33 - Sandaran

209 23 4
                                        

Hai guys, sorry baru bisa update lagi Author sibuk UAS nih :(

Happy Reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kinan
Teh, Kinan ada dirumah

Loh, datengnya kapan?

Kinan
kemarin, emang Ibu ga bilang?

Engga

Kinan
Yaudah besok kerumah bisa ga teh?

Ga bisa nan
teteh masih banyak tugas kuliah nanti deh kalo udah ga sibuk pasti kesana
Btw Kinan balik kesini emang udah libur?

Kinan
yaudah
belum libur, Kinan ga betah aja disana ga seru, ga bebas ngapa-ngapain
Jadinya kinan minta pindah lagi kesini

Terus dibolehin sama Ibu?

Kinan
Iya dibolehin

Pesan terakhir dari Kinan hanya ku baca saja, yang membuatku bingung adalah kenapa Ibu tidak memberitahukanku tentang kedatangan Kinan? Kukira Ibu sudah tidak marah padaku, ternyata dengan sikap Ibu yang seperti ini sudah jelas Ibu masih marah padaku.

Tentang kepindahan Kinan juga sepertinya mudah sekali bagi Ibu untuk mengizinkannya. Mungkin kedengarannya seperti kekanak-kanakan sekali tapi dahulu sebelum Kinan memasuki bangku SMA aku sempat mencoba meminta izin pada Ibu kalau aku ingin bersekolah ditempat yang sekarang Kinan tempati, tapi Ibu selalu saja memberikan banyak alasan entah karena jauh, karena akan banyak mengeluarkan uang, dan masih banyak lagi alasan lainnya sehingga membuatku tidak bisa bersekolah disana. Tapi lihat Kinan, dia ingin kemana saja sepertinya gampang sekali, bolak-balik antar provinsi juga pasti diizinkan oleh Ibu.

Sebenarnya aku sempat berpikir kalau aku memang mempunyai pikiran yang memang kekanak-kanakan, sudah beberapa kali aku pun mencoba berpikir positif tentang Ibu kalau 'tidak mungkin Ibu akan pilih kasih terhadap anak-anaknya' tetapi, semakin dipikirkan malah semakin menguatkan aku untuk berpikir kalau benar Ibu itu pilih kasih terhadap aku dan Kinan. Karena saat aku memikirkan hal itu aku mengingat saat diriku masih kecil yang dulu selalu saja disuruh untuk mengalah terhadap apapun kepada adikku, sampai-sampai saat itu adikku senang menarik-narik rambutku hingga rontok pun tetap aku disuruh mengalah dan diam saja oleh Ibu alasannya simpel karena aku kakaknya jadi aku harus mengalah kepada adikku sendiri. Okelah, aku mengalah dan terus mengalah hingga aku beranjak remaja kemudian beranjak dewasa aku semakin sadar kalau ini tidak benar, aku semakin menyadari satu hal yaitu Ibu membeda-bedakan aku dan Kinan karena kami mempunyai wajah yang berbeda. Lama kelamaan hal itu jelas sangat kentara sekali dari sikap Ibu yang memperlakukan aku dan Kinan didepan keluarga besar Ibu dan didepan teman-teman Ibu, Ibu yang selalu membangga-banggakan Kinan, selalu perhatian terhadap Kinan. Bukannya aku tidak suka jika Ibu selalu perhatian ke Kinan, tetapi aku juga ingin diperhatikan. Bukannya aku haus akan perhatian, tetapi aku juga ingin merasakan perhatian Ibu padaku biarpun hanya sedikit. Aku masih ingat saat aku pertama kali pindah ke kosanku, saat itu bahkan sampai berbulan-bulan Ibu tidak menanyakan kabarku kupikir mungkin Ibu sibuk. Tapi jika sibuk, Ayahku juga bisa terbilang orang yang sibuk tapi Ayahku justru masih sempat menanyakan kabarku. Saat teman-teman kos ataupun teman-teman kampusku di telfon oleh Ibunya sendiri, aku cukup iri melihat mereka. Kenapa Ibu mereka bisa menelfon mereka sedangkan Ibuku tidak? Karena hal itu, akhirnya aku duluan yang menelfon Ibu, dan saat kami berbicara lewat telfon pun Ibuku selalu mengatakan kalau hal-hal tidak penting tidak usah dibicarakan Ibu sibuk. Sejak dari situ, aku hanya berani menelfon Ibu jika memang ada keadaan yang mendesak saja.

Sial, semakin dipikirkan semakin membuatku sedih saja. Kenapa juga air mataku gampang sekali keluar! Aku tidak mau jika besok saat ke kampus mataku bengkak, bikin malu saja.

Drtt drttt

Ini siapa lagi yang menelfon? Tidak tahu apa orang lagi sedih.

"Halo" ucapku langsung menjawab tanpa melihat siapa yang menelfon.

"Gue ada didepan kosan lo"

Hah?

Saatku lihat siapa penelfonnya ternyata Rama.

Panik mode on

Bagaimana ini? Dengan cepat aku langsung melihat wajahku di cermin. Astaga! Mataku sudah bengkak, hidungku merah, wajahku benar-benar terlihat sangat menyedihkan.

"Ram, gue gak enak badan kayaknya gak bisa nyamperin lo didepan" ucapku mencari alasan.

"Lo sakit? Kenapa baru bilang? Yaudah gue masuk kedalam kosan lo gapapa?" Tanya Rama.

MAMPUS

"Eh jangan-jangan!" Jawabku langsung.

"Kenapa?" Tanya Rama.

Sial sial sial

"Gue aja yang kedepan kalo gitu" ucapku langsung memutuskan telfonku dengan Rama.

Aku bingung bagaimana aku menutupi wajahku yang sudah seperti ini? Ide pun terlintas di otakku, langsung saja aku mengambil topi dan masker yang ada pada meja belajarku kemudian segera kupakai dan pergi kedepan kosan menemui Rama.

"Rama" ucapku pada Rama yang sedang duduk sambil memegang ponselnya.

"Sya? Lo gapapa?" Tanya Rama langsung berdiri melihatku.

"Gapapa" jawabku menundukkan wajahku.

"Lo pilek? Udah minum obat?" Tanya Rama ikut menundukkan wajahnya melihat wajahku.

"Emm iya udah" jawabku memalingkan wajahku ke samping.

"Kenapa pake topi?" Tanya Rama heran melihatku.

"Pengen pake aja" jawabku sambil mengeratkan topiku kebawah agar wajahku tidak dilihat oleh Rama.

"Kalo pacar sendiri lagi ngomong diliat Sya, lo gak kangen gue? Udah seminggu kita gak ketemu" ucap Rama memegang pundakku.

"Kan sibuk Ram" jawabku masih tidak mau melihat Rama.

Memang karena banyaknya tugas-tugas kuliah aku jadi tidak bisa bertemu dengan Rama selama seminggu ini. Jadi komunikasi kami hanya via Sosmed dan telfon saja.

Aku terkejut tiba-tiba saja Rama melepaskan topiku

"Rama, Mana topinya!" Protesku.

"Oh, jadi lo nutupin mata lo?" Ucap Rama melihatku. Langsung saja ku tutupi mataku dengan kedua tanganku.

"Kenapa?" Sambungnya.

"Gapapa" jawabku.

"Gapapa gimana?" Tanya Rama berhasil memegang kedua tanganku kemudian dilepaskannya maskerku sehingga wajahku bisa dilihat olehnya.

"Sya Jawab!" tuntut Rama dengan nada tinggi padaku.

"Rama jangan marah" ucapku yang tidak tahan kemudian menangis didepannya.

Rama kemudian melepaskan kedua tanganku kemudian beralih memelukku, "gue gak marah" ucap Rama menenangkanku dengan mengusap-usap rambutku.

"gue takut kalo lo marah" ucapku disela-sela tangisku.

"Maafin gue Sya" ucap Rama semakin erat memelukku.

"Tadi gue nangis karna kepikiran nyokap gue, terus gue gak sakit, sorry udah bohongin lo Ram" ucapku masih terus menangis dalam pelukkannya.

"Gapapa Sya, gapapa. Sekarang ada gue, lo gak perlu nahan rasa sakit lo sendirian" ucap Rama menenangkanku.

"Gue iri... sama temen-temen gue... mereka punya nyokap yang perhatian sama mereka, sedangkan gue engga" ucapku menahan rasa sakit yang ada di dalam dadaku.

"Gue juga pengen disayang sama nyokap gue sendiri" ucapku semakin menangis tersedu-sedu dalam pelukkannya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Jangan lupa Vomment❤

Nasya [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang