7 : Tajam

474 90 16
                                    


















Atikah terdiam tanpa kata dengan tangan mengepal erat, emosinya telah tiba di pangkal kepala bahkan wajah sombong Zander semakin menyulut segala rasa kesal yang sedari awal hari ia tahan. Atikah tak apa jika dirinya di hina, tak apa juga dengan perangai penuh cemooh yang Zander selalu tunjukan di depannya, tetapi jika menyangkut soal pribumi dan penghinaan terhadapnya tak akan ada sedikitpun kata maaf kepada para londo sombong dan angkuh.

"Kau tau bukan, kata-kata yang kau ucapkan itu sebanding dengan dirimu sendiri? Kau tinggal di negara oranglain, menumpang seperti parasit yang menggerogoti, kau bahkan mencuri, memanfaatkan segala kekayaan yang bukan hakmu. Ahh ... " Atikah berdecak sembari berpangku tangan menatap Zander dengan tatapan angkuh dan menantang, "apa karena negaramu miskin, hingga akhirnya kau pergi ke negara lain dan mencuri? Jika begitu, siapa yang lebih menjijikan sebenarnya? Lihatlah, kau dan rakyatmu yang pencuri itu yang menjijikan. Bahkan saya merasa jijik kepada diri saya sendiri karena harus memiliki darah seorang Netherland yang sangat menjijikan hingga rasanya ingin membunuh diri saya sendiri. Saya tak sudi menjadi bagian dari kalian, sampai kapanpun, lebih baik saya mati!!"

Setelah menusukkan ucap setajam pedang terhadap Zander Atikah melangkah pergi begitu saja tanpa peduli di mana dirinya berada, bahkan jarak yang kini ia jajaki berjarak sangat jauh dari kediamannya. Meski begitu lebih baik berjalan hingga kakinya berdarah-darah jika di bandingkan terus menerus bersama Zander. Bagi Atikah Zander tak lebih dari seorang bajingan sama seperti orang Netherland lainnya.

Atikah tak sudi terus menerus di injak harkat dan martabatnya sebagai seorang berdarah pribumi yang lebih berhak menduduki bumi pertiwi.

Tetapi pergi begitu saja bukanlah hal yang mudah, Zander tak akan membiarkan siapapun menghinanya, apalagi seseorang dengan darah campuran juga anak dari seorang gundik seperti Atikah.

Dengan kasar, Zander menarik lengan kanan Atikah hingga perempuan itu sedikit terhuyung. Atikah dapat melihat kilatan amarah dari raut Zander, wajah putihnya memerah, cengkraman pada lengannya juga kian erat hingga Atikah meringis di buatnya.

"Kau yakin dengan kata-katamu, Atikah? Kau yakin tak akan menyesalinya?" Zander bertanya dengan penuh penekanan di setiap kata penuh ancaman.

"Saya tak akan menyesal, meski harus mati di tanganmu, asalkan tak menjadi bagian dari iblis seperti kalian!" Ucap Atikah dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Minta maaflah sebelum saya melakukan hal yang akan kau sesali! Minta maaf dan akui jika apa yang kau katakan adalah tindakan yang bodoh dari orang tak terdidik."

"Tak akan, Zander, bahkan jika dunia kiamat tak akan saya sesali segala ucapan yang keluar dari mulut saya! Sekarang lepaskan!"

Tetapi bukannya menurut, Zander malah menyeret Atikah untuk di bawanya ke dalam mobil, dengan kasar Zander memaksa Atikah untuk masuk ke dalam mobilnya. Walaupun Atikah terus memberontak tetapi Zander tak peduli, lelaki itu segera memasuki kursi kemudi dan mengunci pintunya.

Bagaimanapun, Zander yang membawanya ke sana dan Zander akan mengantarkan perempuan itu pulang meskipun amarah masih menyelimutinya.























****


























"Atang, apa kau tau ke mana Papa pergi?" Jose, sinyo itu bertanya dengan tangan yang tengah menggali tanah menggunakan sebuah sekop kecil. Jose menanam sebuah bunga mawar putih di halaman rumahnya, dulu ketika di Batavia, Jose juga memiliki banyak sekali pot bunga mawar yang sengaja ia tanam dan rawat karena sang Mama sangat menyukai bunga berwarna cantik itu, karena itu, Jose juga ingin menanam banyak bunga yang sama untuk mengenang mendiang sosok ibu yang begitu ia cintai dan ia sayangi sepenuh hati.

"Meneer sedang pergi ke kebun, Tun," Atang menjawab sembari memotongi rumput liar yang terlihat masih banyak tumbuh di sekitar pagar.

"Kau tak sedang berbohong, bukan? Papa telah berangkat sejak pagi tapi tak kunjung kembali," Jose berdiri sembari menepukkan kedua tangannya ke atas celana bahan yang ia kenakan, "apa dia pergi ke Batavia tanpa mengajakku?"


Pertanyaan Jose tak sempat terjawab karena deru mobil yang tetiba datang dari jauh membuat pemuda londo itu mengubah atensinya. Terlihat mobil sang papa melaju memasuki gerbang rumah dan berhenti tepat di halaman. Jose juga dapat melihat sosok Zander yang memajang raut tak ramah, Jose merasa heran akan perubahan yang terjadi terhadap sikap lelaki itu.

"Papa, waar ben je geweest? (Papa, kau darimana saja?)" Jose bertanya dengan penuh khawatir.

"Uit de tuin (dari kebun), kau beristirahatlah, jangan terlalu banyak berada di luar rumah, kau bisa sakit, udara di sini tak seperti di Batavia." Setelah memberi sedikit peringatan Zander segera masuk ke dalam rumah meninggalkan sang putra, tanpa peduli jika Jose hanya menatap punggungnya dengan tatapan heran.





































Tbc ...

Fyi, aku sengaja up cerita ini terus karena ide ku lagi lancar dan aku gak mau nyia-nyiain timing yang pas ini buat dapetin moment. Jadi, buat kalian yang lagi nungguin cerita lainnya di mohon bersabar yaaa <3




Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang