33| 'Bout Sea and Us

220 27 113
                                    

Recommended song 🎵Bertaut-Nadin Amizah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Recommended song 🎵
Bertaut-Nadin Amizah

⸙͎⸙͎⸙͎

"Pegangan yang erat." Hanya kalimat itu yang sedari tadi keluar dari mulut Anggara. Rasa khawatir semakin menjadi ketika dia tidak mendapat tanggapan apapun dari gadis di balik punggungnya. Dia cuma merasa tangan Jihan menggenggam jaketnya lebih erat dibanding biasanya. Angga penasaran dengan apa yang sebenarnya terlewatkan ketika ia berada di toilet. Sepertinya sesuatu yang besar telah terjadi pada waktu yang singkat itu.

Karena ia merasa motor yang ditumpanginya tidak berjalan lagi, Jihan pun mengeluarkan suaranya, "Udah sampai?" Cepat sekali, pikir Jihan. Ia perhatikan sekitarnya, suasana asing tertangkap di netranya. Karena sudah mulai gelap dan wajahnya masih tertutupi helm, Jihan tidak bisa melihat sekelilingnya dengan leluasa. "Ini di mana, Ngga?"

"Mau turun sebelah mana?" tanya Anggara tanpa menjawab.

"Bukannya sama aja, ya? Hmm, sebelah sini deh," sahutnya pelan. Karena Jihan memilih turun dari sebelah kanan, si pengemudi langsung memiringkan sedikit motornya ke arah kanan—menahan beban dengan kakinya, agar memudahkan gadis itu untuk turun dari motornya yang tinggi. Hal kecil seperti ini yang sering kali membuat jantung Jihan berdebar sekaligus bimbang.

Setelah turun, Jihan berusaha membuka pelindung kepalanya, tapi pengikatnya tidak kunjung lepas juga. "Sini," titah Angga karena melihat Jihan kesulitan. Jihan menolak dengan tidak memberinya jawaban. Dia yakin pasti bisa membuka helm itu sendiri. Masa buka ini saja tidak bisa?

Karena geram dan kesabarannya pun sangat tipis, Angga menarik Jihan mendekat ke arahnya. Untuk beberapa saat Angga menatap lekat manik Jihan yang masih sembab, barulah ia lepas tali pengikat helm dengan mudah, lalu ia taruh di stang motornya.

Ketika merapihkan surainya, netra Jihan tidak sengaja menangkap bentangan laut biru tanpa pembatas, dilengkapi warna langit sore yang menyegarkan, Jihan tertegun sejenak, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Jihan memandang Anggara dan pantai secara bergantian, ia tersenyum dengan matanya. Karena dirasa itu bukanlah khayalan, Jihan menjadi tidak sabar untuk menemui senja yang telah lama ia idam-idamkan. "Gue boleh ke sana?"

Angga mengangguk seraya tersenyum tipis, "Boleh."

Begitu mendapat izin, tanpa ragu Jihan mengayunkan langkah ke tengah pantai mendahului Angga. Kini ketampanan Angga kalah menariknya dengan keindahan yang disuguhkan di pantai dreamland. Pengunjungnya pun tidak terlalu ramai, sehingga terasa lebih nyaman.

Jihan merasa beban pikirannya hilang, yang terasa sakit seketika sembuh, hanya untuk beberapa saat, tapi itu sangat berarti. Ia hirup aroma laut yang sudah lama sekali ia tidak nikmati. Terakhir kali Jihan ke pantai, saat kedua orang tuanya masih di dunia bersamanya, sudah lama sekali. Semilir angin menyentuh lembut kulit putihnya, suara ombak yang menenangkan datang bergilir menghampirinya, langit oranye terasa hangat dipandang mata, lengkap dengan suasana hati yang tengah dirasakan oleh Jihan.

ANGGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang