Dinda sudah menunggu sampai satu pekan tapi Wildan tak kunjung 'bertaubat'. Ditandai dengan tak pernah datang untuk melunasi hutangnya.
Baiklah, kesabarannya sudah terkuras, pikirnya.
Tanpa pikir panjang, dia langsung masuk ke sekolah tetangga. Berjalan bersama gerombolan siswa yang baru masuk ke sekolah elit yang setiap siswanya datang memakai mobil mewah itu.
Dia sudah benar memakai seragam putih abu, tapi entah kenapa tetap saja menjadi sorotan. Auranya lain dari para pewaris harta mama dan papa atau penerus perusahaan keluarga. Auranya sangat lain. Sudah begitu dia memakai hijab. Sangat jarang sekolah tetangganya itu ada siswi yang memakai hijab.
Wajar dia mendapat lirikan-lirikan aneh dari siswi-siswi berkulit kinclong tapi Dinda tetap tak peduli, dia terus berjalan mencari kelas XII IPA 1 di sekolah yang sangat besar dan megah itu. Dia yakin, Wildan ada di sana. Tangannya sudah terkepal. Sudah tak sabar mengirim pria itu ke neraka.
Wildan pun sedang mengobrol santai dengan teman-teman prianya di belakang kelas menggunakan Bahasa Inggris. Bahasa komunikasi di sekolah mereka.
"Saya pikir, Lauren sangat menyukai kamu, Wil," ucap David.
"Iya. Saya juga berpikir begitu," timpal Faldo.
Wildan menggeleng malas. "Sayang sekali, tipe saya bukan Lauren."
Masih asyik mengobrol, ucapan Wildan terhenti seketika.
PRAKKKKK
Wajahnya tercetak bekas sepatu. Seseorang melempar sepatu tepat di wajahnya membuat dia dan kelompok prianya seketika kaget.
David menatap Dinda dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan tatapan heran. "Wildan? Siapa dia?"
Tak menghiraukan tatapan aneh milik teman-teman Wildan, Dinda tetap melotot kejam ke arah pria yang masih duduk sebelum memungut sepatu kets hitam itu.
"LO UDAH DIKASIH HATI MINTA JANTUNG, YA?!"
"Dia tidak berbahasa inggris? Apakah dia bersekolah di sini, Wil?" Faldo meminta penjelasan Wildan tapi Wildan malah tampak sedang menahan tawanya.
"Kan udah gue bilang, bantuin gue deketin Jihan. Deal, enggak?"
Dinda belum menjawab tapi ekspresi Wildan berubah begitu menatap keluar jendela, bagian security sudah muncul.
"Dind? Dind?"
"Ikut gue!!" Sontak dia langsung menggenggam tangan Dinda dan berlari keluar kelas menyusuri koridor.
"STOPPPPPPPPP!!" teriak dua satpam yang mengejar mereka tapi keduanya tak peduli.
Terus berlari menyamai atlet lari tingkat kabupaten.
Begitu mendapati belokan menuju tangga yang menurun, Wildan langsung menarik tangan Dinda. "Ke sini!"
Mereka langsung menuruni tangga, mendapati gudang penyimpanan barang bekas yang sudah tak terpakai. Pintunya sudah dirantai. Wildan berusaha mencari cara membuka rantainya tapi Dinda sudah panik kalau keduanya akan tertangkap.
"Haduh, gimana?" Wildan ikut panik.
Dinda malah melotot. Baru sadar bahwa dia melakukan pelanggaran serius di sekolah orang lain. "Gimanaaaa?!"
"Harus ... harus ...." Manik hitam Wildan menangkap sebuah batu berukuran sedang yang ada di samping kolam ikan.
Pria itu langsung mengambilnya dan memukul rantai itu beberapa kali.
PRAKKKK
Rantainya terlepas dan keduanya langsung masuk dengan cepat ke gudang. Bersembunyi di bagian paling belakang dan di sudut yang terdapat lemari bekas yang tak digunakan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Rusuh & Nona Galak (Tamat)
Spiritual#KARYA 11 📚 PART LENGKAP Tetangga sekolah dengan riwayat permusuhan melegenda. Ini kisah antara Wildan, anak petinggi TNI dari sekolah elit di sebelah dan Dinda, anak ibu kantin pemilik sabuk hitam karate yang siap mematahkan leher siapapun yang me...