Setelah semalam Om Brata pingsan karena dipukuli oleh Rama, aku dan Rama berinisiatif membawanya ke kamar belakang yang jarang ditempati oleh tamu. Kami pun memberitahukan kejadian tersebut kepada Oma dan Oma menyuruh kami untuk menutup mulut dulu dikarenakan masih banyak kerabat-kerabat dengan sanak saudara lain yang masih menikmati suasana acara ulang tahun Oma.
Setelah acara selesai yang menyisakan aku, Ibu, adik-adikku, Oma dan Rama. Oma kemudian menceritakan apa yang terjadi kepadaku pada Ibu, dan Kinan. Mereka pun terkejut mendengar hal itu. Tidak sampai situ, Ibu dan Kinan bahkan sampai mengecek Om Brata yang ada dikamar belakang. Mereka benar-benar terkejut karena wajah Om Brata memang terpampang nyata babak belur oleh hantaman Rama.
Sampai tahu hal tersebut pun Ibu tidak menanyakan bagaimana keadaanku. Ibu malah memikirkan bagaimana Ibu akan menjelaskan hal ini kepada Tante Von yang tidak lain dan tidak bukan adalah saudaranya sendiri. Walaupun Tante Von adalah saudara kandungnya Ibu, tapi apakah ibu sedikit pun tidak mengkhawatirkan aku? Aku juga masih anak Ibu. Karena sudah malam Ibu mengatakan bahwa Om Brata tetaplah dirumah Oma dulu, besok paginya Ibu akan menceritakan tersebut kepada Tante Von.
Aku tahu hal ini pasti akan terjadi, setelah tadi pagi Ibu pergi ke rumah Tante Von. Sekarang bisa kulihat Tante Von dengan wajah amarahnya datang menghampiriku.
"Dasar gak tau diri"
Tante Von tak segan-segan langsung menamparku.
Kali ini aku tak akan tinggal diam, "Siapa yang gak tahu diri? Aku atau tante?" Tanyaku menantangnya.
Aku yang jadi korban malah aku juga yang disalahkan. Akal sehatnya entah hilang kemana.
"Berani ya kamu! Kamu gak lihat gimana muka suami tante? Kamu yang nyuruh Rama buat mukulin suami tante kan?"
"Harusnya tante tanya sendiri ke suami tante. Apa yang dia lakuin sama Nasya. Suami tante itu Om mesum yang haus belaian!"
"Kurang ajar kamu!" Ucap Tante Von yang bersiap melayangkan tangannya untuk menamparku lagi.
"Apa yang di bilang Nasya benar tante, Rama saksinya" ucap Rama menghentikan tangan Tante Von yang hampir mengenai pipiku.
"Kak Rama gak usah ikut-ikutan" ucap Kinan.
Bahkan adikku pun tidak mau membelaku. Sungguh miris sekali.
"Ini gak bisa dibiarin, jelas-jelas semalam Rama lihat suami Tante yang menahan Nasya untuk gak bisa melarikan diri"
"Dia seperti itu karna minuman keras. Gak murni dari pikirannya" ucap Tante Von yang masih membela suaminya.
"Walaupun tante, hal seperti itu tidak bisa dibenarkan. Kalau ingin suami tante gak terkena masalah, harusnya tante menjaga suami tante dengan benar. Jika hal ini terjadi bukan pada Nasya, pasti suami tante sudah dilaporkan ke polisi oleh korbannya sendiri"
"Sudah dengar kan tante? Dijaga baik-baik suaminya. Jangan cuman sibuk bergosip ngurusin hidup orang lain. Kalau masih gak terima, aku bisa aja langsung ngelaporin kejadian kemarin ke pihak berwajib" ucapku.
"Sudahlah Von, kamu pulang saja bawa suami kamu. Jangan memperkeruh masalah, memang suami kamu yang salah" ucap Oma membelaku.
"Kamu... Liat aja nanti!" Ucap Tante Von yang menunjuk wajahku.
***
Sejak kejadian kemarin setiap aku bertemu Rama rasanya pasti canggung. Entah dia juga merasakan yang sama, yang jelas aku berusaha menghindarinya jika tak sengaja bertemu dengannya didapur atau di ruangan lainnya.
Saat itu aku sangat ketakutan, aku menerima pelukkan Rama karena aku merasa nyaman didekatnya. Sudah lama aku tidak menerima pelukkan itu, dan saat itu aku merasa bahwa Rama adalah milikku. Aku ingin berada didekatnya terus seperti saat-saat aku dan Rama masih pacaran. Rama selalu menguatkanku dan selalu menghiburku. Tapi, oh ayolah Sya... pacarmu sekarang bukan Rama tapi Rendy. Aku juga harus menjaga perasaannya, Rendy sangat tulus mencintaiku dan aku tidak boleh menyakitinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nasya [TAMAT]
ChickLit"Disaat teman-temanku iri dengan kebahagiaan yang ditampilkan oleh pasangan yang sedang menjalani cinta dan kasih sayang. Aku iri dengan mereka yang mempunyai keluarga yang harmonis dan bahagia" Di usiaku yang baru menginjak 18 tahun yang kupikirkan...