Zander keluar dari kamarnya dengan perasaan tak karuan, ia tak bisa menjawab pertanyaan Atikah dan hal itu memperparah keadaan sang istri, Atikah seketika mendiamkannya dan hanya menangis tersedu. Zander paham betul bahwa keinginan Atikah sangat masuk akal tetapi ia tak ingin egois, melepaskan kewarganegaraannya berarti melepaskan segalanya. Tak akan ada yang tersisa untuk kedua putranya.
"Sungguh, saya tak bisa melakukan itu Atikah," Ucap Zander pada dirinya sendiri ketika keluar dari kamarnya, "bagaimanapun pasti ada jalan keluar yang lain selain berpisah denganmu."
"Jacob, apa yang sedang kau lakukan?" Suara Beatrix tiba-tiba saja menyapanya. Beatrix terlihat telah bersiap untuk tidur tetapi sungguh Zander membutuhkan seseorang untuk bercerita sekarang.
"Tante, dapatkah kau menemaniku sebentar?"
***
Atikah terbangun dari tidurnya ketika jam menunjukan pukul tujuh pagi, semalaman Arne menangis hingga membuatnya terpaksa terjaga semalaman. Zander tak masuk ke dalam kamar Atikah tak tahu di mana lelaki itu tidur sesungguhnya masih teramat marah dan enggan berjumpa dengannya. Tetapi keluarga bangsawan memiliki aturan mereka sendiri, makan bersama setiap sarapan dan makan malam adalah hal yang tak boleh ia abaikan demi tatakrama. Ia tak ingin di cap buruk sebagai seorang pribumi.
"Nona, sarapan telah siap, silahkan turun dari kamar," Seorang pembantu berucap setelah sebelumnya mengetuk pintu.
Atikah membawa Arne dalam gendongannya dan menempatkan bayi itu untuk tidur di atas keranjang yang sengaja di sediakan dari pihak Zander. Arne terlihat tenang meskipun matanya terbuka lebar, Atikah bersyukur anak itu tak rewel.
Sementara di meja makan telah hadir seluruh keluarga termasuk Zander yang menatapnya dengan sendu, Jose anak yang tak tahu menahu itu hanya tersenyum kepada Atikah dengan manis bahkan mengucapkan selamat pagi dengan ceria.
"Atikah, bagaimana tidurmu?" Tanya Diederik dengan ramah.
"Baik, Oom," Jawab Atikah singkat dengan senyuman tipis.
Diederik mengangguk, "Makanlah, semuanya makanlah," Ujar Diederik membuat semua penghuni memulai sesi sarapan dengan khidmat.
"Atikah, bisakah kita bicara sebentar?"
Atikah yang hendak kembali ke dalam kamarnya di kejutkan dengan suara Beatrix yang terlihat telah berdiri di belakangnya. Perempuan paruh baya itu tersenyum ramah, sejak awal memang hanya Beatrix yang memiliki ketulusan di antara seluruh keluarga Zander di mata Atikah.
Keduanya tiba di sebuah taman belakang, Arne yang tertidur ia titipkan kepada Jose yang tengah berada di kamarnya memainkan entah apa, sepertinya permainan dari Netherland.
Mereka duduk di sebuah kursi di bawah pohon besar menghadap danau kecil yang di buat keluarga Diederik. Beatrix tak langsung bicara, mata berwarna biru tuanya memandang danau di hadapan mereka dengan sendu yang begitu jelas, bahkan suasana tiba-tiba saja membiru di tengah cuaca cerah Batavia.
"Atikah ... " Sapaan pertama Beatrix membuat Atikah menoleh.
"Apa kau mencintai Jacob?" Pertanyaan Beatrix yang tiba-tiba berhasil membuat Atikah bungkam, cinta? Jika di pikirkan kembali Zanderlah satu-satunya sosok yang sering mengungkapkan perasaannya meski tak pernah ia balas, "apa kau mencintainya Atikah?" Ulang Beatrix membuat air mata Atikah jatuh begitu saja. Padahal itu hanya pertanyaan biasa yang seharusnya mudah untuk ia jawab tetapi entah mengapa dadanya malah terasa teramat sesak dan mulutnya bungkam tak dapat berkata.
"Jika kau tak mencintainya, kau bisa meninggalkan Jacob Atikah. Tak peduli dia mencintai kau atau tidak, sekarang dia tak akan berani menyakitimu seperti dahulu kau adalah ibu dari putranya. Maka jika kau tak mencintainya kau bisa meninggalkannya biarkan aku yang mengurus Jacob nanti."
Ah, sungguh ia tak sanggup mengatakan apapun selain menangis, perkataan Beatrix membuatnya tersadar jika membayangkan berpisah dari Zander terasa menyakitkan bahkan sebelum itu benar-benar terjadi. Ternyata ia tak sungguh-sungguh menginginkan hal itu.
"Lalu jika kau mencintainya tetapi kau ingin berpisah karena syarat itu, apa kau ingin mendengarkan sebuah jalan keluar dari perempuan tua ini?" Kali itu mata Beatrix menatap langsung ke arah mata Atikah yang telah terbanjiri air mata. Kepala Atikah mengangguk begitu saja, Beatrix tersenyum lalu meraih tangan Atikah ke dalam genggamannya.
"Atikah ... Aku adalah bibinya tentu saja aku akan mengatakan hal baik tentang Jacob tetapi aku tak akan membual, aku tak suka seseorang yang mengatakan sesuatu tanpa fakta jadi aku akan mengatakannya dengan jelas jika Jacob yang ku kenal adalah apa yang akan aku katakan padamu sekarang," Beatrix menatap jauh ke arah danau, kembali ia mengingat sosok Zander kecil yang begitu manis dan jujur, "sejak awal ia ingin mengejarmu akulah orang pertama yang mengetahuinya. Ibunya telah meninggal sejak ia kecil, ayahnya sibuk mengurus usaha keluarga dan segala sistem dalam keluarga, ia besar dengan melakukan segala hal yang diinginkannya. Dia keras kepala dan sedikit kasar jika sesuatu yang ia inginkan sulit untuk di dapat. Jadi mewakili Jacob aku meminta maaf atas sikapnya dulu terhadapmu."
Beatrix mengusap punggung tangan Atikah dalam genggamannya, "tetapi di balik semua yang ia lakukan, Jacob adalah sosok yang sudah berniat memelukmu sejak awal. Ia tahu jelas kesalahan Gerard dan pria itu yang menitipkanmu padanya untuk menjaganya. Kau hanya tak tahu Atikah dan Jacob yang memulainya dengan langkah yang salah hingga kau membencinya--"
"S-saya tak membencinya ... Saya tak membencinya Tante ... " Kini Atikah tergugu dalam tangisan sembari meremat kuat genggaman Beatrix menyalurkan segala kesedihannya, "saya hanya kecewa ... Tetapi saya tahu dia tak sejahat itu ... "
"Aku mengerti, kau hanya tengah di liputi emosi. Tetapi ketahuilah, jika Jacob menyetujui persyaratan itu demi putra-putranya dan dirimu. Jika ia bersikap egois dan meninggalkan kewarganegaraannya demi dirimu, Jose dan Arne tak akan mendapatkan apapun, Jacob tak ingin putra-putranya kesusahan. Ia tak ingin menjadi Gerard selanjutnya yang membuat hidupmu susah, bisakah kau mengerti perasaan seorang ayah?" Beatrix melepaskan genggamannya lalu menaikan sebelah tangan guna mengusap lembut pipi Atikah yang basah, "Satu-satunya nasihat dariku yang semoga saja menggugah perasaanmu sebagai seorang ibu adalah, seorang ibu tak akan membiarkan putra-putranya kehilangan segala haknya hanya karena keegoisannya seorang. Posisikanlah dirimu sebagai sosok yang dapat melindungi hak anak-anakdan suamimu Atikah, jangan sampai putramu membenci ayahnya hanya karena keegoisanmu seorang. Jika kau ingin kembali menjadi dirimu semula, lakukanlah saat semua hak Jose dan Arne terpenuhi hingga tak ada seorangpun yang dapat mengganggu mereka. Kau paham maksudku, bukan?"
Tbc ...
Haduh drama sekali chapter ini yorobun :"(
KAMU SEDANG MEMBACA
Pribumi [Jaedy]
FanfictionCOMPLETED Cerita ini berlatar pada jaman penjajahan kolonial Belanda, di mana seorang perempuan yang lahir dari hasil pernikahan campuran antara Bangsawan dari Netherland (Belanda) dan rakyat Pribumi di paksa menikah dengan Bangsawan dari Netherland...