14 : Wees voorzichtig, Mijn liefste

495 93 10
                                    



























Jose terlihat berjalan hanya mengenakan sandal dengan pipinya yang memerah, mata biru Jose terlihat sendu hingga dapat Atikah ketahui remaja itu kedinginan. Wajar saja daerah tempat mereka tinggal merupakan daratan tinggi di kaki gunung maka tak heran jika udara begitu menusuk bahkan orang eropa seperti Josepun tak luput dari tusukan dinginnya.

"Sedang apa kau di sini? Ini sudah malam!" Atikah sontak mendekat dan menangkap lengan sang remaja Netherland dengan khawatir.

"Aku ... " Jose terdengar menggantung ucapannya membuat Atikah menunggu kata apa yang ingin remaja itu ungkapkan, "aku tersesat, Atikah, aku tak tahu di mana rumahku."

Mendengar itu Atikah mengernyitkan dahinya, tak heran juga jika Jose tersesat karena ia masihlah warga baru di desa itu tetapi yang membuat Atikah heran untuk apa londo itu berkeliaran di tempat yang bahkan belum ia hapal jalannya. Sangat bodoh.

"Kenapa kau berkeliaran, ayahmu akan marah besar kalau tau kau berkeliaran dengan sendal dan baju tipis. Kau ingin kedinginan!" Atikah akhirnya menarik Jose dan memegangi lengan Jose dengan erat.

"Aku pergi karena kau, kau membuat suasana rumah tak nyaman," Ucapnya santai sama sekali tak memikirkan bagaimana perasaan Atikah. Ingin rasanya perempuan itu melanjutkan perjalanannya menuju rumah kepala desa dan meninggalkan sang sinyo begitu saja. Jose masih beruntung karena Atikah tak setega itu.

"Bicaralah yang baik kepada orang yang mau menolong kau. Kau mau saya tinggalkan di sini?" Ancam Atikah, tetapi remaja itu segera mengeratkan genggaman tangannya.

Jose akhirnya hanya terdiam sementara Atikah menuntunnya menuju jalanan yang sebelumnya ia lewatkan begitu saja karena gelap. Dengan lampu minyak yang Atikah pegang di tangan kanan sementara tangan kirinya terus menuntun sang remaja. Dalam diam Jose menatap fitur wajah Atikah yang ternyata memang cukup mempesona, wajar saja jika sang Papa menyukai fisiknya. Tetapi latar belakang Atikah masihlah mengganggunya.


Setelah berjalan sekitar 10 menit, mereka akhirnya tiba di halaman rumah Zander bahkan Atikah dapat melihat figur Zander yang tengah berdiri di halaman rumah sembari menatap ke arah jalan masuk. Matanya membulat kala mendapati sang putra tiba di rumahnya beserta sang calon istri, Atikah.


"Jose!" Seru Zander sembari berjalan menghampiri keduanya, "kau darimana saja? Aku nyaris menyuruh seluruh warga desa mencari kau, Ben je gek? Je kent dit dorpsgebied nog niet! (Apa kau gila? Kau masih belum tahu kawasan desa ini!)"

Mendengar teriakan Zander Jose sontak menunduk takut, remaja itu tak berani menatap sang papa hal itu membuat Atikah menarik lengan Jose ke belakang, "rustig aan, Meneer (tenanglah, Meneer) Sinyo hanya tersesat sedikit. Kau tak perlu membentaknya," Bela Atikah membuat Jose merasa sedikit terlindungi.

"Jose, kom binnen, (masuklah) dan tidur, sudah malam," Perintah Zander segera di turuti dan Jose segera masuk ke dalam rumah tanpa menoleh. Atikah menghela nafasnya lalu menatap Zander dengan tatapan dinginnya yang khas, "tak saya sangka, kau begitu perhatian terhadap calon anak tirimu," Zander berujar sembari terkikik.

"Saya peduli terhadap siapapun, jangan salah sangka."

"Kecuali saya? Kau tak peduli kepadaku, bukan?" Tanya Zander penuh provokasi.

"Kau tak perlu rasa peduli saya, bukan? Kau sudah terlalu penting di mata banyak orang. Saya harus pergi sekarang," Pamit Atikah sembari berjalan pergi, tetapi tak semudah itu karena lengan Atikah tiba-tiba tertahan.

"Biar saya antar, kau akan pergi ke mana malam-malam begini?" Ujar Zander dengan lembut.

"Bukan urusanmu, jadi lepaskan."

"Minggu depan kita akan menikah, tak akan saya biarkan kau berkeliaran sendiri di malam hari."

"Meneer, saya sudah terbiasa--"

"Bisakah sekali saja kau menurut Atikah, saya benar-benar hanya akan mengantar kau! Tolong jangan membantah!"

Dengan itu Atikah akhirnya hanya dapat menurut. Ia tak memiliki opsi lain jika Zander telah memaksanya, atau Zander akan mengeluarkan segala ancaman dan kekuatannya untuk membuat Atikah bertekuk lutut di bawah kakinya.





















****























Mobil yang Zander kendarai berhenti di halaman rumah kepala desa mereka yang terlihat remang. Memang terlihat ada aktifitas dengan masih terlihatnya tiga sepeda di halaman rumah sang kepala desa tetapi Zander sama sekali tak yakin untuk meninggalkan Atikah seorang diri.

"Saya akan menunggu di sini. Kau masuklah," Ujar Zander sembari menatap iris kelam lawan bicaranya.

"Tak perlu, kau pulanglah Meneer rumahku sudah dekat dari sini," Tolak Atikah dengan halus.

"Atikah ... "

Hanya menyebut namanya saja Atikah telah mengerti jika sang londo tak ingin mendengar bantahan apapun lagi, hingga mau tak mau Atikah akhirnya setuju. Atikah berniat membuka pintu mobil tetapi entah ada angin apa Zander meraih tangan mungil Atikah dan mencium punggung tangannya dengan lembut.

"wees voorzichtig, mijn liefste (hati-hati, kekasihku)"






























Tbc ...

Chapter selanjutnya, Atikah sama Zander nikah ges <3


Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang