25| The Expectation

265 36 193
                                    

"Greyy? Greyshee, kenapa malah rebahan di dapur, sih?" Angga sedang bosan, ia turun dari kamar mencari princess kesayangannya yang kini terlihat nyaman berbaring di dekat kaki Bi Minah, sang ART

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Greyy? Greyshee, kenapa malah rebahan di dapur, sih?" Angga sedang bosan, ia turun dari kamar mencari princess kesayangannya yang kini terlihat nyaman berbaring di dekat kaki Bi Minah, sang ART. Ia memanyunkan bibirnya, "Kasihan kan kamarnya yang cantik itu dicuekin."

"Iyaa ih, Non Greyshe bandel kalau dibilangin." Bi Minah yang sedang memasak lauk pauk menimpali. "Jadi kucing enak kayaknya yaa, Den," sambung Minah membuat Angga terkekeh. Pikiran random yang sebenarnya sering terlintas di benak Anggara.

"Bunda belum pulang, Bi?"

"Belum, Den. Mungkin sehabis makan siang baru pulang, seperti biasa."

Anggara mengangguk, "Yaudah, Bi, Angga sama Grey ke atas, ya?"

"Lho? Nggak makan siang dulu, Den? Sudah jam makan siang lho ini."

"Nanti aja, Bi. Masih kenyang, habis masak mi instan tadi," sahutnya membuat Minah mengangguk paham. "Bibi makan duluan aja, nggak papa kok. Angga ke atas, ya."

Minah menaikkan jempolnya, "Wokeh, Den!"

Dia pun langsung membawa kucing berjenis ragdoll itu ke dalam dekapannya. Ia berencana membawanya ke kamar. Seringkali ia bersedih hati karena kucingnya selalu berbaring di tempat yang kurang bersih, padahal ia sudah menghabiskan banyak uang dan tenaganya untuk membuat kamar kucing yang senyaman mungkin agar Greyshe mau menempatinya. Tapi sayang, anabulnya lebih memilih bermain di tempat yang dingin dan tak bersih. Sedikit kecewa, tapi apa boleh buat, ia tetap harus menjadi babu yang baik, kan?

Cklek!

Ketika Angga melangkahkan kakinya di atas anak tangga pertama, pintu utama tiba-tiba dibuka dari luar. Tampak seorang laki-laki bugar dengan janggut tipis menenteng tasnya. Angga menatap pria itu dengan malas dan hembusan napas kasar lolos melalui mulutnya. Setelah beberapa minggu sang kepala keluarga tersebut akhirnya menampakkan wujud lagi di rumah ini.

Angga tak acuh, ia memalingkan wajahnya lalu fokus melangkahi anak tangga satu persatu. Hingga sebuah panggilan menghentikannya.

"Anggara!" Suara penuh penekanan dikeluarkan oleh Harian.

Ia menoleh, tapi tetap diam, tak menanggapi ayah kandungnya yang kini sudah duduk di sofa itu.

Sial! Mending tadi gue ke basecamp.

"Turun!" Suasana rumah itu seketika menjadi terasa dingin. Sang anak masih tetap tak kunjung turun. "Ohh, sekarang telinga kamu yang bermasalah, ya?"

Kalimatnya barusan membuat Angga menggertakkan gigi geliginya. Ia akhirnya berbalik menuruni tangga lagi menemui sang ayahanda dengan setengah hati.

Saat ini Angga duduk berhadapan dengan Harian Akbar Lesmana, ayahnya. Mending dia tak pulang saja ke rumah, mending dia terus berada di luaran sana, daripada pulang, dia hanya akan menyampaikan hal-hal yang sebenarnya tak ingin Angga dengar.

ANGGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang