Youth _ Romance _ Comedy
[R 13+]
*BELUM REVISI*
Terdapat adegan kekerasan dan perkataan kasar. Selebihnya keuwuan(◕ᴗ◕✿)
Cerita ini mengisahkan tentang seorang anak laki-laki bernama Anggara Byakta Lesmana, yang aslinya soft boy, seniman, memiliki h...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
>••<
Selang beberapa menit mereka pun menyelesaikan makan malam, yang dipenuhi canda tawa itu. Raafi dan Gilang kini sudah menjadi lebih akrab dengan Ibundanya Angga.
Nisa, Bunda Anggara turut ikut senang ketika putra bungsunya itu bahagia. Karena kehadiran kedua teman barunya ini, Angga sudah lebih cerewet daripada sebelumnya.
Angga sudah mendapatkan izin keluar dari Nisa. Mereka segera bersiap untuk pergi seakan tak ingin membuang waktu, karena jam sudah menunjukkan pukul 19.45
"Sumpah, gue iri banget sama keluarga lo ..." tutur Gilang dengan suara rendahnya seraya tersenyum miris. Karena perkataannya yang tiba-tiba membuat fokus Angga teralihkan dari motor sportnya, memandang ke arah Gilang yang sedang terdiam di atas motornya.
"Hm? Apa yang lo iriin dari keluarga gue?" tanya Angga mengangkat alisnya sebelah, bingung. Ia merasa keluarganya tak seindah itu sehingga bisa membuat orang lain iri padanya.
"Bunda lo, gue iri tentang Bunda lo," jawab Gilang yang tak biasanya ia se-serius ini.
Angga menghela napas pelan, "Heumm, untuk yang satu itu, gue bersyukur sama Tuhan," tutur Angga seraya tersenyum-memasang helm full face-nya.
"Pas gue ngeledek elo, anak Bunda ... anak Bunda ... sebenernya gue ngiri, gue juga pengen jadi anak Bunda, tapi gak mungkin bisa, kan? Hahah ..." tambah Gilang tertawa renyah. Wajah tengilnya berubah menjadi murung.
"Ckk! Apa gunanya gue disini? Karena lo dan gue sama. Orang tua yang terlalu sibuk. Bahkan gue ultah juga gak ada yang inget. So, gak usah ngerasa sendirian. Karena gue juga ngerasain apa yang elo rasain," tutur Raafi sembari menepuk pelan pundak Gilang, berusaha menenangkannya.
Raafi begitu mengerti bahwa Gilang sebenarnya belum dewasa. Gilang hanya anak tunggal kaya raya dan masih sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Berbeda dengan dia, meskipun kadang suka kacau dan hilang kendali akibat tuntutan dari orang tuanya, namun ia sudah mulai membiasakan diri atas segala situasi.
"Yaudah, Cantika buat gue ya? Jadiin gue adik ipar elo," balasnya menarik senyum menggoda Raafi. Tak tahu diri dan banyak mau. Gilang sudah kembali menjadi Gilang seperti biasa.
Raafi meremas bahu Gilang dengan kuat, "Silahkan, kalau elo mau gue bikin gak bisa jalan," ancam Raafi tersenyum sadis.
"Akhh ... bercanda anj*rr!" ringisnya. Ogah juga punya kakak ipar galak kayak Raafi.
Sedangkan Angga kini hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya bak film kartun Tom & Jerry. Sebentar baikan sebentar gelud. Kalau gak begitu, dunia sedang tak baik-baik saja. "Udah? Sekarang cabut ke sirkuit."
Mereka bertiga pun segera melajukan sepeda motor mereka menuju sirkuit yang tak begitu jauh dari perumahan yang ditempati Angga.
Sekitar 20 menit perjalanan, mereka bertiga sampai di sirkuit yang dinamai Red Zone, sirkuit yang paling besar di Selatan. Disana sudah terlihat ramai motor berwarna hitam dan biru berjejer di tepian. Anggota RG maupun anggota CB sudah berkumpul tak sabar untuk menyaksikan adu balapan masing-masing ketua dari geng mereka.