ADINDA YANG LAIN

3.8K 614 45
                                    

Hari-hari berlalu begitu cepat. Bergulir. Sedih tidak selamanya abadi dan pasti berganti. Tak terasa Wildan bisa hidup tanpa kehadiran Dinda walaupun tak menapik sepanjang hari-harinya, Dinda selalu ada dipikirannya.

Sering dia dikenalkan oleh ibunya pada anak jenderal lain tapi selalu ditolaknya dengan halus. Baginya untuk apa menjalin hubungan baru sementara belum bisa melupakan perempuan lain.

Dinda adalah seorang yang langka dalam hidupnya. Jika dalam hidup setiap dia berkenalan dengan orang baru dia harus selalu menjaga imagenya, berbeda dengan Dinda yang selalu tahu kekurangannya dan membuatnya menjadi yang asli. Itu yang tidak pernah ditemukannya pada perempuan-perempuan yang dikenalkan ibunya padanya.

Untuk melampiaskan kehilangannya, dia menjadi sangat bersemangat mengikuti jejak Aldan. Pria lulusan pesantren yang menjadi temannya sejak sebelum masuk Akmil itu. Shalat, melakukan amal kebaikan, ikut pengajian, menghindari club malam dan hal-hal tak bermanfaat yang dulu sulit dihindarinya.

Aldan seperti keajaiban yang hadir dalam hidupnya. Terlebih setelah menyelesaikan masa pendidikannya di Akmil, tugas pertamanya justru menempatkannya dengan Aldan di satu batalyon. Aneh, pikir Wildan.

Jika Aldan adalah perempuan, mungkin seharusnya mereka berjodoh karena selalu bersama dan tak pernah terpisahkan walaupun Wildan sangat menginginkan perpisahan sejak pertama dia mengenal Aldan. Alhasil pengaruh Aldan terhadap dirinya terus berlanjut.

Siang itu mereka sedang makan di warung kecil di pinggir jalan seusai berkeliling dengan sepeda.

"Al? Kita kan udah lulus agak lama. Lo pasti kepikiran dong buat nikah."

Aldan terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. "Ya, pasti lah. Saya mau nikah dengan gadis desa yang sederhana, biasa saja, tidak perlu tinggi-tinggi pendidikannya asal nurut saja sama saya. Tidak terlalu dikenal di masyarakat tapi jelas baik hatinya. Dan, bukan wanita karir tentunya. Cukup ibu rumah tangga yang bisa mengurus suaminya dan anak-anaknya dengan baik. Kalau saya pulang ke rumah, dia ada di rumah. Bukan di tempat kerja yang lain. Sesimple itu."

"Udah ada kandidat lo?" tanya Wildan sambil sibuk mengunyah makanannya.

Aldan menggeleng. "Belum. Kamu?"

"Belum juga. Ibu gue gencar ngenalin gue mulu ke putri-putrinya jenderal gitu. Katanya biar karir melesat tapi gue enggak ada rasa. Hati mah enggak bisa dipaksa, ya."

Tiba-tiba di tengah obrolan mereka, seisi warung yang dipadati oleh bapak-bapak itu teralih perhatiannya ke arah TV yang ada di pojok atas ruangan.

Sebuah berita yang menampilkan kejadian 'super spektakuler' seorang wanita berhijab yang membanting seorang preman yang hendak melecehkan teman perempuannya saat di kerumunan wartawan. Aksinya melakukan kegiatan banting-membanting yang diakhiri dengan mengunci leher pria itu membuat semua pria di warung memegang leher mereka dengan perasaan ngilu.

"Asisten Ashafa Jihan Salsabila berhasil menggagalkan aksi pria berinisial SN yang ingin melakukan tindakan pelecehan pada Jihan. Saat ini pria tersebut sudah dibawa ke kantor polisi sebelum dilarikan ke rumah sakit untuk melakukan pengecekan kesehatan lanjutan ...." lapor reporter berita. Tadinya mereka ingin meliput keberhasilan Jihan memimpin Arkin Corporation Group dalam beberapa tahun terakhir, tapi berita mendadak teralih pada acara 'banting-bantingan' yang lebih heboh.

Wildan sampai tersedak menonton berita pada layar.

"Uhukkkkk ...."
"Uhukkkkk ...."
"UHUKKKKKK ...."

Aldan melongo senada dengan banyak pria di warung yang sampai kehilangan nafsu makan.

"Ngilu leherku."
"Gila! Itu beneran perempuan?"
"Hahahahahaha ... laki-laki itu harap bersabar."

Tuan Rusuh & Nona Galak (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang