Hari-hari jauh lebih berwarna setelah acara lamaran. Wildan dan Dinda mengurus semua yang diperlukan dalam diam tanpa diketahui oleh media walaupun pada akhirnya beritanya bocor dengan beredar video singkat acara lamaran mereka membuat issue heboh bahwa Dinda telah dilamar.
Hal ini memancing beberapa heaters yang mulai bertanya dengan pertanyaan yang sejenis.
"Siapa sih yang mau nikah sama cewek galak itu?" tanya mereka.
Namun, Dinda memang sudah tak ambil pusing untuk membalas. Bukannya takut, tapi dia berpikir, dia hanya punya dua tangan yang tak bisa membungkam semua mulut yang berusaha menjelek-jelekannya. Oleh karenanya, dia memilih menutup kedua telinganya seolah tak mendengar. Karena di dunia ini, selalu ada orang yang ingin menjatuhkan orang lain, tapi selalu yang memilih memaafkan adalah mereka yang mulia, pikirnya.
"Anda dikabarkan sudah dilamar?" tanya wartawan yang mengerumuninya seperti semut mengerumuni gula.
Dinda hanya tersenyum singkat sambil menuju mobilnya sepulang dari kantor. "Alhamdulillah sudah," jawabnya sekenanya membuat semua wartawan heboh dan bertambah antusias.
"Dengan siapa, Bu Adinda Prastowo? Apakah pengusaha, anak menteri--"
"Abdi negara."
"Tolong penjelasannya. Abdi negara yang ASN, TNI, Polri atau--"
"TNI. Sudah, ya." Gadis itu langsung membuka pintu mobil dan masuk tanpa memperpanjang penjelasannya.
"Tolong beritahu namanya ...."
"Bu Adinda Prastowo ...."Dinda mengabaikan pertanyaan yang lebih detail karena tak ingin Wildan menjadi sorotan kamera. Dia kasihan pada pria itu jika harus lelah mengurusi media yang selalu haus berita kehidupan pribadi padahal mereka bukan selebriti, pikirnya.
Sejujurnya, dia tak nyaman disoroti seperti tak memiliki privasi sedikitpun, tapi sudah menjadi resiko tokoh yang dikenal kalangan luas.
***
"Kadang sesuatu dipersulit untuk membuat kita menghargai sesuatu itu saat sudah mendapatkannya."
Wildan tersenyum mengingat perkataan Sahara sambil sibuk mematut dirinya di cermin. Jas hitam rapi yang melapisi kemeja maroon. Rambutnya pun sudah di tata rapi.
Ini hari yang sangat ditunggu yaitu hari pernikahannya. Berbeda dengan Aldan yang memasang wajah sangat bersedih sedunia sewaktu hari pernikahannya, Wildan justru tak henti-hentinya tersenyum sejak satu bulan yang lalu. Mengerikan. Saking bahagianya. Anggotanya merasa diuntungkan dengan aura bahagia itu. Mengurangi kegalakan Wildan, pikir mereka.
"Rambutnya harus dibenerin nih." Arga yang baru masuk berpura-pura hendak menyentil kepala Wildan membuat secepat kilat pria itu menghindar.
"Hey, berantakan nanti, Pak. Hahahahahaha ...."
Tiba-tiba semua ajudan yang sudah rapi pun masuk.
"Foto dulu semuanya sama pengantin baru," ajak Dio.
"Entar caption di bawahnya, semua akan bersama pada waktunya," tambah Gio.
"EAAAAKKKKK ...." goda mereka membuat Wildan bertambah tertawa sebelum bersiap berfoto bersama ajudan-ajudan ayahnya itu. Walaupun dirinya adalah perwira yang notabene lulus dengan pangkat Letnan di atas ajudan-ajudan ayahnya yang mayoritas dari Bintara dan Tamtama, tetap saja dia menganggap ajudan-ajudan ayahnya sudah sebagai kakaknya. Dia yang lebih menghargai mereka mengingat sudah ditemani sejak usia remaja.
Setelah mereka keluar, Sonya yang masuk dan mengecek lagi penampilan putranya itu sebelum memasang peci hitam.
"Enggak terasa kamu udah nikah aja, Wil. Perasaan mama belum lama bolak-balik sekolahmu ngambil raportmu. Sekarang udah mau jadi kepala keluarga aja." Ekspresi Sonya seolah tak rela. Jelas dia agak sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Rusuh & Nona Galak (Tamat)
Spiritual#KARYA 11 📚 PART LENGKAP Tetangga sekolah dengan riwayat permusuhan melegenda. Ini kisah antara Wildan, anak petinggi TNI dari sekolah elit di sebelah dan Dinda, anak ibu kantin pemilik sabuk hitam karate yang siap mematahkan leher siapapun yang me...