Atikah baru saja selesai dengan seulas lipstik merah merona yang menghiasi ranumnya, menatap pantulan wajah rupawannya sendiri di depan cermin sembari melirik figur tubuh tak berbusana sosok Zander yang masih tidur tertelungkup di atas ranjang dari pantulan cermin.
Atikah sedikit banyak masihlah tak percaya dengan apa yang tengah ia lakukan kala mengingat perbuatannya semalam yang menggoda Zander dengan masuk ke dalam kamar hanya mengenakan piyama satin bermodel kimono yang menunjukan segala yang ada di baliknya tanpa penghalang lain, seolah menyerahkan diri dan pasrah untuk di mangsa oleh singa buas yang tentu saja ia segera di lahap habis tak bersisa.
Tetapi mau bagaimana lagi, Atikah harus menemukan cara untuk membuat rencananya berjalan mulus. Jika singa buas yang selalu menyerang dan memojokannya tak dapat ia lawan, maka cara satu-satunya yang harus ia lakukan adalah menjinakannya meski harus menyerahkan diri ke dalam rengkuhan angkuh lelaki yang sama sekali tak ia rencanakan berada dalam hidupnya.
"Kau sudah melakukan hal yang benar Atikah," Ujarnya sembari mengusap lehernya sendiri yang terlihat menampakan beberapa jejak perbuatan Zander semalam. Tapi tak apa, seperti apa yang pernah Zander ucapkan kepadanya, mereka bukanlah sepasang orang asing hubungan itu telah sah di mata Tuhan.
Maka dengan segala ketegaran yang tersisa, Atikah bangun dari kursi meja riasnya lalu menghampiri sosok sang lelaki untuk membangunkan serta mengabarkan jika pagi telah menjemput.
"Meneer," Sapaan lembut Atikah sembari mengusap punggung lebar sang londo, tetapi karena tak ada pergerakan sedikitpun Atikah kembali menggoyangkan pundak sang pria dengan pelan, "Meneer, bangunlah, kau bilang akan pergi ke kantor pemerintahan pusat," Ujar Atikah tak kalah lembut dari sebelumnya.
Hingga sosok Zander kini bergerak dengan perlahan, rambut pirang sedikit gondrong miliknya bergerak menampakan mata dengan iris berwarna biru gelap yang terkena sinar matahari dan tak dapat Atikah pungkiri itu terlihat cukup mempesona.
"hoe laat is het?( jam berapa sekarang?)" Pertanyaan Zander di sambut senyuman manis Atikah.
"Sudah jam 9 pagi, Meneer. Saya akan menyiapkan air untuk man--"
"Tak usah, itu tugas Asih, panggil saja dia, aku ingin kau menemaniku sebentar."
Dan sikap Zander yang menempel padanya seperti itu sepertinya Atikah harus segera membiasakan diri, "ya, kalau begitu biarkan saya memanggilkannya."
Maka dengan itu Zander mempersilahkan Atikah, Zander menatap punggung sempit sang istri sembari tersenyum miring.
****
Zander telah rapih mengenakan baju bermodel khas miliknya, tas tangan serta topi yang biasa ia kenakan. Tubuh jangkung itu terlihat begitu apik dan cocok mengenakan jenis pakaian apapun dan Atikah mengakui selera fashion Zander adalah yang terbaik di antara para londo yang pernah ia temui selama ini.
Zander tersenyum ke arahnya sembari mengusap rambut Atikah yang telah ia cepol rapih juga pipi merona Atikah yang tak mampu Zander lewatkan begitu saja untuk di pandangi keindahannya.
"Saya akan pergi selama tiga hari, kau akan baik-baik saja di rumah," Ujar Zander sembari tersenyum lembut.
"Ya, tentu saja Meneer. Di sini ada Jose dan Asih, Tatang juga," Balas Atikah sembari menatap Zander tak kalah lembut.
"Jagalah Jose. Aku akan segera pergi, jaga diri kalian, jika terjadi sesuatu sampaikan kepadaku lewat surat."
"Ya, Meneer, kau juga, berhati-hatilah."
Setelah Zander mengecup sekilas bibir dan kening Atikah, lelaki itu akhirnya pergi dengan menggunakan mobilnya bersama salah seorang sopir dan Atikah mengantarkan Zander hingga lelaki itu menghilang di ujung jalan. Rasanya sungguh melelahkan terus mencoba tersenyum di depan Zander meski hatinya masihlah teramat pilu. Tetapi demi hidup dan dirinya Atikah tak ingin terus bermuram durja karena bagaimanapun hidup terus berjalan, tak mungkin rasanya jika terus meratap seolah tak ada harapan masa depan.
"Nyai!! Nyaii!!" Tetiba suara teriakan Atikah dengar dari arah jalan masuk menuju rumahnya membuat Atikah mengernyit bingung. Atikah dapat melihat Tatang yang tengah mengendarai sepedanya dengan napas terengah juga ekspresi panik.
"Ada apa Tatang?" Tanya Atikah sembari mendekat ke arah jongos itu.
"Nyai! Tun Jose sedang bertengkar dengan anak juragan kebun karet, tolong Nyai segera datang ke sekolah!!" Seru Tatang membuat Atikah membelalakan matanya. Jose bertengkar dengan pribumi, apa ia tak salah dengar?
"Apa?"
"Cepat Nyai, saya antar ke sekolah!" Ujar Tatang sembari memarkirkan sepedanya membuat Atikah segera ikut naik.
Setelah sekitar 10 menit, sepeda Tatang telah tiba di halaman sekolah tempat di mana sang putra sambung berada dan benar saja, Atikah mendapati kerumunan anak dengan seragam tengah bersorak dan menonton Aksi saling pukul lebih tepatnya Jose yang tengah memukuli sosok lelaki sebayanya yang terlihat tengah dalam posisi berbaring dan berdarah di hidung dan sudut bibirnya sementara Jose menduduki perut sang lawan.
"JOSE!" Teriak Atikah membuat semua siswa itu sontak menyisihkan diri. Sementara Jose juga menghentikan aksi memukuli siswa yang Atikah sangat kenali bernama Raden salah satu anak dari juragan kebun karet di desa mereka.
"Apa yang kau lakukan! Turun!" Titah Atikah tetapi Jose tak mengindahkan. Dengan bibirnya yang sedikit sobek Jose malah menatap nyalang ke arah sang ibu sambung.
"gaat je niets aan (bukan urusanmu)" Jawaban Jose membuat Atikah malah semakin tersulut karena bagaimanapun Atikah kini adalah sosok ibu yang juga ingin di hormati.
"Turunlah, kau bisa selesaikan masalahnya nanti! Ibu akan membantumu--"
"Ahh, jadi benar, ibumu seorang gundik Jose, pantas saja kau bersikap tak seperti bangsawan kebanyakan."
"BASTAARD!"
TBC ...
Nanti di update lagi kalo yg vote udah banyak <33
KAMU SEDANG MEMBACA
Pribumi [Jaedy]
FanfictionCOMPLETED Cerita ini berlatar pada jaman penjajahan kolonial Belanda, di mana seorang perempuan yang lahir dari hasil pernikahan campuran antara Bangsawan dari Netherland (Belanda) dan rakyat Pribumi di paksa menikah dengan Bangsawan dari Netherland...