45🍰

21.5K 5.5K 1.3K
                                    







45.





Ting tong!

Ting tong!


Dilla keluar dari dapurnya sambil membawa centong, ia pergi untuk membuka pintu. Pulang ke Jakarta ia menyewa apartemen baru dari uang hasil kerjanya di toko.

Dan tabungannya tersisa sedikit aja entah ia akan bertahan atau tidak karena Dilla harus segera mencari pekerjaan baru.

Ia langsung mendelik melihat ada 2 orang muncul di depan pintu membawa banyak sekali barang.

"Kalian...?"

"Gitu ya cara mainnya??" Zia berkacak pinggang. Ia langsung memaksa untuk masuk. "Bawa itu oleh-oleh gue!"

"Mampus kena omel lagi," Luna tersenyum tanpa rasa bersalah. Ia meraih beberapa plastik dan masuk ke dalam. "Dia selama ini sama Ale Zi tanpa ngabarin kita!"

Dilla menghela napas berat, ia menutup kembali pintu. "Kok kalian tau tempat gue?"

"Tau lah, even yang lo kasih tau cuma Nayya doang," cibir Zia. Ia kemudian menatap Dilla dari atas sampai bawah. "Penasaran gue 5 tahun ini apa aja yang berubah,"

"Lo masih pendek aja," ledek Dilla.

"Bisa bisanya," Zia tersenyum paksa. "Stres anjir gue."

"Dia ternyata nggak selingkuh," Luna tertawa heboh.

"Udah tau dari awal sih," Dilla terkekeh. Ia kemudian datang untuk memeluk Zia. "Kangen."

"Kaget loh gue Dilla sekarang mau terus terang," Zia tertawa sambil membalas pelukan sobat lamannya. "Lo kenapa sih malah nyusahin diri pergi dari kita??"

"Dill lo rebus apa ini???" tanya Luna sudah di dapur.

"Telur!" balas Dilla. "Matiin aja!"

"Udah makan belom? Gue bawa pizza tuh," kata Zia. "Duduk deh ayo kita ngobrol, kapan lagi anjir,"

"Pizzanya buka tuh Zi," suruh Luna. "Dill, gue ambil soda di kulkas ya? Tadi lupa beli minum sekalian,"

"Heem nggak papa," Dilla mengangguk. Ia pun mempersilahkan mereka duduk di sofa. "Satu jam lalu Bunda pulang ke Bandung, kalian ketemu?"

"Iya sempet main di rumah," balas Luna. "Bentar lagi lahiran kan."

"Ayo guys kita makan," Zia membuka box berisi pizza besar. "Kan apa gue bilang Lun, lebih enak yang ini dari pada yang lo beli waktu itu."

"Iya sih bener lebih lumer," Luna mengangguk. "Ya tapikan mahal nyet,"

"Yaelah beda berapa ribu doang,"

"Potongin itu coba,"

Dilla memandang mereka dengan senyum penuh arti, sangat merindukan momen seperti ini. Dulu ia menjadi bagian yang selalu diam dan menyimak perdebatan mereka.

"Terus rencana lo gimana, Dill?" tanya Luna dengan mulut penuh. "Masih kerja di toko Ale?"

Dilla langsung menunduk sambil menggeleng. "Enggak, besok mau nyari kerjaan," katanya.

"Sebelumnya?" tanya Zia.

"Gue ada... olshop kecil," Dilla mengangkat bahu. "Ya gitu deh kurang sesuai ekspetasi,"

"Kantor gue buka loker Dill," usul Zia. "Ya kan Lun?"

"Tapi gue lulusan SMA..." gumam Dilla. Mereka berdua langsung saling memandang.

"Lo nggak kuliah samsek?"

"Kuliah, tapi nggak tamat," Dilla mengangkat bahunya sambil terkekeh. "Nggak ada yang berjalan lancar,"

What Are We? ( AS 7 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang