Atikah berjalan memasuki rumah Diederik dengan tergesa, ia ingin menemui Zander dan menunjukan segala penyesalan yang berada dalam hatinya. Sungguh ucapan Beatrix membuat Atikah dapat membuka mata lebar-lebar jika Zander tak pernah egois sejak awal hanya saja lelaki itu salah dalam mengambil langkah. Zander terlalu kasar dan membuat Atikah membenci perlakuannya.
Setelah bertanya kepada putra sulungnya yang berada di dalam kamar Atikah di beri tahu jika Zander tengah mencoba menenangkan Arne yang menangis karena saat bangun tidur tak mendapati keberadaan Atikah di sisinya dan Jose mengatakan Zander membawa bayi itu menuju halaman samping rumah di mana Diderik memelihara burung-burungnya di sana.
Dengan bergegas Atikah pergi menuju tempat itu dengan air mata yang masih membanjiri pipinya, ia ingin bertemu Zander dan bertanya langsung prihal apa yang Beatrix ucapkan tentangnya.
"Meneer!" Atikah memanggil dengan suara gemetar membuat Zander yang awalnya tangah mengajak bicara sang Anak mengalihkan atensinya.
"Atikah, ada apa kenapa kau menangis--"
"Meneer ... " Zander semakin terkejut kala Atikah memeluknya dengan erat sembari menangis tersedu, "Meneer maafkan saya ... "
Zander terdiam tak mengucapkan sepatah katapun ia masih tak mengerti apa yang terjadi dengan istrinya itu, apakah Beatrix berbicara sesuatu terhadapnya? Arne, bayi yang melihat Atikah menangis sontak menunjukan reaksi ikut merengek.
Zander memeluk sang puan dan mengecupi pangkal kepala Atikah dengan tangan satunya menepuk pantat Arne. Melihat Atikah seperti itu tentu saja Zander merasa sedikit lega, sepertinya Beatrix telah membantunya.
"Masuklah ke dalam rumah Sayang, kita bicara di dalam."
Sesampainya di dalam kamar Zander mendudukan istrinya di atas ranjang sementara Arne ia titipkan sejenak pada babu, sepertinya ia akan bicara sangat serius dengan Atikah kali ini.
"Ada apa? Mengapa kau menangis seperti ini?" Tanya Zander sembari mengusap air mata yang berjatuhan dari mata cantik sang puan. Zander menatap Atikah dengan sendu mencoba menyalurkan segala kasihnya.
"Kenapa ... Kenapa Meneer menyembunyikan segalanya dari saya? Mengapa tak katakan sejak awal jika mendiang Papa yang meminta kau menjaga saya?" Ujar Atikah dengan tangisan kian deras.
Zander tak menjawab ia hanya menatap Atikah mendengarkan segala keluh kesah perempuan yang telah satu tahun lebih itu membina rumah tangga dengannya.
"Apa kau tau, karena sikapmu dulu saya jadi tak menyukaimu, kau begitu kasar ... Kau seolah sengaja membuat saya membenci kau, kenapa kau melakukan itu Meneer," Atikah menunduk sembari menangis tersedu. Jujur saja Zanderpun tau itu kesalahannya dalam melangkah, tetapi saat itu hanya itulah satu-satunya cara yang ia pikirkan. Ia bukan sosok romantis yang akan merayu Atikah dengan tingkah sok manisnya.
"Maafkan saya Atikah, memang saya bodoh, saya salah dalam mengambil langkah ... "
"Sekarang bagaimana bisa saya berpisah darimu ... Saya telah sah menjadi istrimu dan kita telah memiliki Arne, lalu bagaimana caranya saya akan meninggalkan kau Meneer ... Bagaimana caranya ... " Atikah menangis semakin tergugu membuat Zander segera merengkuh sang istri ke dalam pelukannya.
"Maka jangan berpisah, jangan tinggalkan saya, kau tau saya tak pernah ingin melakukan hal itu. Jika kau sungguh meminta saya untuk melepas kewarganegaraan dan melupakan keluarga saya, saya akan melakukannya asal jangan biarkan Arne dan Jose kehilangan keluarga mereka," Kini Zanderpun terbawa suasana dan menangis lirih. Ia sungguh tak menyukai ide perpisahan yang Atikah bicarakan. Jika memang tak ada cara lain untuk mempertahankan rumah tangganya maka satu-satunya cara adalah merekalan segalanya.
"Apa yang kau bicarakan Meneer ... "
"Lalu saya harus bagaimana, saya sungguh tak ingin berpisah denganmu Atikah, tidakkah kau paham jika saya sangat--"
"Saya mencintaimu, Meneer ... "
Selaan kata dari Atikah mampu membuat Zander bungkam, suara gemetar Atikah masih dapat ia dengar jelas, cinta, ungkapan cinta yang tak pernah sekalipun ia dengar dari sang puan kini terucap tanpa beban, sepertinya ia tak salah dengar atau dia sedang mengalami halusinasi?
"A-Atikah ... " Keduanya kini beradu tatap, mata sembab Atikah menatap mata biru Zander dalam lalu dengan perlahan Atikah mendekatkan wajahnya semakin dekat hingga hidung bangir keduanya saling bersentuhan.
"Saya mencintaimu, sangat, Meneer. Maka jangan berpikir jatuh cinta sendirian, saya telah jatuh sejak lama, maka demi keluarga kita ... Demi kebahagiaan putra-putra kita, saya akan menyerahkan segalanya ... "
Tbc ...
Besok chapter endnya yah.
Jangan lupa Vote dan komentari!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pribumi [Jaedy]
FanfictionCOMPLETED Cerita ini berlatar pada jaman penjajahan kolonial Belanda, di mana seorang perempuan yang lahir dari hasil pernikahan campuran antara Bangsawan dari Netherland (Belanda) dan rakyat Pribumi di paksa menikah dengan Bangsawan dari Netherland...