24 : Bangsawan

494 76 9
                                    






















Atikah menatap pantulan dirinya di depan cermin, gaun berwarna putih bersih serta pewarna bibir, tak lupa perona pipi yang menghiasi wajahnya membuat Atikah muak, bagaimana dirinya terlihat serupa dengan kaum mereka dan hal itu sama sekali tak dapat membuatnya bahagia, Atikah membenci kenyataan jika dirinya telah berwujud serupa dengan hal yang paling dirinya benci.

Di tambah ketika sosok Zander yang terlihat berdiri di belakangnya sembari memajang senyum bangga bak telah memenangkan sebuah perlombaan antara ego keduanya. Zander terlihat begitu angkuh namun Atikah dan dapat sedikitpun melawan keangkuhan itu, dirinya belum dapat melawan saat ia bahkan belum sampai setengah jalan dengan strateginya.

"Sudah siap?" Tanya Zander yang terlihat telah selesai merapikan pakaiannya.

"Ya," Ujar Atikar sembari memasang seulas senyum.

"Tapi kau yakin? Kau terlihat tak baik, Atikah, sepertinya dokter harus memeriksa-"

"Tidak!" Seru Atikah, menyadari nada tingginya perempuan itu sontak melebarkan senyumnya, "maksud saya, saya baik-baik saja Meneer."

Zander menatap Atikah dari atas hingga bawah lalu tersenyum tampan, "baiklah, Jose telah menunggu di depan sebaiknya kita segera keluar," Zander lalu meraih lengan Atikah, menuntunnya dengan lembut bahkan sesekali ibu jari Zander akan mengusap punggung tangan Atikah.

Melihat itu Atikah hanya menatap tautan tangan mereka, tak ada rasa tersentuh ataupun bahagia karena Atikah tau sosok di sampingnya tak akan pernah menjadi cintanya, Atikah tak sudi harus membagi perasaannya terhadap sosok seperti Zander.














Sesampainya di aula, Zander segera membawa Atikah menuju sekumpulan tamu dengan gaya serupa mereka, sementara Jose telah lebih dulu menghampiri perkumpulan sinyo yang terlihat begitu ramah menyapanya. Zander mengeratkan tautan tangan kala mereka telah berada di hadapan beberapa bangsawan yang terlihat angkuh dan memajang senyum palsu.

"hoi, jonge meester (hai, tuan muda)" Sosok Meneer yang terlihat sedikit lebih tua dari Zander menyapa. Sosok itu menggandeng seorang wanita berparas rupawan dengan mata berwarna hijau yang memukau.

"Hoi, prins," Zander mengangkat tangan kepada lelaki itu sembari merekahkan senyum.

"Kau datang bersama istri barumu, Zander, sangat cantik," Ucap Christopher nama lelaki yang ia sapa.

"Ya, untuk yang keempat kalinya, dia terlihat masih malu-malu," Zander merangkul bahu Atikah dan mengusapnya sementara Atikah hanya tersenyum.

"Je bent getrouwd met een half-inlander, dat blijkt waar te zijn (kau menikahi setengah pribumi, ternyata itu benar)"

Ucapan seorang perempuan yang menganakan gaun berwarna biru gelap dengan tubuh sedikit gempalnya membuat suasana hati Atikah seketika berubah gelap, pernyataan yang sedikit banyak merendahkan itu kian memancing emosinya kala Zander tak berkata sepatah katapun untuk membelanya.

"Pardon, hoe heet u Mevrouw? (Permisi, siapa namamu Nyonya?)" Ujar Atikah dengan nada ramah yang ia buat-buat.

"Mijn naam is Marina en hoe heet jij? (Namaku, Marina dan siapa namamu?)"

"mijn naam is Atikah, u ziet er erg chique uit in uw jurk, mevrouw, het zou fijn zijn als we u in de toekomst goed kunnen begroeten, (namaku, Atikah, kau terlihat sangat fancy dengan gaunmu, Nyonya alangkah lebih baik, jika kita dapat menyapa dengan benar di kemudian hari.)"

Sosok bangsawan itu sontak terdiam dengan jawaban panjang dari Atikah. Ia kira Atikah hanya mampu menguasai bahasa dasar negara mereka tetapi Atikah terlihat fasih yang artinya Atikah berasa dari keluarga yang mampu menyekolahkannya hingga dapat berbahasa seperti mereka.

"je uitspraak is zeer vloeiend juffrouw (pengucapanmu sangat fasih nona)" Puji sosok bangsawan lain yang terlihat ramah sangat berbeda dengan Marina. Tetapi Atikah tau mereka hanya menghargai kehadiran Zander di sana, jika tidak, mungkin ia akan lebih banyak di rendahkan.

Atikah akhirnya hanya diam kala rasa mual dan pusing menderanya secara tiba-tiba. Atikah berusaha keras terlihat baik-baik saja bahkan saat keringat di pelipisnya mengucur deras tetapi Atikah tak menyadari jika ada sosok lain yang diam-diam mengetahui apa yang dirinya rasakan, hingga ketika tangannya sedikit di tarik dan Zander memeluk tubuhnya Atikah amat terkejut.

"Kau mengantuk, Sayang?" Tanya Zander membuat seluruh mata menatap keduanya.

Maka dengan kaku Atikah mengangguk, setelah itu Zander membawa Atikah berjalan ke luar Aula sembari merangkul pinggang sempit sang istri tentu saja setelah berpamitan dengan formal kepada seluruh petinggi yang berada di sana karena bagaimanapun Zander tak ingin terjadi sesuatu yang buruk terhadap sang istri.
























Sesampainya di kamar Zander mempersilahkan Atikah untuk berbaring di atas ranjang, Zander bahkan melepaskan alas kaki yang Atikah kenakan, Zander mendudukan diri di samping perempuan itu lalu mengangkat tangan guna mengusap dahi Atikah yang berkeringat sementara Atikah memejamkan mata sembari mengernyit.


"Jika begini terus, kita tak akan bisa pulang ke rumah, Atikah. Saya harus memanggilkan dokter untuk memeriksa kondisimu."




























Tbc ...

Jgn lupa vote & komentari!

Pribumi [Jaedy]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang