38| Mine

262 26 123
                                    

⸙͎⸙͎⸙͎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⸙͎⸙͎⸙͎

"Angga, kamu berantem lagi ...?" tanya Annisa memasuki kamar putra bungsunya.

Suaranya dipenuhi rasa kekecewaan. Bagaimana tidak? Putranya yang dulu terkenal lugu, tak berani memukul, bahkan ia sempat dimanfaatkan sebagai dompet berjalan oleh teman-temannya, pun begitu ia tidak berani melawan. Sekarang ia berubah drastis. Akhir-akhir ini, Anggara sering menampakkan wujudnya yang berantakan karena berkelahi kepada bundanya.

Angga terlihat bermain dengan Greyshe. Mendengar suara sang ibunda, Angga langsung menoleh disertai tatapan sendu. "Maaf. Maafin Angga, Bun." Angga menghampiri Nisa yang kini duduk di atas king size miliknya. "Angga, cuma ngasih mereka peringatan." Ia menundukkan kepalanya. Wajahnya lebam lagi, entah untuk keberapa kalinya, Nisa menyaksikan hal itu.

Kejadian hari ini dikarenakan geng CRASH'EM atau biasa dikenal CE, salah satu geng motor yang sering berkeliaran di Jakarta Selatan, tiba-tiba menyerang markas RG. Saat itu Angga dan anggotanya sedang lengah, alhasil mereka kalah jumlah—membuat Angga sempat tumbang. Tapi untungnya anggota lain datang di saat yang tepat. Hingga mereka berhasil membuat CE angkat kaki dari markas.

Nisa menggenggam erat jemari putranya. Cairan bening mengiringi ucapannya. "Angga. Apapun alasan kamu, kekerasan tetap salah, Nak."

"Dari kecil, Bunda selalu ngajarin Angga buat ngelawan. Walaupun waktu itu, Angga enggak berani. Tapi sekarang Angga bisa. Angga nggak pernah nyari masalah duluan, karena Angga selalu ingat kata Bunda. Mereka yang cari gara-gara. Angga gak bisa tinggal diam ngelihat temen Angga dipukulin."

"Apa nggak bisa diselesaikan baik-baik, Nak? Hmm? Atau kamu laporkan ke polisi. Bunda takut, Bunda takut anak Bunda kenapa-kenapa."

"Angga minta maaf, Bun. Angga janji, Angga nggak bakalan kenapa-kenapa. Mulai sekarang, Angga pastiin buat menghindari mereka. Jadi, Bunda nggak usah terlalu khawatir, yaa?" ucapnya lembut seraya mengusap air mata sang ibunda.

***

Di dalam sebuah ruangan yang senyap, tampak seorang pemuda yang sedang tenggelam dalam pikirannya. Sudah sepuluh menit dia hanya memandangi lukisan setengah jadi di hadapannya. Tidak seperti biasanya, sisa ide di kepala seakan habis tidak bersisa. Ide-ide yang terus mengalir, kini digantikan dengan arus pikiran negatif. Pikiran tentang masa depan terputar lagi di kepalanya. Ia merasa dirinya kini terombang-ambing di tengah gelombang tinggi, tidak jelas arahnya.

Dalam posisi tertunduk—Anggara berdecak, tangannya yang memegangi kuas gemetar hebat, tanpa izin bulir air matanya jatuh. "Sialan!" Angga menahannya dalam kurun waktu yang cukup lama. Entah kapan terakhir kali pemuda itu menangis.

Remaja tersebut merasa dirinya seakan tidak punya semangat untuk menggapai impiannya lagi. Pikiran negatif silih berganti. Rasa ingin menyerah sudah sering kali menghampiri.

ANGGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang