13 : Ancaman

490 94 12
                                    











Setelah acara makan malam usai, Zander mengantar Atikah ke beranda rumahnya karena perempuan itu bersikeras tak ingin menginap walaupun Zander telah mengancamnya. Tetapi kali itu Atikah tak akan menuruti keinginan pria eropa dengan kepribadian bebas seperti Zander, Atikah takut hal buruk akan terjadi padanya jika tetap patuh.

"Kau sungguh perempuan paling keras kepala di Hindia Belanda Atikah," Ujar Zander sembari berdecak dan menatap kesal perempuan itu.

"Kita belum terikat tali perkawinan, untuk apa saya tidur di rumah Meneer. Kau tahu, pribumi tak berprilaku seperti hew-- akh ...."

Tetiba tangan besar Zander mencengkram bahu Atikah hingga Atikah meringis menahan sakit, "bisakah kau berhenti membuat darah saya naik? Kau betul-betul membuatku dan Jose kesal malam ini. Kau ingin saya memukulmu dan memaksamu dengan caraku, apa begitu?"

"Meneer ...." Lirih Atikah dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Melihat itu perlahan Zander melepaskan cengkramannya. Jika menuruti nafsu amarah yang ia miliki Zander mungkin akan menyeret Atikah ke dalam kamarnya dan memperkosa mulut tajam seorang Atikah yang tak kenal takut dan sangat pembangkang. Entah dari mana perempuan itu mendapatkan kepribadian itu.

Seumur hidupnya dan berpuluh tahun ia tinggal di Hindia Belanda tak pernah sekalipun Zander bertemu dengan seorang pribumi berkepribadian seperti Atikah. Sosok yang tak takut akan gertakannya, ancamannya bahkan tindakannya sekalipun. Zander terheran bagaimana bisa dirinya begitu tertarik ingin membawa perempuan itu masuk ke dalam rumahnya.

Jose benar, dirinya tak pernah sebegitu ingin memiliki seorang berdarah pribumi seperti Atikah, dirinya berprilaku terlalu lunak sehingga Atikah dapat melawannya.

"Peringatan terakhir, jika pertemuan berikutnya kau tetap membangkang, jangan harap saya akan bersikap setengah hati seperti ini. Kau akan merasakan bagaimana kekejaman sebenarnya yang selalu kau tuduhkan padaku dan bangsa kami selama ini, Atikah," Zander berucap sembari menekan tiap kalimatnya yang jujur saja membuat Atikah merasa sedikit takut.







































***




















Atikah pulang dengan di antar Tatang menggunakan sepeda ontel miik Zander. Ya, Zander beralasan tak ingin melihat Atikah lebih lama dalam keadaan emosi karena sejujurnya ia telah pada batas yang tak dapat ia kendalikan. Maka dari itu Atikah setuju Tatang seorang jongos di rumah Zander untuk mengantarnya.

Tak di sangka Atikah malah mendapati Lilis dan Hasnah yang tengah duduk di kursi kayu beranda rumahnya dengan raut khawatir. Melihat Atikah sampai di sana keduanya sontak berdiri menyambut Atikah dengan gelisah.

"Atikah!" Ujar Hasnah.

"Hasnah, Lilis, sedang apa kalian di rumahku?"

"Kami khawatir, kami dengar kau di bawa meneer ke rumahnya. Kau tak kenapa-kenapa, kan, Atikah?" Tanya Lilis dengan panik.

Atikah lalu tersenyum sembari menggandeng masing-masing lengan kedua sahabatnya itu, "kenapa kalian begitu khawatir, aku tadi hanya di suruh memasak makan malam untuk anaknya. Katanya, belajar jadi ibu yang baik untuk Jose," Jawab Atikah dengan ringan.

Baik Hasnah maupun Lilis hanya saling berbalas tatap setengah tak percaya dengan penuturan seringan kapas dari mojang itu. Bagaimana bisa seorang sebringas Zander bisa mereka percayai.

"Kau tak perlu menyembunyikan apapun dari kami, Atikah. Meski tak dapat membantu, kami bisa mendengarkan keluh kesahmu," Ujar Hasnah dengan raut penuh rasa bersalah.

"Aku bersumpah, tak ada yang Zander lakukan kepadaku selain menyuruhku menyiapkan makan malam dan berkenalan dengan sinyo kurang ajar yang sebelas-duabelas dengannya."

"Tentu saja, dengan title londo saja sudah jelas bagaimana perangainya, di tambah dia merupakan anak dari seorang Meneer paling kaya di desa ini," Sahut Lilis yang di setujui oleh ketiganya.

"Kalian pulanglah, anak dan suami kalian pasti sudah menunggu di rumah. Aku akan beristirahat--ahh," Atikah tetiba teringat dengan sesuatu, ia harusnya pergi ke rumah kepala desa untuk mengambil berkas yang telah di tanda tangani, "aku hampir lupa harus mengambil berkas dari rumah Pak Anwar."

"Kau mau aku temani Atikah?" Tanya Lilis namun Atikah segera menggelengkan kepala.

"Tak perlu, aku akan membersihkan diri sebelum ke sana, jadi kalian pulang saja duluan."

Mendengar itu akhirnya Lilis dan Hasnah setuju untuk berangkat lebih dulu, lagipun rumah Pak Anwar tak terlalu jauh dari rumahnya.






































Atikah berjalan sembari membawa lampu minyak menyusuri jalan yang di hiasi dengan daun teh di kanan dan kiri, suasana cukup gelap hanya ada samar-samar penerangan dari saung-saung yang berada di tengah kebun teh.

Atikah tak merasa takut karena telah terbiasa dengan jalan di desanya, sesekali tatap Atikah mengedar ke beberapa sudut perkebunan, bibirnya bersenandung lirih dan sesekali ia mengusap tangan ke arah pipinya yang terasa begitu dingin meskipun dirinya telah mengenakan pakaian yang cukup tebal.

Tetapi tiba-tiba Atikah melihat seseorang bertubuh tinggi berjalan di tengah kegelapan jujur saja membuat Atikah sedikit gentar. Siapa juga orang gila yang akan nekat berjalan tanpa penerangan apapun di jalanan yang begitu gelap.

Tetapi meski begitu Atikah mencoba tak gemetar karena rumah Pak Anwar hanya berjarak kurang dari 15 meter lagi dan sudah kepalang tanggung jika Atikah ingin berbalik arah, jadi dengan segala keberanian yang ia miliki, Atikah akhirnya terus berjalan hingga jarak keduanya semakin sempit.

"Atikah," Ujar sosok dengan suara yang tak asing membuat Atikah akhirnya menoleh.

Atikah yang kini dapat melihat jelas wajah si empunya amat terkejut karena tak menyangka akan bertemu sosok itu di tengah perkebunan yang gelap, "Jose?"































Tbc ...

Aku update buat nemenin malming klean <3

Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang