"Kita hanya kumpulan hari-hari yang tengah berlomba dengan waktu. Setiap kubuka mataku pada pagi hari, aku menemukan dua pilihan untuk menjadi lebih baik atau tetap pada keadaanku yang sebelumnya. Karena satu yang kuyakini, semuanya akan kujalani seorang diri tanpa bisa diwakilkan."
Entah bagaimana Dinda mendefinisikan perasaannya.
Satu bulan pernikahan yang begitu indah.
Bulan kedua dia hamil.
Memasuki usia kandungan lima bulan, Wildan justru diikutsertakan dalam pasukan perdamaian yang dikirim ke Lebanon.
Untuk pertama kalinya Dinda merasa sangat sendiri. Kembali menjalani semuanya sendiri sampai saat itu usia kandungannya sudah memasuki bulan kedelepan.
"Suamiku tambah gelap," ejeknya melihat wajah Wildan yang terpampang di layar.
Pria itu tertawa. "Ya, enggak apa-apa. Laki-laki mah enggak masalah kalau gelap dikit dik. Sayang gimana keadaannya?" tanya Wildan dari seberang.
Mereka tengah melakukan panggilan video saat malam hari saat Wildan bebas sementara dari tugasnya. Tapi sejujurnya itu momen yang langka, karena malam hari pun mereka harus tetap siaga sebagaimana tentara pada umumnya.
"Alhamdulillah baik. Mas gimana kabarnya?"
Jangan salah, panggilan Mas-adik-sayang ini butuh waktu dan melalui prosesi kesepakatan termasuk merubah bahasa gue-lo.
"Alhamdulillah baik, Yang."
"Di sana banyak yang bening, Mas?"
"Banyak. Gelas, kaca, kaca jendela. Banyak yang bening."
Sontak keduanya tertawa.
"Hahahahahaha ... cieeee setia."
"Emang setia lah dengan istri. Bucin parah. Aku rindu pulang. Insyaallah. Tungguin, Yang. Masih beberapa bulan lagi."
"Insyaallah. Jangan lupa shalat, ya, Mas. Kalau gimana-gimana, lihat cincin nikah di jari manis," canda Dinda. Aslinya dia dan Wildan saling percaya satu sama lain.
Wildan malah tertawa. "Insyaallah. Jangan khawatir. Nungguin kamu lama banget sebelum dinikahin aja aku sanggup lho dik. Keimanan kepada Allah Ta'ala itu adalah pengingat sekaligus cara Allah Ta'ala menjaga kita dan pasangan kita di manapun dan kapanpun.
"Aku enggak selalu mantau kamu 24 jam, kamu juga gitu, Sayang. Tapi, kita sadar, Allah Ta'ala selalu mengawasi kita. Orang-orang yang berusaha bertakwa dengan jujur, Insyaallah enggak akan khianati pasangannya karena yang dia takuti bukan pasangannya tapi Allah Ta'ala."
Dinda tersenyum manis tapi bunyi benda jatuh di luar kamarnya mengalihkan perhatiannya. Entah kenapa perasaannya mendadak tak enak.
"Bentar, ya, Mas. Insyaallah nanti telepon lagi kalau Mas ada kesempatan. I love you. Baik-baik di sana. Fii amanillah."
Setelah panggilan video berakhir, Dinda buru-buru membuka pintu kamarnya.
Gadis itu mengecek ke koridor tapi tak ada siapapun. Sepi.
"Bi? Bi Inah?" panggilnya tapi tumben asisten rumah tanggannya itu tak siaga menyahut seperti biasanya.
Tiba-tiba Dinda terkejut mendapati dua orang pria berkostum hitam dengan kepala yang ditutupi dan tangan yang memegang celurit itu muncul dari ujung koridor.
1
2
3
"Hah ...." Wanita itu langsung memegang perut besarnya dengan waspada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Rusuh & Nona Galak (Tamat)
Spiritual#KARYA 11 📚 PART LENGKAP Tetangga sekolah dengan riwayat permusuhan melegenda. Ini kisah antara Wildan, anak petinggi TNI dari sekolah elit di sebelah dan Dinda, anak ibu kantin pemilik sabuk hitam karate yang siap mematahkan leher siapapun yang me...