"A-apa ... Berpindah kewarganegaraan?" Atikah menatap Zander dengan mata berkaca-kaca, ia ingin sekali menangis meraung saat itu juga, bagaimana bisa Zander memberikan syarat sekejam itu dan mempertaruhkan satu-satunya hal berharga yang ia miliki setelah segalanya Atikah relakan, kenapa?
"Ya, Zander setuju untuk memenuhinya sebelum kalian menikah, apa kau tak tahu Atikah?" Diederik bertanya sembari tersenyum manis. Ia tau jelas jika Atikah tak akan pernah menyetujui hal itu, seperti mendiang ibunya dulu.
"Saya tak mau, saya tak akan menyerahkan harga diri saya yang tersisa," Atikah menarik tangannya yang berada dalam genggaman Zander dengan kasar, tangannya segera meraih Arne yang tengah terlelap lalu ia bawa ke dalam gendongannya.
"Atikah, tunggu," Zander mencekal lengan Atikah yang hendak beranjak, tetapi dengan cekatan pula Atikah menepisnya. Sungguh ia sangat marah tetapi ia masih memiliki tatakrama untuk tak mengamuk di meja makan.
Atikah menatap nyalang Zander dengan air mata yang berlinang, "lebih baik kita berpisah daripada saya harus menggadaikan satu-satunya hal yang saya miliki," Atikah benar-benar beranjak pergi dari meja makan sementara Beatrix yang melihat itu menahan Zander.
"Biarkan dulu, istrimu sedang marah Jacob. Dia tak akan mendengarkanmu sekarang."
"Tetapi apa kau tak dengar? Dia ingin berpisah dariku, semua ini terjadi akibat dari syarat konyol yang kalian berikan."
Zander lalu beranjak menyusul Atikah, ia merasa takut akan di tinggalkan, perempuan itu bukanlah sosok yang suka membicarakan omong kosong, apa yang ia katakan akan selalu ia lakukan.
"Lihat itu, dia sangat mirip dengan Gerard, perempuan Inlander memang seorang penyihir," Ujar Ema. Diam-diam Diederik tersenyum senang, rencananya memang tak akan meleset.
***
Zander membuka pintu kamar dan mendapati Atikah tengah merapihkan segala perlengkapan Arne dan dirinya sendiri tentu saja melihat itu Zander cukup tak akan membiarkannya.
"Atikah, saya mohon dengarkan dulu--"
"DENGARKAN APA? SAYA HARUS SEMENDERITA APALAGI KARENAMU, MENEER!" Teriak Atikah bahkan membuat Arne yang tengah tertidur bangun dan menangis, "kau! Memang kau yang membuat saya terus menerus menderita selama ini, saat saya mencoba menerima segalanya kaulah yang menghancurkan segalanya. Saya tak ingin lagi bersamamu, lebih baik saya mati jika harus menuruti syarat itu."
Zander mendekat ke arah Atikah melihat istrinya mengamuk tentu saja Zander tak akan tinggal diam. Lelaki itu berusaha memeluk sang puan tetapi tentu saja Atikah tak akan sudi.
"Lepas! Lepaskan saya, saya tak ingin bersamamu, lebih baik kau bunuh saya Meneer, lepaskan!"
"Atikah ... Saya tak akan meninggalkanmu apapun yang terjadi saya mohon dengarkan penjelasan saya dulu. Bayi kita menangis Atikah tenangkan dirimu," Zander dengan tubuh yang lebih besar mendekap Atikah yang masih meronta berusaha melepaskan diri.
"Apa yang harus saya dengar Bajingan ... Kau sungguh tak memiliki perasaan, kau sungguh kejam."
Mendengar umpatan dan cacian yang Atikah berikan sungguh Zander tak keberatan. Memang kenyataannya seperti itu, dialah yang menganggap remeh syarat itu sedari awal lalu ia harus bagaimana sekarang? Ia tak akan sudi berpisah dengan perempuan itu, Zander mencintainya.
Dua jam telah berlalu, Zander membiarkan Atikah menenangkan diri setidaknya untuk ia ajak bicara. Zander sedari tadi duduk di atas ranjang sedangkan Atikah tertidur membelakanginya. Perempuan itu sempat memaksa untuk pulang malam itu juga tetapi Zander tak membiarkan apalagi Arne masih terlalu kecil dan rentan sakit saat kelelahan.
"Meneer ... " Suara Atikah membuat Zander yang sedari tadi melamun menoleh.
"Ya, Sayang?"
"Apa kau sungguh mencintai saya?"
Pertanyaan Atikah membuat Zander berbalik dan segera mendekap istrinya itu, "saya sangat mencintaimu, Atikah. Lebih dari apapun."
Jawaban Zander membuat Atikah tersenyum getir, apa ia masih dapat percaya ucapan Zander, "jika begitu apa kau akan memenuhi keinginan saya?"
"Tentu saja, apapun itu akan saya berikan," Jawab Zander tanpa pikir panjang. Mendengar itu Atikah tentu saja merasa setengah percaya. Bagaimanapun Zander adalah seorang penjajah, tetapi ia akan mencobanya, jika memang Zander tak setuju ia akan bernegosiasi untuk berpisah.
"Apapun itu?" Tanya Atikah membuat Zander segera menganggukkan kepala.
"Apapun itu? Sekalipun itu melukai harga dirimu?"
Zander terlihat terdiam sejenak, hal itu lantas membuat Atikah tersenyum getir, harga diri Zander setinggi langit mana mau ia melukai harga dirinya hanya demi seorang perempuan.
"Atikah, kau tau, saya sudah mempertaruhkan harga diri saya sejak saya berkata kepada keluarga saya ingin menikah denganmu. Lalu kau masih bertanya hal semacam itu?"
Atikah sama sekali tak menduga Zander ternyata akan mengatakan hal itu, "benarkah, Meneer?"
"Ya, tentu saja. Kau adalah pertaruhan terbesar saya dalam hidup, tidakah kau menyadarinya?"
"Baiklah, kalau begitu bertaruhlah sekali lagi," Atikah membalikan tubuhnya dan menghadap Zander untuk menatap mata sang lelaki, "berpindahlah kewarganegaraan dan tinggalkan keluargamu, jika ingin tetap bersama saya, Meneer."
Tbc ...
Siapakah yang akan menang pada akhirnya?
Jgn lupa vote dan komentari
KAMU SEDANG MEMBACA
Pribumi [Jaedy]
FanfictionCOMPLETED Cerita ini berlatar pada jaman penjajahan kolonial Belanda, di mana seorang perempuan yang lahir dari hasil pernikahan campuran antara Bangsawan dari Netherland (Belanda) dan rakyat Pribumi di paksa menikah dengan Bangsawan dari Netherland...