36| Spider_Al 🕷️

243 26 132
                                    

⸙͎⸙͎⸙͎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⸙͎⸙͎⸙͎

"Huaaahh, capek banget ...!" keluh Jihan. Ia beristirahat sebentar di lantai yang sudah terlihat bersih dibanding sebelumnya. Waktu senggangnya kali ini, ia gunakan untuk berbenah rumah.

"Nggak boleh kayak gini! Kan, tadi rencananya mau nge-print." Jihan pun bangkit dengan susah payah mengajak tubuhnya bekerja sama. Karena, jika ia tidak beranjak saat ini juga, ia bisa saja kebablasan tidur sampai sore, karena kecapekan.

Setelah berbenah, Jihan sudah memiliki rencana untuk pergi ke tukang fotokopi langganannya, untuk mencetak materi serta latihan soal yang sudah ia pindahkan dari laptop tuanya. Di era modern ini, Jihan masih menggunakan metode yang bisa dibilang cukup tertinggal. Jihan bersiap selama kurang dari sepuluh menit, dia hanya memoleskan sunscreen dan bedak padat di wajahnya, lalu pelembab pada bibir mungilnya. Setelah itu ia keluar membawa totebag-nya, tidak lupa mengunci pintu, karena neneknya masih bekerja.

Singkat cerita, Jihan baru saja pulang dari tukang fotokopi, sekaligus membeli pulpen baru. Ketika melintasi jalanan menuju rumahnya, tanpa sengaja ia melihat anak kecil yang tengah menangis sesenggukan, tapi orang dewasa di sampingnya tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya mengelus punggung bocah itu sedari tadi, tangisannya tetap tidak kunjung reda.

Meski ia tengah berusaha untuk tidak ikut campur urusan orang lain, akan tetapi hatinya berkata lain, Jihan merasa tidak tega, ia pun memutuskan untuk singgah melihat kondisi anak itu. Jihan menepikan sepedanya, lalu turun menghampiri anak kecil yang sepertinya sedang terluka.

Dia fokus pada bocah tersebut dan sedikit melirik pemuda yang tengah panik di hadapannya. "Gue nggak salah lihat?" monolog Jihan-menyipitkan matanya ketika menyaksikan wajah tegas itu.

"Lo apain anak orang?" Tuduhan Jihan membuat pemuda tersebut menoleh.

Anggara mendongak menatap lamat gadis bersurai hitam dicepol asal-menenteng totebag di bahunya. "Elo?" Kebetulan yang cukup mengejutkan bagi Angga. Cewek itu seakan turun dari langit, tengah mengemban tugas sebagai penyelamat baginya.

"Negatif mulu pikiran lo," tampik Angga, tangannya kembali sibuk menyingkirkan air mata sepupunya yang terus mengucur.

Jihan memicing matanya, tidak percaya. "Terus, kenapa bisa nangis?"

"Jatuh."

Jihan mengangguk singkat, "Kenapa nggak diobatin?"

"Ini anaknya nangis mulu, gimana mau diobatin?"

Secara otomatis Jihan ikut jongkok di hadapan Al. Dia menatap lamat seraya berpikir, kata apa yang bisa menenangkan anak kecil itu. "Namanya siapa?" Dia bertanya pada Angga.

"Nghh, hiksss .... Kaki Al sakit, Bangg!!" Sebenarnya kondisi Al tidak begitu serius, tetapi karena panik disertai syok, mengakibatkan tangisan Al begitu nyaring.

ANGGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang