41

772 95 16
                                    

Lewat jam sembilan barulah Jimin turun dari kamar. Telah bersiap dengan pakaian rapi hendak pergi keluar. Barusaja menginjak pada lantai dasar, Ibunya datang memergoki dari arah dapur.

"Loh Jimin mau kemana rapi-rapi begini?"

Rasanya agak aneh mendengar cara bicara Sunmi terhadap dirinya. Tapi Jimin tak begitu mempermasalahkannya. Bukankah wanita cantik itu sudah beberapa hari ini berusaha bersikap baik padanya?

Bagi Jimin itu saja sudah sangat cukup. Bahkan perhatian pun tidak dilewatkan oleh istri tuan Park itu.

"Mau keluar sebentar, ibu. Maaf karena aku melewati sekolahku hari ini."

"Tidak apa, sayang, tidak masalah. Ayo sarapan dulu, kau pasti lapar."

Jimin dituntun menuju ruang makan. Sempat ditolak remaja itu, mengatakan bahwa dirinya sedang terburu-buru. Tapi Sunmi bersikukuh menyuruhnya untuk makan terlebih dahulu sekaligus ingin membicarakan sesuatu padanya. Jadilah Jimin menurut, menatap kecekatan wanita itu yang sedang mengambilkan makanan untuknya.

"Terimakasih, ibu." Ucap Jimin begitu sepiring makanan terhidang di hadapannya.

Cukup lama berada dalam keheningan. Jimin merasa gugup sekaligus canggung karena ditatap begitu lama oleh sang ibu. Wanita itu duduk di seberang dengan tangan bertumpu pada dagu. Menatapinya dengan penuh arti.

Jimin berdehem memecah canggung. "Ibu sudah makan?" Wanita itu hanya mengangguk.

Dengan perasaan asing yang tiba-tiba datang menyergap, Jimin segera menyelesaikan kegiatan dengan sedikit terburu-buru. Situasi ini membingungkan dan sangat aneh menurutnya.

"Jadi Jimin benar ingin ikut bundamu ke Busan? Apa tidak mau bersama ayah dan ibu saja disini?"

Jimin total diam tak ingin menjawab apapun. Lagipula apa yang akan dirinya katakan tentang hal ini? Tidak mungkin bahkan mustahil untuk mengatakan yang sebenarnya. Tentang perasaan tidak nyaman karena bukan posisinya untuk berada disini dan.. keinginan Yoongi yang mengharapkan dirinya untuk kembali pada ibu kandungnya.

Jujur saja, Jimin benar-benar nyaman dengan keadaan keluarga ini yang sekarang. Rasanya cukup disayangkan untuk meninggalkan salah satu harapan yang telah lama ia dambakan, memiliki keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang.

Setelah terkabul pun Jimin disadarkan oleh satu fakta besar tentang hidupnya yang bukanlah anak yang diharapkan. Dirinya ada karena kesalahan. Tidak seharusnya untuk berada disini dan menikmati keadaan yang seharusnya bukan miliknya.

"Jimin.. lihat ibu. Apa kau yakin dengan keputusanmu? Tidak ingin memikirkannya lagi?"

Jimin mendongak mengikuti titah wanita itu, menatapnya dengan dalam penuh tersirat berbagai kalimat yang tidak bisa diungkapkan. Hanya diam dan terus begitu hingga semenit kemudian telah berlalu sia-sia.

Wanita paruh baya di depannya menghembuskan nafas begitu dalam. Matanya berkaca-kaca, entah apa yang terlintas pada benaknya.

"Ibu minta maaf sebesar-besarnya karena sudah memperlakukanmu dengan buruk selama ini. Tapi ibu berjanji akan memperbaikinya, dan membuatmu nyaman selama tinggal."

"Tolong beri ibu kesempatan untuk memperbaiki dan melakukan semua yang terlewati. Kali ini ibu akan memperlakukanmu dengan sangat baik. Jika ada sesuatu yang salah atau yang membuatmu tidak nyaman, beritahu saja. Katakan pada ibu, ayah atau kakakmu. Terserah, mana yang membuatmu nyaman untuk bercerita."

Ucapan itu memang sangat menggugah perasaan. Siapa pula yang bisa menolak kebahagiaan disaat keadaan benar-benar menghancurkannya secara perlahan.

Ingin sekali rasanya Jimin berteriak lantang menerima hal itu. Tapi rasanya sangat tidak mungkin.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang