1 : Permulaan

1K 124 12
                                    






















Subuh sudah terlewat, matahari mulai bersinar di upuk barat kala jam telah menunjukkan pukul 6 pagi. Kala itu para pemetik teh pergi ke kebun, para petani padi pergi ke sawah, para pekebun pergi ke ladang masing-masing sedangkan sebagian lainnya masih berkutat dengan pekerjaan rumah.

Termasuk seorang puan yang tengah berkutat dengan seember baju basah yang baru di cucinya di sumur belakang rumah, suara ayam peliharaan para penduduk sekitar menjadi sebuah alunan lagu yang merdu memenuhi telinga.

Sangat tenang dan damai walaupun hanya sebuah keindahan yang semu karena nyatanya negeri indah nan kaya itu masihlah berada di bawah kendali para penjajah yang tengah menikmati uforia dengan hasil curiannya dari hak oranglain.

Tangan lentik nan anggun milik Atikah dengan cekatan memeras baju yang basah dan menyampirkannya di sebuah galah panjang yang telah bersih karena telah bertahun-tahun menjadi alat penjemur sementara baju kebaya berwarna biru gelap yang ia kenakan telah basah.

Pemandangan yang sangat indah bagi siapapun yang melihatnya.

"Punten, Neng," Suara familiar tiba-tiba menyita konsentrasinya membuat paras Atikah menoleh, sesosok lelaki setengah baya dengan salontreng berwarna hitam senada dengan pangsi yang di kenakannya tersenyum ramah ke arah sang Puan.

"Mang Ahyar, aya naon? (Ada apa)" Tanya Atikah sembari menyisihkan ember di depannya, menggeser ke sisi kiri hingga tak lagi menghalangi jalannya.

"Aya Meneer neangan Neng, ceunah hoyong panggih, (ada Menir yang mencari Neng, katanya pengen ketemu)"

Dahi Atikah seketika mengernyit bingung, siapa gerangan yang mencari dirinya di pagi hari belum lagi kata Meneer yang di sebutkan oleh salah seorang tukang kebun di rumahnya itu membuat Atikah keheranan. Seingatnya dia tak pernah sudi memiliki kawan dari kalangan londo apalagi seorang Meneer yang terkenal kejam dan gemar menginjak harga diri pribumi.

Dengan sigap Atikah pergi menghampiri sang tamu memeriksa siapa yang datang berkunjung bak tamu tak tahu etika sepagi itu.

Masih dengan kebaya yang basah dan rambut yang di cepol asal, Atikah berjalan cepat dan kedua irisnya menangkap seorang lelaki dewasa dengan pakaian berwarna coklat muda identik dari masyarakat Netherland, sepatu mengkilap, iris berwarna biru sebiru laut dan rambut sekuning tembaga yang di tata sedemikian rupa tengah duduk di kursi halaman rumah semakin membuat Atikah dapat merasakan aura seorang bangsawan sombong yang khas.

"Goedemorgen, (selamat pagi)" Sapa Tun itu sembari memajang senyum dengan raut tanpa dosa yang membuat Atikah ingin mengusirnya saat itu juga.

"Ada apa gerangan kau datang ke rumah ku? Dan siapa kau?" Tanya Atikah tak ramah.

Sang tuan semakin mematri senyuman miring dari bibirnya dengan kaki yang menyilang lalu membuka suara, "ah, ya, kau pasti sama sekali tak peduli dengan siapakah seorang Tun yang mempunyai hak milik atas seluruh kebun teh di desa kecil ini, bahkan kau meminum teh setiap hari dari hasil kebunku," Ucapnya setinggi langit membuat Atikah benar-benar hampir melayangkan pukulan ke arah wajah rupawannya, "introduceren mijn naam is Jacob Van Zander, (perkenalkan, namaku Jacob Van Zander)" Lelaki itu mengangkat tangan ingin menjabat tangan sang puan, tetapi sama sekali tak ada tautan membuat rahangnya sedikit mengeras.

"Ada keperluan apa kau di rumahku? Pergilah, rumahku tak menerima seorangpun dari kalangan kalian untuk menginjakkan barang sebelah kakinya di rumah ini," Tegas Atikah tanpa mau melunakan pendiriannya.

Mendengar itu amarah seorang lelaki yang kerap di sapa Tuan Zander itu akhirnya terpancing, matanya menatap tajam sang puan dengan nada bicaranya yang dingin ia berujar, "Apa kau tak malu berbicara seperti itu dengan menyandang nama Van Gils di belakang namamu? Dan bisakah barang sekali kau bercermin dan lihat warna pada helai rambut kau yang mencerminkan siapakah dirimu?"

Terdiam, Atikah hanya dapat menutup mulutnya dengan tatapan tajam ia cukup terkejut tak menyangka jika seorang Meneer di depannya itu mengetahui latar belakang keluarganya. Mengeratkan genggaman tangannya, gigi bergemeletuk menahan amarah Atikah mencoba sekuat tenaga untuk tak meledakan emosi di depan orang asing itu sebagai kaum terpelajar.

"Lalu apa mau mu, apa tujuan kau repot-repot datang kemari, ke rumah seorang jelata yang hina dengan darah campuran dari seorang bangsawan yang menikahi gundiknya?" Tanya Atikah penuh amarah. Mengenai latar belakang keluarganya sendiri.

Dengan angkuh Zander berdiri dari posisi duduknya lelaki berusia pertengahan 30an itu mendekati Atikah membuat sang puan terpaksa mundur beberapa langkah ke belakang tetapi segera terhenti tatkala tangan besar Zander menarik dan menahan pinggang sempitnya.

Atikah menatap tajam ke arah sang tuan, mencoba melepaskan tangan kurang ajar itu tetapi sayang, Atikah tak sebanding dengan kekuatan sang adam.

"Gerard Van Gils, Bangsawan hina itu, memiliki hutang kepada keluargaku dan dia menjadikan kau sebagai jaminan jika dia tak dapat membayarnya hingga mati, Atikah Van Gils."





















****



Foot note

Meneer : Tuan/Bapak
Tun : Tuan dari kalangan bangsawan
Netherland : Belanda
















Tbc ...

Bagaimana tanggapan kalian atas chapter pertama ini? ...

Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang