5 : Pengganggu

540 91 19
                                    
























Atikah dan sahabat karibnya Hasnah tiba di sebuah pondok kecil yang berada di tengah perkebunan teh, pondok itu biasa di pakai para pekerja untuk beristirahat seperti menunaikan ibadah maupun makan siang. Atikah sengaja membawakan beberapa makanan yang ia masak dari rumah untuk Hasnah dan Ibu Hasnah.

Ada tumis kangkung, tempe dan tahu goreng juga sambal buatan tangan dari Atikah yang di kenal sosok perempuan yang terampil dalam berbagai hal termasuk memasak tentunya.

"Kau tak perlu repot-repot Atikah, Emak juga sudah membawa makanan dari rumah," Ujar Hasnah yang tak enak karena sering kali di bawakan makanan oleh perempuan itu.

"Tak usah kau merasa tak enak Hasnah, aku sengaja memasak dan membawanya ke sini agar bisa makan bersama-sama. Di rumah terlalu sepi, kadang rasanya tak enak makan di meja makan sendirian."

Hasnah terkekeh, "menikahlah, Atikah, kau tak akan merasa kesepian di siang maupun malam hari."

"Lihatlah saja kau sendiri Hasnah, bahkan masih menjanda sejak di tinggal mati."

Keduanya tertawa geli karena candaan mereka sendiri, memang benar Hasnah adalah seorang janda yang di tinggal mati suaminya karena sebuah kecelakaan kerja kala bekerja membangun sebuah jalan kereta di desa seberang, jangan salah tangkap karena pada dasarnya tak ada siapapun yang tersinggung di antara mereka.
























***




















Atikah baru saja selesai membersihkan diri setelah bangun tidur sedari pukul 4 pagi. Dirinya memasak, berbenah rumah, memberi makan beberapa hewan ternak seperti ayam dan beberapa kelinci. Dirinya begitu sibuk di pagi hari karena harus bekerja di kantor desa setelah sehari kemarin mendapatkan libur.

Meskipun Atikah merasa tak beruntung di hari libur mingguannya itu setidaknya dirinya masih dapat beristirahat.

Atikah berjalan kaki ke luar rumah dengan menggunakan kebaya berwarna putih dan kain jarik berwarna coklat tua. Rambutnya di cepol rapih dengan anting giwang berbentuk bunga sebagai pemanis. Sungguh Atikah terlihat begitu mempesona dengan mataya yang berwarna gelap dan rambut pirang khas orang eropa.

"Atikah, bagaimana hari liburmu?" Tanya Hasan, seorang Pribumi yang juga bekerja di sana kala Atikah baru saja memasuki pintu utama. Ngomong-ngomong Hasan telah menyukai Atikah sejak lama.

"Biasa saja, Hasan. Saya hanya sedikit liburan ke kebun teh, menemani Hasnah memetik," Atikah bicara sembari menaruh tasnya di atas meja tempatnya bertugas, tentu saja dengan mesin tik dan beberapa kertas di atasnya.

"Oh, ya," Hasan mengeluarkan sekotak Oenbitjkoek atau kue rempah khas Netherland yang biasanya tak di jual di toko-toko dan hanya dapat di buat oleh seorang londo asli, tentu saja membuat Hasnah mengernyitkan dahi, "untuk kau, saya tau kau belum pernah mencobanya, bukan?"

Ini dia, sikap seorang Hasan yang tak pernah Atikah sukai, Atikah tau jelas jika Hasan bukanlah seorang lelaki dari kalangan bawah. Ayahnya merupakan seorang mandor di Batavia sana dan sangat dekat dengan Londo.

"Untukku?" Tanya Atikah berpura-pura tak mengerti.

"Ya, Bapakku yang membawanya khusus untuk kau. Buatan Noni asli, kau pasti belum pernah memakannya, bukan?"

Ingin rasanya Atikah terbahak kala mendengar pernyataan dari Hasan, bagaimana tidak, dirinya bahkan beberapa kali pernah membuat kue itu.

"Terimakasih, Hasan," Tetapi akhirnya Atikah menerima karena tak enak jika menolak pemberian oranglain.

Setelahnya Hasan kembali ke tempat duduk di seberangnya, lalu Atikah juga mulai sibuk dengan data-data penduduk baru yang harus ia urus kelengkapan berkasnya.

Tak berapa lama, suara kendaraan beroda empat terdengar memasuki area balai desa, Atikah sedikit banyak heran karena ia merasa jarang sekali mendengar ada seseorang yang membawa kendaraan mahal itu jika bukan londo yang datang.

Mata Atikah menyipit kala memastikan jika sosok yang ia perkirakan adalah seorang londo karena dari pakaian hingga rambutnya sudah tak di ragukan lagi, tetapi yang membuat Atikah semakin penasaran adalah karena sosok itu terlihat tak asing.

"Goedemorgen," Sapaan yang terdengar tak asing begitupun suara lelaki itu membuat Atikah segera tersadar jika sosok yang datang adalah seorang meneer yang sangat ia hindari.

"Selamat pagi Meneer, ada keperluan apa?" Tanya Hasan dengan ramah.

"Saya ingin meminta tanda tangan kepala desa, untuk mengurus kepindahan sekolah anak saya, apakah kepala desa ada di sini?"

"Ohh ada meneer, silahkan ke bagian pendataan dahulu, di sebelah sana."

Tepat setelah Hasan bicara, Zander segera membalikan tubuhnya dan sedikit terkejut kala melihat seorang perempuan yang juga terlihat tengah memperhatikannya. Zander baru mengetahui bahwa perempuan sombong itu bekerja di balai desa.

"Kau," Ucap Zander sembari berjalan menghampiri meja Atikah.

"Silahkan, Meneer, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Atikah bersikap seprofesional yang ia bisa.

"Tak saya sangka, kau ternyata seorang pegawai untuk Netherland, kau ke manakan sikap sombongmu itu?"

"Maaf Meneer, silahkan isi kertasnya dengan data diri--"

"Atikah," Potong Zander membuat perempuan itu kian menatapnya bingung, "kau lebih cocok bekerja di rumah saya, menjadi istri yang baik dan akan saya penuhi semua kebutuhanmu."








































Tbc ...

Atikah ini tipe cewek yang keras kepala ...



Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang