Atikah tak menanggapi dan hanya terus menunggu bagaimana kelanjutan pengisian data dari londo kaya raya itu. Tak dapat di pungkiri bagaimana cara Zander bicara adalah khas seorang Netherland yang merasa dirinya sangat amat super power dan dapat mengendalikan segalanya. Maka dari itu Atikah tak ingin mengalah barang sedikitpun.
"Meneer tempat ini bukanlah tempat yang tepat untuk membicarakan hal seperti ini, bukan? saya tau kau orang yang berpendidikan juga seorang bangsawan terhormat, jadi, bisakah kau membedakan di mana baiknya seseorang berbicara tentang urusan pribadi?" Ujar Atikah karena merasa sangat kesal dengan bagaimana tingkah Zander yang seenaknya.
Zander terkekeh geli, lalu bertepuk tangan, betapa kagumnya Zander dengan kesombongan perempuan itu, tak pernah sekalipun Zander bertemu dengan anak gundik yang sesombong Atikah sebelumnya, "lalu, kau mau kita berbicara di mana? Di rumahmu? Di rumahku? Atau ... op mijn bed nadat we de liefde hebben bedreven? (Di atas ranjangku setelah kita bercinta?)"
Brakkk ...
"Meneer!" Atikah menggebrak meja dengan wajah memerah, bahkan beberapa orang kini memberikan atensinya. Hampir saja Atikah menampar lelaki tampan itu tetapi segera ia urungkan karena Atikah menyadari posisinya sama sekali tak menguntungkan, "tolong bekerja samalah sebentar, kita bisa bicara nanti jika kau benar-benar ingin bicara dengan saya."
Mendengar itu tentu saja Zander lebih memilih menjadi sosok kooperatif untuk sementara.
****
Sekitar pukul 4 sore, Atikah akhirnya telah menyelesaikan jam kerjanya karena itu ia ingin segera pulang dan merebahkan diri di atas kasur empuknya. Seharian duduk membuat punggungnya terasa sakit, beberapa kali kakinya juga terasa kesemutan tetapi mau bagaimana lagi jika dirinya tak ikut andil dalam kepengurusan desa warga pribumi akan di persulit segala kepengurusan dokumen mereka.
Walaupun sesungguhnya Atikah tak sudi jika saja ia tak memikirkan berapa banyak warga yang akan kesulitan tanpa bantuannya.
"Saya pulang duluan, selamat bekerja," Ujar Atikah kepada beberapa pegawai lain yang masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya.
Tetapi baru saja tiba di halaman, Atikah di kejutkan dengan sosok Zander yang terlihat duduk di atas kap mobilnya sembari menghisap batang tembakau. Atikah menghela napas meredam rasa kesal yang telah sampai di tenggorokan. Ia memutuskan untuk berjalan lurus melewati londo gila itu.
Zander tersenyum sembari mematikan rokoknya, setelah itu tangannya segera menarik lengan Atikah yang terlihat siap jika saja sang lelaki berlaku seperti itu, lama kelamaan Atikah semakin hafal tabiat seorang Jacob Van Zander.
"Kau sedang berpura-pura lupa, atau sengaja melupakan janji?" Ucap Zander sembari menarik Atikah ke hadapannya.
"Saya rasa kita tak pernah membuat janji," Ucap Atikah tanpa rasa takut.
"Kau bersungguh-sungguh ingin menguji kesabaran saya? Sekarang masuk ke dalam mobil, kita bicara."
"Meneer, kau tak bisa seenaknya--"
"Masuk."
Zander membuka pintu penumpang dan menatap Atikah penuh intimidasi. Terpaksa Atikah memasuki kendaraan mewah itu sembari menahan kesal. Entah bagaimana cara untuk melawan seorang Zander yang memiliki seribu satu cara untuk membuat Atikah setuju akan apapun yang ia inginkan.
Atikah tak bicara sepatah katapun kala Zander membawanya entah kemana. Zander sama sekali tak memberi tahu maupun membuka mulut untuk sekedar bertanya sepertinya lelaki itupun sama kesalnya. Bagaimana tidak, mereka selalu berada dalam tensi yang panas setiap kalo bertemu, tak ada kesan hangat apapun di antara mereka.
Mobil Zander akhirnya berhenti di sebuah rumah kaca yang letaknya berada di area kebun teh yang Atikah tebak kebun itu juga merupakan milik Zander. Sangat luas dan hijau, udara sore itu juga terasa sejuk membuat Atikah merasa sedikit mengantuk.
"Masuk ke dalam, kita bicara di dalam," Ujar Zander sembari berjalan lebih dulu sementara Atikah hanya mengekori lelaki itu.
Zander duduk di sebuah kursi dengan meja kecil di hadapannya, sementara Atikah duduk di kursi sebrang membuat mereka saling berhadapan. Sejujurnya Atikah tak sudi mengikuti apapun yang Zander inginkan, tetapi Atikah masih memiliki kesadaran tentang hutang peninggalan ayah sialannya itu.
"Indah, bukan? semua bisa kita lihat tanpa harus takut basah jika hujan turun?"
"Apa tujuan kau mengajakku ke sini, Meneer, saya rasa tak ada hal yang penting yang harus kita bicarakan," Atikah berkata dengan intonasi datar.
"Membicarakan soal hutang orangtuamu, Atikah, kau tau, bukan, kau telah di jadikan jaminan pelunas hutang?"
"Demi Tuhan saya akan membayarnya--"
"Hahaha ... " Zander sontak tertawa keras bahkan sebelum Atikah selesai berbicara, lelaki itu tertawa sangat keras sembari bertepuk tangan yang terlihat amat mencemooh, "astaga ... Kau lucu sekali, apa ... Hhh ... Kau tak tau jika hutang orangtuamu telah jatuh tempo 5 tahun yang lalu, dan kau! Kau ku biarkan hidup tenang hingga si tua bangka itu mati tanpa membayar hutangnya?" Zander berkata sembari di akhiri dengan emosi karena sejujurnya ia sangat marah ketika Van Gils tak sedikitpun membayar dari uang yang ia pinjam.
"Saya memang tak tau jika almarhum Bapak saya memiliki hutang kepada Meneer tapi saya berjanji akan melunasinya. Jadi tolong beri saya waktu sedikit lagi."
"Kau tau seberapa banyak uang yang orangtuamu pinjam? Semua hutangnya setara dengan dua puluh kali panen teh di seluruh perkebunan yang saya miliki. Butuh seumur hidup kau untuk melunasinya!" Tegas Zander karena melihat Atikah masih saja tegas dengan kesombongannya meski dalam posisi yang tersudut.
"Saya tahu butuh waktu bertahun-tahun, tetapi saya akan berusaha Meneer."
"Saya tak lagi memberi tenggat waktu, saya menginginkan kau, kau yang kembali menjadi seorang rakyat Netherland dan melepaskan baju jelek yang kau pakai, saya merasa jijik melihat rakyat Netherland meniru bagaimana cara inlander berpakaian!"
Tbc ...
Please vote dan komen :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Pribumi [Jaedy]
FanfictionCOMPLETED Cerita ini berlatar pada jaman penjajahan kolonial Belanda, di mana seorang perempuan yang lahir dari hasil pernikahan campuran antara Bangsawan dari Netherland (Belanda) dan rakyat Pribumi di paksa menikah dengan Bangsawan dari Netherland...