22 : Siasat

531 87 8
                                    





















Belum sempat tinju melayang ke arah sosok di bawahnya Jose terlebih dulu di tarik menjauh oleh Atikah sehingga sinyo itu berakhir terjatuh ke tanah sembari di tahan oleh Tatang. Jose sibuk meronta tak terima jika ada yang menahannya meluapkan emosi.

"LEPAS, LEPASKAN SAYA, SAYA AKAN MENGHABISINYA LEPAS!!" Teriak Jose tetapi Tatang tak melepaskan sang majikan sesuai kehendak Atikah.

Hingga kemudian Atikah memeluk Jose walaupun ia masih meronta bahkan badan Atikah terasa sakit karena rontaan Jose tak sebanding dengan tenaganya yang kecil.

"Tenanglah Jose!"

Sementara Raden telah di bawa pergi oleh kawan-kawannya karena jika tetap di sana Jose akan semakin mengamuk. Atikah dapat merasakan amarah Jose sejak remaja itu mulai berteriak, entah kenapa Jose terlihat begitu emosi ketika seseorang menghinanya Atikah mulai berpikir jika Jose sedikit berbeda dari Zander. Jose mungkin memiliki sedikit lebih banyak kasih di hatinya.






















Jose dan Atikah berada di sebuah saung yang berada di sekitar sekolah yang memiliki pemandangan hamparan luas kebun teh, keduanya hanya terdiam beberapa saat sampai Atikah mulai memperhatikan wajah Jose yang memerah dan terlihat masih di liputi emosi.

"Mau Ibu ambilkan minum?" Tanya Atikah lembut. Sementara Jose yang masih begitu heran dengan sikap Atikah menatap perempuan itu dengan ekspresi aneh.

"Kau tak salah? Kau memanggil dirimu sendiri dengan sebutan Ibu?"

"Karena memang begitu, Jose. Saya adalah ibumu sekarang," Jawab Atikah sembari tersenyum lembut.

Jose berdecih lalu mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangannya sendiri.

"Kaupun berpikir begitu bukan? Jika tak begitu kenapa tadi sampai bertengkar cuma karena mereka menghina saya?"

"Karena kau menikah dengan Papa, tak mungkin saya diam saja saat seseorang menghina istri dari Papa," Jawaban Jose tak ada bedanya dengan ucapan Atikah sebenarnya hanya saja Jose mencoba menghindar mengakui kebenaran itu.

Atikah tak membalas selain dengan senyumannya setelah itu Atikah meminta Tatang untuk mengambilkan segelas air ke rumah salah seorang warga yang Atikah kenali. Atikah tersenyum hangat sembari menatap Jose yang masih sibuk menatap ke arah hamparan kebun teh di depannya.







****




Hari berlalu Atikah akhirnya mendapati sosok Zander yang terlihat baru saja turun dari mobil sembari menenteng tas kesayangannya. Lelaki itu terlihat sedikit lesu dan Atikah tentu saja mengerti tugasnya sebagai bangsawan yang terhormat sangat mungkin memberinya tekanan.

Menyadari hal itu Atikah bergegas menghampiri sang suami lalu membantu membawakan tasnya, Zander hanya menatap sang istri sembari tersenyum hangat di tengah raut lesunya. Apapun motif di balik sikap Atikah yang mendadam berubah Zander tak akan menganggap itu sebagai ancaman karena nyatanya Atikah tak akan pernah dapat melangkahinya.

"Istirahatlah Meneer, kau pasti lelah setelah perjalanan panjang," Ujar Atikah sembari menaruh tas Zander ke dalam lemari.

"Ya, tetapi di mana Jose? Saya tak melihatnya sedari tadi."

"Di kamarnya, tak tau kenapa anak itu mengurung diri dan hanya pergi ke luar ketika sekolah."

Mendengar itu Zander mengernyitkan dahi, tak biasanya Jose bersikap seperti itu, "apa ada yang terjadi selama saya pergi?"

Atikah menatap Zander sembari memasang raut khawatir membuat Zander yang melihatnya kian gelisah, "katakanlah, Atikah, tak perlu takut," Zander meraih tangan sang istri lalu mengusapinya lembut.

"Sebenarnya ... " Atikah menunduk sembari menggigit bibirnya, "sebenarnya ... Jose membuat keributan di sekolahnya beberapa hari yang lalu."

Mendengar itu Zander sontak membelalakan mata, bagaimana tidak selama 15 tahun mengasuh sang putra tak sekalipun Zander melihat Jose bertengkar dengan oranglain apalagi di lingkungan sekolah.

"Kau tak salah?" Tanya Zander dengan raut terkejut.

"Ya, tapi jangan marah dulu, Jose melakukan itu karena dia membela saya."

Mendengar tuturan Atikah malah membuat Zander semakin heran, membela Atikah? Apa ia tak salah dengar?

"Kau serius Atikah?"

"Tentu saja Meneer putramu membela saya, dia mengamuk terhadap orang yang berkata buruk tentang saya. Lalu dia memukulnya."

Tiba-tiba Zander terkikik sembari menutup wajahnya, lelaki itu mengusap surainya lalu menatap kembali wajah sang istri yang terlihat bingung dengan reaksi Zander. Bagaimana tidak, Atikah tak dapat menebak apakah reaksi Zander adalah reaksi sebelum lelaki itu akan memakinya ataukah tawa yang tulus mendengar apa yang putranya lakukan.

"Baiklah ... " Zander masih meredakan sisa tawanya sebelum akhirnya berdiri dan memeluk Atikah dengan erat, "kau uruslah segala keperluan Jose mulai sekarang, tak perlu takut untuk memarahinya. Dia putramu juga Atikah," Ujar Zander dengan posisi masih memeluk tubuh mungilnya.

"Apa kau serius menyerahkan Jose dalam pengasuhanku Meneer?" Pertanyaan Atikah sontak membuat Zander melepaskan pelukannya dan memberikan usapan lembut di sisi wajah sang istri.

"Lakukanlah apa yang menurut kau baik untuk Jose. Anak itu memang membutuhkan sosok ibu."


Dengan begitu senyuman Atikah kian melebar hingga matanya ikut tersenyum bahagia, karena dengan itu Atikah mulai perlahan mendapatkan satu persatu tujuannya yang ia pikir tak sulit juga membuat Zander luluh dan memberikan segala yang ia inginkan.

Atikah berpikir Zander begitu mudah untuknya.

































Tbc ...

Up lagi kalo 30+ vote yaa <3



Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang