15 : Pernikahan

575 92 5
                                    


























Apa hal yang lebih gila juga tak nyata, apa hal yang lebih dapat di terima daripada segala hal di dunia, hal yang begitu menyakitkan sehingga tak sanggup jika harus menatap lurus pada berbagai kenyataan pahit yang terpaksa di telan bulat-bulat hingga tak bersisa. Bagaimana menerima kenyataan pahit kala diri tak berdaya melawan nestapa.

Apa yang dapat di lakukan seorang wanita yang harus tunduk di bawah kuasa seorang pria, yang tak hanya lebih kaya tetapi juga mempunyai berbagai upaya mematikan untuk menghentikan segala perjuangan yang selama ini telah ia bangun sejak remaja hingga beranjak dewasapun akhirnya Atikah harus mengakui jika dirinya hanyalah seorang pribumi yang aka pasrah jika telah di hadapkan dengan kekuatan seorang yang jauh lebih berkuasa.

Ia tak ada sedikitpun kekuatan bahkan hanya untuk angkat bicara menyuarakan keinginannya.

"Tak pernah terbayangkan olehku, Lis, aku harus mengenakan gaun pernikahan seperti ini bukan kebaya dengan budaya kita," Ucap Atikah sembari menatap cermin di hadapannya. Dirinya kini tengah mengenakan gaun berwarna putih bersih mencerminkan kesucian yang sama sekali tak indah baginya.

Lilis terdiam mengusap lembut bahu sang kawan sejalan sembari menepuk pelan menguatkan, "Kanjeng Gusti pasti punya maksud baik dengan semua yang harus kau lalui Atikah. Kau adalah perempuan terkuat yang pernah aku kenal."

Atikah menundukan kepala lalu tangannya dengan pelan mengusap lelehan air mata yang tak sanggup lagi untuk dirinya sembunyikan, "di mana Hasnah?"

"Dia tak mau bertemu kau, dia malu. Hasnah bilang dia mau menunggu saja di tempat acara nanti."

Wajar saja Hasnah bertingkah seperti itu karena secara tak langsung juga Hasnahlah salah satu penyebab paling besar terjadinya pernikahan antara dirinya dan Zander. Tetapi Atikah tak kuasa untuk menyalahkan sang sahabat yang memiliki kehidupan jauh lebih sulit darinya.

"Tak perlu kau pikirkan Atikah. Fokuslah sekarang agar Zander tak bertingkah," Lanjut Lilis yang berhasil membuat Atikah kembali pada kesadarannya. Jika nasi telah menjadi bubur maka tak ada jalan lain selain menikmatinya.























***


















"bruid en bruidegom kus alsjeblieft (pasangan pengantin, silahkan berciuman)"

Mendengar itu Atikah sontak terkejut, pernikahan secara agama yang di lakukan dengan prosesi agama yang di anut Zander memanglah telah biasa melakukan hal semacam itu, tetapi bagi Atikah hal itu sangat memalukan sama sekali tak mencerminkan budaya ketimuran.

"Jangan panik, kau telah sah menjadi istri saya Atikah, banyak rekan kerja saya yang datang," Zander berucap dengan lirih sembari mencengkram pinggang sempit sang puan.

"Tapi saya--"

Cup!

Zander mencuri ciuman dari sang istri yang sontak membuat para tamu undangan riuh bertepuk tangan. Atikah sedikit tertegun sehingga merasa tak dapat mengucapkan apapun bahkan memakipun ia tak bisa.

"Menurutlah mulai sekarang, Mijn vrouw (istriku)," Tutur Zander dengan nada mengintimidasi sementara Atikah bak api yang tersiram bensin semakin berkobar amarahnya terhadap lelaki itu juga terhadap dirinya sendiri yang tak dapat berbuat apapun.















"Jadilah perempuan yang baik, atau kau akan tahu akibatnya Atikah," Ancaman yang keluar dari sosok Jose Van Zander kala keduanya bertemu di lantai dansa sama sekali tak membuat Atikah takut, pun, terkejut. Sikap Jose memang sangat mirip dengan Zander bahkan Jose memiliki lidah sedikit lebih tajam dari sang ayah.

"Kau tau, setelah saya menjadi ibumu, kau akan sangat mencintai tanah ini dan membenci kelakuan Papamu."

"onmogelijk (mustahil), kau pikir kau siapa? Kau hanya seorang inlander yang beruntung menikahi papaku yang seorang bangsawan!" Tegas Jose tanpa mengalihkan tatap tajamnya.

"Kita lihat saja nanti, mijn zoon (putraku)."

Jose nyaris berteriak murka mendengar ancaman dari Atikah sebelum sosok Zander menghampiri keduanya dan menghentikan adu mulut antara ibu dan anak tiri itu.

"Atikah, kau harus bertemu dengan rekan-rekan saya," Ucap Zander sembari mengaitkan tangannya kepada bahu sang istri.

"Saya masih lelah."

"Tak ada bantahan atau kau akan tau akibatnya nanti malam," Ancaman itu membuat pikiran Atikah melanglang buana mencari di mana pikiran Zander berada yang sontak membuat atikah ngeri setengah mati.

"Jose, ada Hans bersama saudarinya datang. Sapalah mereka," Lanjut Zander membuat sang anak segera pergi ke arah di mana keluarga bangsawan lainnya itu berada. Sementara Atikah akhirnya hanya pasrah di bawa pergi dalam genggaman erat sang suami.

"Het is eindelijk zover, mooie vrouw mijn vriend! (Akhirnya datang juga istri cantik kawanku)," Ucap seorang lelaki bermata hijau dengan tinggi sekitar 6 kaki dan memiliki kulit putih pucat khas bangsa Netherland.

"Sapalah, dia Albert Swart, salah satu pemimpin pembangunan untuk NISM yang akan di bangun di kota ini tahun depan, ini Anthony Spoor, pemilik tambang emas di kawasan Netherland New-guinea dan ini Augustijn, sepupu dari ayahku salah satu Komandan di KNIL. Saya rasa saya pernah menceritakan Augustijn, bukan?" Bohong Zander sembari menatap Atikah penuh cinta dan dengan senyum seluas samudra.

"Ya," Atikah mencoba tersenyum sebisanya, "bagaimana rasanya menjadi tuan di rumah oranglain?" Pertanyaan yang mengejutkan dari Atikah membuat Zander dan ketiga temannya mengernyit bingung, "genieten van (selamat menikmati)," Lanjut Atikah sembari mengangkat segelas anggur putih yang bahkan tak ia niatkan untuk meminumnya.


















Footnote :

- Pelopor perkeretaapian di Indonesia Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).

- Angkatan perang kolonial Hindia Belanda. KNIL

- Netherland New-Guinea, Papua Nugini.

















Tbc ...

Selamat menikmati <3






Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang