Maapin ingkar janji😩
Ga ulang lagi deh🥲Happy reading!
"JIMIN!"
Yoongi melupakan nampan yang masih berada di depan pintu. Biar saja! Atensi Jimin yang lebih dibutuhkan saat ini. Dimana pemuda mungil itu? Mengapa seisi kamarnya terlihat berantakan? Apa yang terjadi?
Mengecek ke kamar mandi dan juga meneliti sudut kamar. Tidak mendapati Jimin dan juga sesuatu yang mencurigakan.
Pemuda berkulit putih pucat tersebut berlari keluar kamar untuk memeriksa seluruh ruang yang ada di dalam rumah. Adiknya sedang sakit kali ini, dan kehilangan Jimin juga membuatnya sedikit frustasi.
Langkah cepatnya memelan ketika melewati ruang tengah dan menemukan Nyonya Park sedang mengemili cemilan sembari menonton berita di layar kaca.
"Ibu? Sejak kapan di rumah?" Tentu itu yang terlebih dahulu ia tanyakan. Karena ketika ia memasuki rumah, ruang tengah tidak ada siapapun dan sekarang, lihatlah sang ibu yang santainya mengunyah seolah telah lama mendiami sofa tersebut.
Nyonya Park menoleh, menatap anak sulung kebanggaannya. "Sejak kau berlari masuk ke dalam rumah." Jawabnya. Kembali mengarahkan atensinya pada layar televisi.
"Benarkah?" Yoongi meragukannya. Jelas, setelahnya dirinya menuju dapur tapi tak mendengar suara apapun yang berasal dari depan rumah.
Rumah ini tak terlalu besar. Juga jarak dapur antara pintu depan tak begitu jauh, hanya di pisahkan oleh ruang tamu dan ruang tengah yang bersebelahan.
"Terserah."
Keraguannya tidak dipedulikan. Baiklah, itu tidak penting untuk sekarang. Ada yang lebih dibutuhkan olehnya.
"Apa Ibu tau dimana Jimin sekarang?"
Wanita paruh baya tersebut hanya mengendikan bahunya acuh. Tak sedikitpun tertarik untuk menatap presensi anaknya yang masih berdiri di anak tangga. Pertanyaan seputar tentang si bungsu itulah yang membuat dirinya jengah.
"Jimin sakit, Ibu. Kamarnya berantakan dan dia sekarang entah dimana."
"Sekolah mungkin." Singkat Nyonya Park.
Yoongi menghela nafas panjang. Merasa ikut lelah dengan sikap sang Ibu yang tak mengkhawatirkan Jimin sedikitpun. Membuatnya bertanya-tanya apa kesalahan adiknya hingga orangtua mereka tidak memperdulikan keadaannya.
•••
Brakk!
Jimin tersentak kaget dalam tidurnya. Mata sipitnya mengerjab cepat memfokuskan pandangannya ke arah suara dobrakan tersebut berasal.
Setelah mendapatkan atensi disana, sontak dirinya terbangun dengan cepat. Sang ayah yang barusaja mengebrak pintu kamarnya, berjalan cepat menuju tempatnya terduduk membeku.
"Siapa yang mengizinkanmu libur sekolah heh?!" Debat Tuan Park begitu tepat berada di depan anak bungsunya. Disenggolnya bahu kecil itu hingga Jimin hampir terhuyung ke samping.
Kasihan sekali Jimin. Sudah jelas wajah pucatnya yang tak bertenaga terpampang nyata, namun ayahnya masih saja mempermasalahkan absensi sekolahnya.
"Aku pusing, ayah." Jawab remaja itu dengan pelan. Sosok ayahnya selalu menakutkan baginya. Oleh sebab itu, apapun yang diminta oleh orang tua tersebut selalu ia turuti. Walau terkadang ada penolakan.
Pria paruh baya tersebut mendecak kesal. "Alasan. Bersiap sekarang cepat! Kau tetap harus berangkat!" Perintahnya. Lengan Jimin ia tarik hingga berdiri tegak. Namun, begitu ia mendorong pelan punggung anaknya, Jimin justru tersungkur ke depan.