Sepanjang perjalanan pulang, senyum lebay Wildan terus nampak. Bibirnya tersenyum, pikirannya dipenuhi Adinda. Entah apanya yang romantis dari selalu dianiyaya. Entahlah. Hanya dia yang tahu tapi dia mulai merasa, hidupnya mulai akan berwarna.
"Terima kasih, ya, Pak." Wildan mengembalikan kunci motor Arga di depan pintu kamar ajudan membuatnya mendapat lirikan dari para ajudan yang ada di dalam kamar.
"Udah ketemu pujaan hati?" goda Arga.
Wildan berusaha memasang wajah serius padahal salah tingkah. "Apaan sih, Pak."
"Udah ditembak sekalian belum, Mas? Ketemunya susah lho."
"Apaan dah!" Nada kesalnya sangat dibuat-buat membuat Arga ingin menertawainya.
Pria itu langsung meninggalkan Arga sebelum diintrogasi panjang lebar yang membuatnya salah tingkah.
"Siapa ceweknya?" tanya Togar.
"Namanya Adinda," bisik Arga membuat para ajudan senyum-senyum penuh arti.
"CINTA ENGGAK SELAMANYA INDAH, DEK," teriak Dio ke arah Wildan yang berjalan ke pintu depan itu membuat para ajudan kompak tertawa.
"DEK ADINDAAAAA?" goda Rendi membuat Wildan berhenti melangkah sebelum menoleh ke arah ajudan ayahnya yang ramai di depan pintu kamar mereka itu.
Ekspresi serius dan bijaknya langsung nampak. "Enggak boleh gitu, ya, Nak. Enggak baik," balasnya seperti seorang guru yang sedang menasehati murid-muridnya.
Sontak para ajudan itu kompak tertawa. "HAHAHAHAHAHAHA ...."
***
TREETTTT
Bel istirahat terdengar membuat sekelas menghela napas lega.
Wildan mulai merenggangkan otot-ototnya sebelum menenggelamkan kepala di lipatan tangannya. Kelas Fisika membuatnya sedikit mengantuk kali ini.
Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Diambilnya ponselnya dan dia mengirim sebuah chat ke Dinda.
"Udah istirahat belum?"
Namun, tentu saja belum ada balasan. Jangankan membalas, dibaca saja belum. Wildan tak peduli. Mungkin Dinda belum istirahat, pikirnya.
"Pulang sekolah ini, apa kamu luang, Wil?" tanya Lauren yang mendadak muncul di sampingnya.
Wildan menggeleng dengan ekspresi cuek. "Saya memiliki sebuah kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Ada apa?"
Lauren tersenyum kecut. "Cafe baru saya dibuka hari ini. Saya berharap kamu bisa hadir. Ada banyak varian menu yang saya yakin, kamu pasti suka."
Makan adalah hobi Wildan tapi kalau tidak ada Dinda di sana, untuk apa? Pikirnya. Dia lebih memilih pergi ke Masjid mengikuti mentoring. Hitung-hitung bisa curi-curi pandang ke arah Dinda, pikirnya licik.
Pada akhirnya dia memilih menghadiri mentoring dengan begitu semangatnya.
"Cepetan, Pak gue mau belajar ngaji."
Arga sampai senyum-senyum penuh arti mendengar perkataan Wildan. "Semangat amat. Beda banget sama hari-hari sebelumnya." Dia sudah paham.
Begitu memasuki lingkungan masjid, bukannya menuju tempat pria, mata Wildan melirik dulu ke arah tempat wanita. Mencari jejak Dinda di sana.
Tempat parkiran wanita juga tak luput dari lirikannya. Mencari motor matic milik Adinda. Begitu ditemukan, senyum lebaynya langsung nampak.
"YESSSSSS," batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Rusuh & Nona Galak (Tamat)
Spiritual#KARYA 11 📚 PART LENGKAP Tetangga sekolah dengan riwayat permusuhan melegenda. Ini kisah antara Wildan, anak petinggi TNI dari sekolah elit di sebelah dan Dinda, anak ibu kantin pemilik sabuk hitam karate yang siap mematahkan leher siapapun yang me...