12 : Makan Malam

460 92 6
                                    


























Mendengar tuturan sang putra Zander menatap Jose dengan tajam, bagaimana bisa sang putra yang dirinya kenal bersikap santun dengan mulut yang penuh dengan kebaikan berbicara begitu kasar dan angkuh. Apa karena ia tak rela membagi perhatiannya dengan sosok baru.

Walaupun Zander memiliki perangai tak jauh dari apa yang tengah Jose pertunjukan, pria itu tetap tak berkenan jika Jose berlaku sepertinya apalagi di hadapan Atikah, sosok yang tengah ia bujuk untuk masuk ke dalam hidupnya. Entah apa yang akan Atikah lakukan setelah mendengar ucapan kasar penuh hinaan dari sang sinyo.

"Kau memang benar, aku memang anak dari Gundik," Ujar Atikah sembari memajang senyum yang sama sekali tak terduga membuat Zander dan Jose saling melirik heran, "tapi Jose, kau harus belajar banyak dari orang seperti saya, bagaimana Pribumi bicara," Lanjutnya membuat Jose kian tercengang.

Bagaimanapun saat ini ia merasa telah mempermalukan bangsanya sendiri, tetapi hal itu malah menyinggung Zander yang meski telah terbiasa dengan segala sumpah serapah Atikah tetap tak menerima ucapannya, "kau tak perlu berkata begitu di depan putraku, Atikah."

"Sebagai calon Ibu saya memang harus mengajarkan cara bersopan santun dan tatakrama, bukan? Kau menginginkan saya menjadi ibu sambung Jose. Apa saya salah?" Atikah lalu menggoreskan seulas senyuman ke arah wajah angkuh Zander, "tetapi kalau kau tak suka dengan cara saya mendidik Jose nantinya, maka lupakanlah keinginanmu untuk meminang pribumi seperti saya."

"Gekke vrouw (wanita gila)" Ujar Jose sembari berlalu menuju kamarnya tanpa mempedulikan kedua orang dewasa yang tengah beradu tatap dengan sengit.

Zander mengepalkan kedua tangannya erat menahan diri untuk tak berbuat kasar terhadap perempuan keras kepala itu. Zander menelan amarahnya bulat-bulat sembari menghela nafas dan menunduk.

"Pertama, masaklah sesuatu untuk makan malam, makanan apapun yang kau tau dari Netherland. Saya yakin kau tak mungkin belum pernah mencobanya, bukan?"

"Apa biasanya memang begini? Kau terbiasa menyuruh tamu untuk memasak?" Tanya Atikah dengan nada yang terdengar mencemooh.

"Atikah, berhentilah menguji kesabaranku, atau saya akan sungguh-sungguh membuat sahabat kau dan ibunya tergantung di langit-langit."

Mendengar itu Atikah hanya tersenyum kecut sembari mengangguk. Perempuan itu lalu menunjukkan raut wajah penuh percaya dirinya, "baiklah, di mana dapurnya?"




















***



















Ketika jam menunjukan pukul tujuh tepat, beberapa makanan telah tersaji di atas meja, Perkedel, Sop snerek, juga semur daging sapi dan beberapa jenis roti juga nasi panas telah tersedia di sana. Bukan hal baru bagi Atikah untuk memasak pasalnya ia telah melakukan rutinitas itu selama bertahun-tahun, baik ketika sang ibu dan ayah masih hidup maupun ketika ia hidup sendiri.

Tantangan dari Zander sama sekali tak membuat Atikah merasa kelabakan, karena semua makanan telah tersaji dengan sempurna.

Sementara Zander yang sedari tadi telah duduk di atas kursi meja makan menatap segala jenis makanan di atas meja dengan ekspresi datar yang sengaja ia tunjukan demi menyembunyikan segala kekagumannya terhadap apa yang telah Atikah lakukan.

"Panggilah Jose, kau tidak berniat memakannya seorang diri, bukan?"

Zander segera mengernyitkan dahinya sembari menatap Atikah, perempuan itu tak terlihat marah dengan sikap putranya, "wah, " Zander menatap Atikah penuh senyuman, "kau serius ingin menjadi ibu dari putraku, ternyata."


Mendengar ucapan bernada ejekan dari Zander tak membuat Atikah gentar, dirinya segera menjawab senyuman Zander dengan kilat bahagia di matanya, "tentu saja, aku akan mengajarkannya bagaimana cara menghargai pribumi.

Jawaban telak yang Zander terima membuat lelaki berkebangsaan Netherland itu melunturkan senyuman, "koppige vrouw (wanita keras kepala)" Ujar Zander sebelum berlalu ke arah kamar Jose untuk memanggil remaja itu.


























Jose terduduk di atas kursi meja makan tepat di hadapan Atikah. Remaja itu menatap lamat raut Atikah yang terlihat cukup mempesona dengan rambut pirangnya yang di cepol bak seorang inlander juga pakaian yang jauh berbeda dari mendiang sang ibu. Tetapi apa yang Jose tau, segala yang ada pada diri Atikah adalah hal yang paling Zander benci dari seorang wanita. Namun pengakuan sang papa sama sekali tak terlihat jika lelaki itu berbohong tentang perasaannya, walaupun Jose meyakini jika Zander memiliki motif lain.







"Makanlah, kau harus mencoba masakan Netherland buatan seorang Inlander," Ucap Zander sembari menyendok nasi dari atas piringnya.


Jose mendengus lalu menatap Atikah dengan raut dingin, "Atikah, apa yang membuat kau setuju menikah dengan Papa? Apa kau ingin menaikan derajatmu?"

Ingin rasanya Atikah terbahak mendengarnya, karena sungguh berada dalam kondisi itu saja dirinya tak sudi, "jangan salah paham, saya tak pernah berniat menjadi bagian dari kalian, jika saja Papamu tak menyeret saya menjadi seperti ini."

"Lalu, mengapa kau tak menolak? Karena Sejujurnya, aku malu jika harus memiliki Mama baru seorang Inlander seperti dirimu."

Ucapan Jose sontak membuat Zander tercengang tak percaya, sendok di tangannya bahkan jatuh begitu saja ke atas piring, "Jose, bicaralah yang baik!" Seru Zander.

"Kau aneh, Papa. Kau biasanya tak akan bersikap lunak kepada seorang Inlander. goor (menjijikan)"


Setelah berbicara kasar Jose pergi begitu saja ke arah luar meninggalkan Atikah yang masih terlihat tenang menyantap makan malamnya, sementara Zander begitu terbakar api amarah.
































Tbc ...



20 vote ya!!







Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang