40🥛

30.9K 6.1K 4.9K
                                    

kayaknya gue salah umur deh, kalo timeline sekarang, umur Marta tuh 11 hampir ke 12.




kayaknya gue salah umur deh, kalo timeline sekarang, umur Marta tuh 11 hampir ke 12

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







40. What Are We?





"Dulu gue sempet nanya sama Rayya," ucap Ale malam itu sambil berbaring di kasur. Di tengah ada Marta yang terlelap, dan Dilla berada di pojok mendengarkannya.

"Nanya apa?" tanya Dilla sambil mengusapi rambut Marta.

"Kenapa dia mau adopsi anak, kenapa dia mau bawa orang asing ke rumah, padahal dia bisa punya keturunan sendiri,"

"Terus?"

"Rayya jawab, kalo anak ini nggak gue adopsi dia sama siapa? Kalo nggak gue bawa rumah dia tinggal di mana?"

Dilla langsung terenyuh dalam hati. Saat itu juga teringat pada Kai yang mungkin pernah berada di posisi Rayya dulu.

"Lo tau Marta pernah bilang apa? Dia datengin gue sama Mamah Papah, nangis anaknya sambil minta maaf," ucap Ale tak sadar matanya berkaca-kaca. "Minta ijin disayang sebentar sampe dia bisa jaga diri sendiri."

Dilla mengulum bibirnya, menahan diri untuk tidak menangis. Dia bukan satu-satunya anak yang menjadi korban kerasanya dunia.

"Sekarang dia lecet dikit yang heboh serumah," Ale terkekeh. "Taunya gue sayang banget, sampe bersyukur, untung dulu si Rayya ngadopsi nih anak."

"Beruntung dia," ucap Dilla memandang wajah polos Marta.

"Definisi harus dewasa karena keadaan. Makanya gue bersyukur lahir di keluarga yang utuh," Ale mengulurkan tangan untuk mengusap pipi Dilla. "Berat banget pasti jadi elo."

"Dulu Mamah..." Dilla mengulum bibir, sebenarnya agak ragu. "Pernah bilang, kalo nanti Mamah nggak ada, berarti Dilla punya tanggung jawab penuh sama diri sendiri,"

Ale diam untuk menyimak. Senang karena cewek itu mau terbuka.

"Karena masih kecil jadi nggak paham, gue tanya emang Mamah bakal nggak ada?" Dilla mulai bergetar suaranya. "Mamah jawab, yang ada pasti pergi, dan Mamah salah satunya..."

Dilla menutup mulutnya dengan tangan bergetar, ia kemudian menggeleng. "Mamah minta maaf karena suatu saat nanti mungkin gue bakal ngelewatin masa sulit, kayak, harusnya dia nggak perlu minta maaf karena gue yang ngerasaiin sakitnya,"

"Tipikal orang tua," Ale terkekeh.

"Heem."

Suasana hening, keduanya masih diam dengan pikiran masinh-masing. Jam sudah menunjukan pukul 12 malam.

What Are We? ( AS 7 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang