9 : Pasrah

478 84 8
                                    



















Tentu saja reaksi Atikah sangat terkejut mendengar penuturan perempuan itu, tak dapat terbayangkan oleh Atikah Hasnah akan berbuat tindakan ceroboh yang berbahaya, lalu bagaimana ia akan menolong Hasnah sedangkan hutangnya pada Zanderpun masih entah bagaimana cara ia melunasinya.

"Kenapa kau melakukan ini, Hasnah? Jika kau kesusahan bicaralah padaku."

Sembari menangis Hasnah memegang kedua tangan Atikah, "anakku, Abirama sakit Atikah ... Abirama ... Abirama terjangkit malaria dan harus di bawa ke rumah sakit di Batavia. Jika tidak, nyawanya tak lagi bisa tertolong."

Mendengar itu tentu saja Atikah semakin marah, marah kepada Hasnah yang diam saja dan tak meminta pertolongannya, juga marah terhadap dirinya sendiri yang tak perhatian terhadap sahabat yang telah ia anggap bak adiknya sendiri.

"Yaallah Hasnah, kau harusnya bicara padaku, tak perlu kau melakukan hal seperti ini aku akan berusaha membantu kau, tak perlu kau sampai begininya!" Kali itu Atikah tak lagi bisa menahan sisi sentimental setelah mendengar penjelasan Hasnah.

"Lalu, apa kesimpulan dari diskusi ini? Bukankah intinya sudah jelas jika kalian berdua tak menemukan solusi?" Zander berucap sembari menghampiri Hasnah dan Atikah yang masih dalam posisi terduduk di lantai.

Atikah menatap Zander penuh ketidak sukaan sementara Hasnah hanya dapat menunduk ketakutan, "saya memiliki jalan keluar untuk menyesaikan semua ini, apa kau mau tahu, Atikah?" Tanya Zander dengan nada suara mengejek seperti biasa.

"Jika kau macam-macam aku tak akan sudi--"

"Sssttt ... " Zander menaruh jari telunjuknya di depan bibir Atikah, "setidaknya ini akan menguntungkan Hasnah dan anaknya. Kau tau, bukan, Malaria adalah penyakit ganas dan tak ada satupun rumah sakit di kota ini yang dapat menanganinya, juga biaya pengobatan pasti akan sangat mahal. Saya dapat menjamin jika kau, apalagi Hasnah tak akan mampu membayar biayanya," Zander berbicara sembari menaikan sebelah alis, "Dan jika kau tak menerima jalan keluar ini, maka Hasnah, tak akan pernah bisa lari dari eksekusinya, bukan begitu?" Zander mengakhiri kalimat dengan senyuman miring tepat di depan wajah Atikah.

Atikah sudah tau seberapa licik Zander tetapi mengapa harus Hasnah yang melakukan kejahatan, mengapa harus sahabat dekat yang ia miliki?

"Lalu, apa yang kau inginkan, Meneer? Apa yang harus saya lakukan untuk membebaskan Hasnah dari hukuman? Kau tau, bukan, kami tak memiliki uang kompensasi atau sejenisnya jadi, apa saya harus bekerja di perkebunan atau menjadi babu tanpa di bayar?"

"Oiiiiii .... rustig, rustig, rustig (tenang, tenang, tenang), tak perlu begitu, karena penawaran yang saya berikan akan menguntungkan kau juga, setidaknya, kau dan keluargamu. Hanya berkorban sedikit," Zander memperagakan 'sedikit' dengan jarinya.

Atikah semakin waspada karena ia mengetahui jelas betapa gilanya seorang Zander, di luar perkiraan Zander ternyata jauh lebih pintar dan lebih kejam dari semua kompeni yang pernah Atikah temui. Sikap sombong, angkuh, egois, keras kepala dan licik seakan telah tertanam dalam dirinya.

"Saya akan membawa Hasnah dan anaknya ke salah satu rumah sakit besar di Batavia, membebaskannya dari hukuman, bahkan saya akan tetap memperkerjakan Hasnah dan ibunya di kebun ini. Juga, menganggap lunas semua hutang orangtuamu, itupun, jika kau mau berkorban untuknya. Tetapi ... Jika kau tak mau, saya akan menghukum Hasnah dan ibunya sekaligus, anaknyapun akan mati jika tak di obati. Maka habislah sudah," Zander berkata sembari berdiri dan menatap Atikah yang masih dalam posisi terduduk di atas lantai.

"Lalu apa yang sebetulnya kau inginkan?" Jujur saja Atikah sudah tak tahan dengan semua ancaman yang Zander berikan karena hanya dengan mendengarnya saja Atikah dapat membayangkan betapa mengerikan seorang Zander.

"Kau tau, apa yang selama ini saya inginkan dari kau, bukan?" Zander sedikit menunduk dan membawa tangannya ke atas dua belah pipi putih nan mulus milik Atikah, "menikahlah denganku dan jadilah seorang perempuan Netherland seperti yang seharusnya, turuti apapun kemauan saya dan jika tidak ..." Zander tertawa kecil, "kau akan melihat Hasnah dan ibunya mati tergantung di atas sana," Zander menunjuk langit-langit ruangan.

"bastaard-"

"Atikah, jika kau tak mau tak usah, biarkan saja aku yang menanggungnya, tak perlu kau turuti ... " Hasnah menggenggam pergelangan tangan Atikah erat.

"Kau sungguh ingin menggantung di atas sana, ah ... Maksudku, kau dan ibumu?" Tanya Zander kepada Hasnah sembari menaikan sebelah alisnya.

Hasnah semakin ketakutan bahkan kini dirinya gemetar hanya dengan tatapan dari Zander. Atikah dapat merasakan tangannya semakin di genggam erat.

Atikah terdiam beberapa saat, matanya memejam erat mencoba manahan amarah, takut, sedih dan merasa tak berdaya di saat bersamaan. Bagaimana bisa dirinya tak memiliki kekuatan apapun di depan Zander kala dirinya dapat memaki dan mengutuk Zander dengan mudah beberapa waktu yang lalu, namun sekarang dirinya tak memiliki pilihan apapun.



"Baiklah ... Akan saya turuti apa mau kau, Zander ... "





































Tbc ...




Zander tuh definisi dari kompeni yang sesungguhnya :)

Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang