Kantin masih sepi karena belum jam istirahat, tapi begitu Reni berbalik, wanita paruh baya itu hampir terlonjak karena mendapati Wildan sudah berdiri di depan kedainya dengan senyum lebar.
Tampilannya segar dan super rapi bin bersih seperti kulitnya yang sangat kinclong membuat Reni tak yakin, pria berseragam putih abu itu bersekolah di sekolah yang sama dengan anaknya. Auranya lain. Sejenis aura sultan atau bangsawan.
"Bu Reni? Saya Wildan dari XII IPA 1. Saya sebenarnya pengen makan, tapi saya dikasih uang jajannya per bulan. Boleh enggak, Bu, saya ngutang dulu dan dibayar per bulan?" Wajah memelasnya langsung terpampang di depan Reni sampai wanita itu tak tega.
"Kasihan banget kamu, Nak. Boleh kok boleh." Reni berbalik meraih buku panjang di dalam etalasenya sebelum menyodorkan ke arah Wildan. "Tulis aja nama panjang di sini, ya, terus kelasnya dan mau pesen apa, ya."
Hati Wildan bersorak kegirangan walaupun ekspresi memprihatinkannya tetap dipertahankan. "Ibu baik banget. Terima kasih, Bu."
"Sama-sama, Nak. Enggak usah sungkan sama ibu." Reni tersenyum ramah.
Entah kenapa Wildan menjadi tak tega dengan kedermawanan Reni yang super itu padahal ini hanya akal-akalannya saja. Dia berdusta kalau tak punya uang. Aslinya rekeningnya penuh uang.
Namun, kepalang tanggung. Dia sudah nyemplung. Diteruskan saja permainannya hingga sebulan makan gratis tanpa ketahuan Dinda.
Jadwal istirahat sekolahnya yang lebih cepat dari sekolah tetangga itu membawa keuntungan tersendiri baginya.
Pada akhirnya total hutangnya menjadi Rp. 750.000,-
***
1 Bulan Kemudian
Tak biasanya Reni tampak meneliti setiap gerombolan siswa yang datang ke kedainya.
Tingkahnya itu membuat Jihan yang sedang membantu mencuci piring itu heran.
"Nyari siapa, Bu?" tanya gadis berwajah tirus itu.
"Itu, Ji, ibu kok udah beberapa hari ini enggak ngelihat Wildan, ya?" Ekspresi wanita itu tampak khawatir.
Sontak Dinda yang sejak tadi melap piring langsung menoleh. "Wildan? Wildan yang mana, Bu?"
Perasaannya mulai tak enak. Satu bulan dunianya damai mendadak mulai gempa lagi.
Reni menoleh ke arah putrinya itu. "Kamu kenal, Dind?"
"Dia kenapa, Bu?"
"Ngutang makan di sini. Ibu sih enggak peduliin kapan dia mau bayar. Ibu cuma khawatir aja, dia udah makan belum, ya? Apa dia sehat, ya? Kalian bisa cek di kelasnya enggak?"
Ekspresi Dinda berubah dingin. "Aku boleh lihat buku hutang, Bu?"
Reni menyodorkan saja buku bersampul biru itu. "Boleh. Nih. Dicek kelas apa dia."
Benar saja, nama Wildan tertera di sana.
"Wildan Sahara Aryakasena. Kelas XII IPA 1." Dan, sederetan daftar makanan porsi manusia kerasukan jin.
Dinda langsung melotot melihat total hutang pria itu. "Hutang selama satu bulan, Bu?" Nadanya kaget. Baginya itu jumlah yang besar.
Tanpa menunggu lagi, Dinda langsung melesat super kilat ke kelas XII IPA 1. Memastikan bahwa Wildan bukan dari sekolahnya.
PUMMMM
Bunyi pintu yang didobrak mengusik ketenangan dan kesyahduan kelas IPA 1.
"Mana yang namanya Wildan?!" Volumenya meninggi membuat para pria yang sedang duduk bergerombolan di belakang kelas langsung berdiri. Preman sekolah, pikir mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Rusuh & Nona Galak (Tamat)
Spiritual#KARYA 11 📚 PART LENGKAP Tetangga sekolah dengan riwayat permusuhan melegenda. Ini kisah antara Wildan, anak petinggi TNI dari sekolah elit di sebelah dan Dinda, anak ibu kantin pemilik sabuk hitam karate yang siap mematahkan leher siapapun yang me...