46

18.9K 5.2K 701
                                    

sorry HAHAHA, abis cek guys. aman syukur






46. Cinta







Ale memblokir nomornya, tak ada kabar, dan sulit didatangi.


Berulang kali Dilla bolak-balik toko rotinya namun tak pernah bertemu.

Dan ini entah ke berapa kalinya ia datang. Cewek itu sempat masuk untuk bertanya kapan Bos mereka akan keluar tapi tidak ada yang tau jadi dia menunggu lagi.

Setelah beberapa menit, muncul sosok Ical membuat Dilla beranjak dari kursi antrian. "Cal,"

"Lo kok di sini?" tanya Ical. Ia sempat berpamitan pada karyawannya sebelum menghampiri Dilla. "Iya iya nanti call gue ya!"

"Siap!"

"Ale ada?" tanya Dilla. "Gue dari tadi nunggu,"

Ical memandang Dilla lama, ia kemudian menghela napas berat.


Sekarang tau kenapa Ale sebegitu sulitnya melepas Dilla meski seringkali disakiti.

"Berat banget pasti jadi elo," Ical menepuk bahu Dilla. "Tapi jujur agak kaget sih lo mau datengin dia ke sini, tuh anaknya keluar,"

Mereka berdua berbalik badan, muncul Ale dengan kaos hitam dan celana coklat. Tadinya sedang menelfon tapi begitu melihat siapa yang datang ia langsung terdiam.

"Gue harus gimana?" tanya Dilla jadi gugup berhadapan dengan cowok itu. "Seminggu ini kita nggak ngobrol."

"Serahin ke gue," Ical berdeham. Ia langsung merangkul Ale. "Ayo makan."

"Nggak ah nggak laper," tolak Ale. "Ayo langsung pulang aja."

"Temenin gue," ajak Ical. Ia kemudian menoleh pada Dilla. "Ayo ikut."

Ale langsung berdecak. "Lo—"

"Dia temen gue, mau apa?" tanya Ical membuat Ale mendengus. Ia menoleh pada Dilla yang agak panik, lalu mengangguk seakan mengatakan semua bisa diatasi.

Mereka masuk ke dalam mobil Ical, karena tadi Dilla datang menggunakan taxi. Jelas suasana sangat hening, hanya Ical saja yang berbicara di sini. Seakan kejadian lama terulang kembali.

Mereka sampai di restoran, sampai makanan tiba pun tidak ada obrolan dari keduanya. Jadi Ical sadar diri dan meninggalkan keduanya dengan alasan menjemput Yuuka.

"Lo nggak suka tomat," tegur Dilla saat Ale hendak melahapnya.

"Sekarang suka," jawab Ale sambil bermain hp. Seolah kehadiran Dilla tak penting.

"Le," panggil Dilla. "Gue tau lo masih marah soal waktu itu."

"Masih?" tanya Ale. "Emang kalo enggak marah bakal kayak gimana ke depannya?"

Dilla diam dulu, kali ini mencoba mengeluarkan jawaban yang benar agar tidak salah bicara. "Kita baikan, kayak dulu lagi."

"Abis baikan?" tanya Ale sarkastik. "Berantem kayak dulu lagi?"

What Are We? ( AS 7 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang