28| Dangerous

285 38 178
                                    

⸙͎⸙͎⸙͎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⸙͎⸙͎⸙͎

Matahari sudah mulai condong ke barat, Anggara belum juga pulang, karena harus mengikuti ekskul basket.

Saat itu di lapangan baru ada dirinya, Gibran dan juga Gilang. Yang lainnya masih sibuk, ada yang izin mengisi perut sebentar, izin buang hajat, ada juga yang izin mengantar sang pacar ke depan gerbang, dan jenis izin lainnya. Mereka bertiga sedang berlatih memasukkan bola ke ring, secara bergantian. Gilang sibuk unjuk kebolehan di depan adik kelasnya, mencari perhatian. Karena kehadirannya, membuat suasana menjadi lebih cair. Padahal deretan siswi tersebut cuma fokus ke Anggara yang cuma menggunakan kaos berwarna hitam, lengan pendek, bercelana olahraga sekolah, peluh keringat membuatnya semakin "ehem" saja.

Tiba giliran Anggara melempar bola, ekor matanya tak sengaja menangkap Jihan yang tengah berjalan di depan koridor. Iya, Jihan, ternyata dia gadis yang ditaksirnya di awal masuk sekolah barunya ini. Dia baru mengetahui fakta itu beberapa hari lalu.

Manik mata yang tadinya fokus ke bola, kini pidah haluan memperhatikan Jihan berjalan menuju parkiran. Angga pun memantul-mantulkan bola basket di tangannya, tapi tak juga kunjung melemparkannya ke ring.

"Buruan, oiii!" teriak Gilang tak sabaran. "Liat apaan sih? Caper lo, yaa?"

Angga tak menanggapi, cuma Jihan yang ada di atensinya saat ini. Gadis dengan rambut terurai itu berjalan santai sendirian, ia akan segera pulang, karena Jihan tak mengikuti ekskul apapun, takut tak bisa membagi waktu. Dia punya tanggung jawab lain. Angga menyipitkan matanya ketika sadar ada noda bercak di rok abu-abu yang dikenakan Jihan. Angga se-memperhatikan itu.

Angga membuat Gilang dan Gibran berpaling. "Lo berdua hadap sana dulu," titahnya membuat aktivitas bermain basket mereka terhenti. Bola menggelinding begitu saja, tak ada yang peduli.

"Hah? Kenapa? Ada bidadari, Ngga? Manaa?" tanya Gilang bersemangat.

"Masa, sih? Emang di sekolah kita ada bidadari?" tanya Gibran juga.

"Udahh, nurut aja. Jangan nengok! Atau gue bikin lo berdua nggak bisa nengok sekalian," ancam Angga tampak serius dengan ucapannya.

Gilang bergidik, "Hihh, serem banget sih, atuuut," rengeknya.

"Ada apaan, dah? Penasaran guee," ucap Gibran—berusaha memutar kepalanya sedikit mengikuti Angga. Hingga Gilang menghentikan dengan menepuk tengkuknya. "Awhhh!! Sakit, anj*r!"

"Leher lo mau dipatahin? Gue sih ogah, yaa. Lo nggak tau, tu orang aslinya serem banget?"

"Damn, gue sampe lupa kalau Angga ketua geng ...." Gibran menepuk pelan jidatnya.

Angga mengambil jaket RG-nya di atas kursi, tempat mereka menaruh barang, lalu ia berjalan ke arah gadis yang diperhatikan tadi, dengan membawa jaketnya.

Jihan langsung mengerutkan kening melihat kedatangan Angga yang tak dia sangka.

"Pakek!"

Tanpa berbasa-basi lagi, dia langsung memberikan jaket yang ia pegang tadi kepada Jihan yang masih menatap aneh kepadanya. Panas gini disuruh pakai jaket?

ANGGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang