23 : Menerka

517 74 12
                                    



















Pelesiran ke beberapa daerah selama 3 bulan ke belakang adalah hal yang sangat biasa bagi Atikah, karena bagaimana tidak jika sang suami acap kali pergi ke banyak pesta antar bangsawan Netherland yang mengharuskannya datang menjadi bagian dari mereka, walaupun dengan terpaksa Atikah memajang senyum manis bak putri Belanda tetapi hal itu tak dapat ia hindari demi nama baik Zander dan keluarganya.

Setelah tinggal bersama selama beberapa bulan Atikah kian menyadari jika sosok Zander sedikit berbeda dari londo kebanyakan, Zander memang amat membenci pribumi tetapi ia tak pernah terlihat melakukan kekerasan yang fatal baik melalui fisik maupun verbal terlebih dahulu.

Bisa Atikah lihat dengan sikap lelaki itu terhadap jongos dan babu yang bekerja di rumahnya, Zander memperlakukan mereka seperti manusia tidak seperti Tun kebanyakan yang akan semena-mena kepada bawahannya terlebih seorang inlander yang begitu rendahan di mata banyak penjajah.

Tetapi bukan berarti Zander tak memiliki sisi buruk, ia kadang memaki para pekerja di kebun jika di rasa tak becus dengan makian berbahasa Netherland yang cukup menyakitkan di telinga.

"Kau memaki Hasnah dan ibunya lagi?" Seperti siang itu Atikah yang telah lengkap mengenakan pakaian rapih karena mereka akan berangkat ke Buitenzorg untuk menuju pesta bangsawan terpancing emosinya saat mengetahui dari Lilis jika Hasnah mendapat makian dari suaminya.

"Kenapa? Jika mereka salah harusnya memang saya beri tahu," Jawab Zander santai sembari mengancingkan lengan kemejanya.

"Sudah saya katakan untuk tak terlalu keras kepada mereka, bukan? Kau begitu sulit melakukannya?"

Zander memutar tubuhnya untuk menghadap Atikah lalu menatap dengan malas sang istri, "berhentilah mempermasalahkan hal yang sepele, mijn liefje."

"Kau sudah berjanji untuk menuruti apapun yang saya inginkan jika selalu ikut dengan kau melakukan pelesiran ini, Meneer," Atikah menatap tajam sang suami, "di tambah gaun ini, kau bilang penampilan saya bisa menyelamatkan muka kau di hadapan para pejabat."

"Lalu apa yang harus saya lakukan Atikah, In godsnaam, apakah saya harus bersujud di kaki mereka sekarang juga? Berhentilah mengomel kita bisa ketinggalan kereta."

Dengan itu Zander menutup perdebatan mereka dengan berjalan ke luar kamar sembari mengambil arloji mahal di meja rias di kamar mereka. Sungguh Atikah tak mengerti bagaimana sikap kasar Zander masih melekat walaupun dirinya akui Zander tak sekasar londo lainnya.




























Jose terlihat tengah berdiri di halaman rumah bersama Tatang yang juga tengah memotong beberapa tanaman yang tak elok di pandang mata. Jose telah rapih mengenakan pakaian khas anak remaja bangsa mereka. Rambut pirangnya terlihat begitu rapih remaja itu terlihat sesekali tertawa bersama jongos itu sebelum eksistensi Atikah dan Zander mengalihkannya.

"Jose, kau sudah bersiap?" Tanya Zander yang tengah berjalan ke arah mobil di ekori Asih yang membawa tas berisi pakaian majikannya.

"Ya, sudah Papa. Apa kita akan berangkat sekarang?" Tanya Jose lagi sembari mendekat ke arah kedua orangtuanya.

Atikah hanya tersenyum ke arah sang putra sambung karena nyatanya hubungan mereka tak banyak berubah dengan kejadian beberapa bulan lalu.

"Ja, naiklah, Papa dan Ibumu akan duduk di kursi belakang," Sebutan Ibumu sontak membuat Atikah tersipu, karena akhir-akhir ini Zander membiasakan sang putra untuk bersikap se sopan mungkin terhadap sang istri. Meskipun Atikah belum pernah mendengar Jose secara langsung memanggilnya dengan sebutan Ibu Atikah tetap merasa senang.


























****



























Setelah perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan ketiganya tiba di sebuah hotel yang tak terlalu jauh dari gedung di mana pesta akan di laksanakan. Tetapi Atikah yang mulai merasa tak enak badan segera membawa langkahnya menuju toilet dan memuntahkan isi perutnya. Entah kenapa tubuhnya begitu sensitif terhadap bau-bau dan berbagai jenis kendaraan di perkotaan dan hal itu tak pernah terjadi sebelumnya.

Zander yang melihat itu hanya dapat menunggui sang istri dari luar pintu kamar mandi sembari khawatir karena jujur saja ia cukup terkejut dengan Atikah yang tiba-tiba tak enak badan sementara pesta penting akan di adakan nanti malam.

"Atikah, kau baik-baik saja?" Tanya Zander sembari mengetuk pintu dengan hati-hati.

Namun tak ada jawaban selain suara Atikah yang tengah mengeluarkan isi perutnya terdengar amat menyakitkan membuat Zander semakin khawatir hingga berselang beberapa menit kemudian Atikah keluar dari dalam toilet dengan wajah yang pucat dan mata yang memerah.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Zander tangannya segera merangkul sang istri dan membawanya ke atas ranjang mereka.

"Ya, tak apa, mungkin mabuk perjalanan," Atikah mencoba terlihat baik-baik saja walaupun jelas Zander merasa tak begitu.

"Kau terlihat cukup parah, saya akan memanggilkan Dokter--"

"Tak perlu!" Seruan Atikah membuat Zander cukup terkejut, "m-maksud saya, saya akan istirahat saja Meneer, saya rasa saya akan baik-baik saja nanti malam."

Zander menatap Atikah tak yakin bahkan ia mulai mengernyitkan dahi, "kau yakin? Saya tak mau sesuatu yang buruk terjadi di pesta nanti, Atikah."

Atikah hanya mengangguk dengan seulas senyum di bibirnya, menyembunyikan segala ketakutan yang telah ia terka dalam hati, karena jika benar perkiraannya Atikah masih belum siap, ia belum memikirkan strategi apa yang harus ia gunakan.


























Tbc ...

Jangan lupa komen yang banyak <3



Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang