Di chapter ini dan kedepannya akan banyak kata-kata yang kurang sopan. Mohon untuk kebijakannya Readers-nim.
Atikah keluar dari dalam kamarnya dengan keadaan yang masih sedikit pening. Setelah Asih memberikannya segelas jamu yang entah apa Atikah merasa keadaan fisiknya sedikit membaik. Walaupun memar di rahangnya masih kentara tetapi ia merasa tak terlalu bermasalah karena di banding memar yang ia derita Atikah merasa perasaannya lebih tersakiti. Ingin rasanya Atikah pergi saja dan meninggalkan segala yang telah terjadi di antara dirinya dan Zander tetapi ia terlalu khawatir Zander akan melakukan hal yang lebih kejam, bukan hanya terhadap dirinya tetapi juga terhadap orang-orang di sekitarnya.
Mengingat Zander telah menggenggam segala kekuasaan terhadap orang-orang yang ia sayangi Atikah tak sampai hati melakukan itu dan perlahan Atikah mulai menyadari betapa berkuasanya seorang Jacob Van Zander. Londo itu berada di level yang jauh berbeda dari para londo yang selama ini ia temui.
"Kau sudah bangun?" Pertanyaan seseorang sontak membuat Atikah menoleh mendapati Zander telah rapih dan terlihat tampan, Atikah akui visual pria itu begitu memukau di luar sikap kejamnya.
Atikah tak menjawab dan segera berlalu ke arah dapur. Ingin rasanya Zander meminta Atikah mengganti pakaiannya dengan pakaian milik Issabele, melihat Atikah mengenakan kain yang melilit kakinya membuat Zander cukup terganggu karena pergerakan Atikah terlihat tak bebas.
"Kau istirahatlah, saya tau--"
"Saya baik-baik saja," Jawaban dingin Atikah sontak membuat Zander menutup rapat mulutnya. Bagaimana bisa Atikah bicara baik-baik saja kala Zander melihat dengan jelas memar yang telah ia perbuat semalam. Fakta itu membuat Zander merasa begitu bersalah tetapi tak ada niat sedikitpun dari hatinya tuk melakukan permintaan maaf. Harga diri bak setinggi langit ke tujuh itu tak akan Zander korbankan bahkan demi rumah tangganya sendiri. .
Tak menghiraukan karena Zander tau Atikah masih sangat kesal lelaki itu akhirnya hanya menghela nafas sembari mengancingkan lengan bajunya, "aku akan bertemu dengan Augustijn, jika kau menginginkan sesuatu bicaralah pada Asih atau Atang."
Zander berjalan perlahan menghampiri sang istri, ia berdiri di samping Atikah lalu merengkuh pinggang sempit sang puan lalu mengecup lembut pelipis Atikah dengan sedikit usapan di pinggangnya, "Ik zeg vaarwel, mijn vrouw (saya pamit, istriku)," Zander lalu pergi meninggalkan Atikah yang hanya diam membeku. Ia meremat kain jarik yang ia kenakan sembari menahan lelehan air mata yang telah menggenang.
Entah kondisi apa yang tengah ia alami, semua hal di depannya terasa gelap tak dapat ia lihat cahaya yang menyalakan harapan untuk kehidupannya. Sekalipun Zander bersikap manis terhadapnya semua itu sama sekali tak memadamkan amarah sang puan. Baginya Zander tak lebih dari seorang londo bengis yang tengah menjadikannya mainan untuk bersenang-senang. Sisi egonya tak menerima bagaimana sikap lelaki itu, Atikah adalah sosok yang tak akan dapat begitu saja di rendahkan.
****
Zander tiba di sebuah rumah bordil terbesar yang berada di perkampungan itu. Jangan salah paham Zander sama sekali tak berniat menyewa gundik untuk ia jadikan pelampiasan nafsu, Zander pergi ke sana untuk menemui Augustijn sosok saudara sekaligus teman yang kerap kali ia temui di saat pikirannya kacau.
Zander berjalan ke arah sebuah meja dengan empat kursi yang terlihat telah di isi oleh beberapa wanita dan Augustijn sendiri yang tengah mencium sekilas para gundik menjijikan itu. Zander tak sedikitpun heran dengan kelakuan lelaki itu karena sedari awal tingkah Augustijn memang selalu bernafsu jika berhadapan dengan para gundik kotor yang sama sekali tak Zander sukai.
"Hoii, Mijn Broer!! (Saudaraku!!)" Seru Augustijn kala menangkap eksistensi Zander yang memang berniat menghampirinya. Augustijn terlihat setengah mabuk kedatangan Zander sontak membuat para wanita yang tengah sibuk menggoda Augustijn perlahan undur diri karena telah mengetahui perangai buruk Zander terhadap mereka. Zander bahkan pernah meludahi salah satu Gundik yang nekat menyentuh bahunya.
Zander yang telah sampai di depan Augustijn lalu duduk di hadapan lelaki itu sembari membakar tembakaunya. Zander besilang kaki dan menatap sang saudara lekat, "berhentilah bermain dengan para gundik kotor itu. Menikahlah Augustijn."
Augustijn hanya tertawa sembari menenggak satu gelas sloki wisky, "berhentilah berlagak saudaraku, istri barumu itu HAHAHA ..." Augustijn tertawa dengan keras sembari bertepuk tangan, "istri barumu itu gila, aku lebih baik melajang dan bercinta dengan para gundik daripada harus mencintai seseorang hingga buta seperti kau," Ejek Augustijn membuat Zander berdecih.
"Lagipula, dia itu hanya terlihat seperti orang kita, hanya bungkusnya saja Mijn Broer, jiwanya tetaplah kotor seperti para inlander lainnya," Lanjut Augustijn.
"Apa pantas seseorang yang tergila-gila dengan vagina para gundik inlander berkata seperti itu kepadaku?" Zander menaikan sebelah alisnya sembari menghembuskan asap dari bibirnya. Dan tawa yang semakin kencang menyambut Zander, Augustijn seperti kesetanan menertawakan sang kawan bak tak akan ada hari esok.
"Bertanyalah pada diri kau sendiri, bukankah bercinta dengan rakyat Inlander terasa berbeda? Kau bisa membandingkannya dengan Issabele bukan?"
Tbc ...
Yg banyak votenya biar cepet update hwhw
KAMU SEDANG MEMBACA
Pribumi [Jaedy]
FanfictionCOMPLETED Cerita ini berlatar pada jaman penjajahan kolonial Belanda, di mana seorang perempuan yang lahir dari hasil pernikahan campuran antara Bangsawan dari Netherland (Belanda) dan rakyat Pribumi di paksa menikah dengan Bangsawan dari Netherland...