ragu-ragu Jimin membalas dengan anggukan. Hatinya sedang tersenyum lebar. Berbanding jauh dengan ekspresinya kali ini. Wajahnya memaparkan raut yang datar walau dengan mata memerah.
Ia hanya tidak mengerti bagaimana cara mengekspresikan kebahagiaannya. Ini bahkan tidak setara dengan senyuman lebar atau tangisan haru. Lebih dari itu.
"Ayahmu merawatmu dengan baik." Ujar Sora tiba-tiba. Jimin hanya tersenyum tipis menanggapinya.
"Kalau boleh tau, bagaimana a-anda bisa mengetahui i-itu..." Dengan nada gugup tentu saja. Jimin sendiri bahkan tidak bisa menjelaskan pertanyaannya secara detail.
"Panggil bunda nak. Bunda Sora, hum?"
Jimin mengangguk seraya tersenyum. "Maaf." Gumamnya.
Ia berdehem sebelum melanjutkan karena dirinya gugup bukan main. Ini pertama kalinya ia merasa disayang dengan kalimat lembut dari wanita paruh baya nan cantik ini.
"Bagaimana b-bunda bisa tau kalau aku a-anakmu?"
"Semua ibu pasti memiliki ikatan batin dengan anaknya. Dan bunda merasa dekat sekali denganmu."
Sora memberhentikan langkahnya yang juga otomatis membuat Jimin melakukan hal yang sama. Ia menangkup wajah remaja itu.
"Mata ini bunda tidak bisa melupakannya. Bunda masih ingat sekali saat kamu menangis saat bunda meninggalkanmu bersama ayahmu." Balas Sora berkaca-kaca. Mungkin airmatanya akan meleleh jika saja tak ditahan.