Bab 11. Kepulangan

3.7K 153 0
                                    

Sesuai rencana, keesokan harinya Indira pulang dari rumah sakit. Wulan menjemput gadis itu ditemani Aryo di sisinya. Kentara sekali kalau sang suami masih marah pada istrinya itu. Apalagi setiap perhatian yang dia tunjukkan untuk Indira membuat sesuatu di hati Wulan meronta-ronta. 

Ternyata dia tak sekuat apa yang selalu diucapkannya. Ada rasa perih yang menyiksa kala dengan mata kepala sendiri Wulan melihat suaminya memberi perhatian pada Indira. Membuat gadis itu merasa canggung serta sungkan. Apa lagi dia tak enak kalau Wulan melihatnya. Indira tahu istri Aryo tersebut sedang menahan cemburu, dia tersenyum masam dan memandang ke arah lain kala Aryo membukakan pintu belakang mobil untuknya.

“Terima kasih, Mas,” gumam Indira dengan senyum kaku.

Aryo hendak membuka pintu mobil di samping kemudi untuk Wulan, tetapi Istrinya itu telah lebih dulu masuk sebelum Aryo membukanya. Di dalam sana Indira dapat melihat ada yang tak beres di antara keduanya. Ada rasa tak nyaman menyusup hatinya ketika tiba-tiba terlintas kemungkinan yang terjadi.

‘Apa mereka bertengkar? Apakah itu karena aku?’ batin Indira. Gadis itu memperhatikan sikap Aryo sedari tadi yang terkesan dingin kepada Wulan, tak seperti biasanya.

Indira memang disuruh ikut pulang bersama Aryo dan Wulan, sedangkan orang tuanya telah lebih dulu kembali ke rumah mereka menggunakan mobil milik ayah indira. Ada sesuatu yang perlu disiapkan katanya. Sehingga dengan terpaksa gadis itu satu mobil dengan Indira dan Aryo.

Sepanjang perjalanan Wulan mencoba mengajak Indira mengobrol. Membahas persiapan lamaran yang rencananya akan dilakukan Minggu ini. 

Lebih cepat lebih baik kata Wulan, istri Aryo tersebut. Aryo cuma memperhatikan dua wanita di sekitarnya yang sedang mengobrol, hanya menyimak tanpa tahu harus menyahut seperti apa.

Setengah jam kemudian mereka sampai di halaman rumah Indira. Rumah yang tak mewah tetapi juga cukup bagus dari rumah sekitarnya. Kebetulan mereka tak tinggal di kompleks perumahan, tetapi di perkampungan yang padat penduduk. Rumah Aryo dan Indira lah yang paling bagus di sana. Namun, tetap saja sangat kontras dibandingkan dengan milik Aryo, kediaman keluarga Indira lebih sederhana. 

Bagaimana tidak, Aryo memang memiliki karir yang sangat cemerlang sekarang. Bahkan, dengan kerja kerasnya dia bisa memiliki usaha sampingan. Pria itu telah satu tahun belakangan membuka usaha kuliner. Sudah dua cabang restoran yang ada di Jakarta dan  Bandung. Yang semuanya ramai pelanggan. Semua itu dia percayakan pada adik Wulan yang paling kecil, lebih tua dari Yuri dua tahun. Aryo hanya akan mengecek semua laporan  setiap minggu jadi dia bisa fokus menjadi karyawan di perusahaan tempatnya bekerja sampai sekarang.

Mereka turun dan mengantar Indira ke dalam rumahnya. Disambut orang tua gadis itu yang telah datang lebih dulu. 

Indira masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Setelah itu menemui sepasang suami istri tersebut yang sedang mengobrol di ruang tamu bersama orang tuanya sejak tadi. Terdengar sayup-sayup obrolan mereka dari arah tangga oleh Indira.

“Untuk lamaran saya akan datang akhir Minggu ini. Saya perlu memberitahu keluarga dari pihak saya dan Wulan. Bagaimanapun orang tua saya sudah tak ada lagi. Jadi, untuk menikahi Indira restu mereka juga sangat penting,” jelas Aryo. Entah mengapa ucapan pria itu sangat terdengar mantap di telinga Indira. Tak seperti biasanya hanya sang istri yang merancang segalanya.

“Apa Mas Aryo sudah mulai menerimaku? Padahal kukira dia terlihat keberatan sekali saat Mbak Wulan memintaku menikah dengannya,” gumam gadis itu.

Dia menghampiri semua orang yang ada di sana dan duduk si samping Mamanya. Berseberangan dengan Aryo dan Wulan.

Terlihat sekali kali ini Aryo memandang gadis itu tak biasa. Ada getaran di dalam hati kala mata mereka tak sengaja bersirobok. Indira segera menepis pandangannya. Menormalkan detak jantung yang saat ini berpacu seperti sedang berlomba lari maraton.

“Saya sebagai orang tua Indira menyerahkan segala keputusan kepada Indira dan Nak Aryo serta Nak Wulan. Bapak hanya mendukung semuanya sampai lancar hingga hari H. Untuk acara lamaran itu bapak dan Istri saya siap menunggu serta menyambut dengan tangan terbuka.”

Aryo mengangguk setelah dari tadi panjang lebar mengobrol dengan orang tua Indira serta Wulan istrinya. Mereka berpamitan untuk pulang, teringat anak-anak mereka yang pasti sudah menunggu. Apalagi sengaja Aryo meminta izin untuk tidak bekerja hari ini hanya untuk menemani Wulan menjemput Indira dari Rumah Sakit. Mungkin Danish dan Ria sudah menunggu kepulangan Ayah dan Bunda mereka di rumah agar bisa bermain dengan Ayah dan Bundanya.

Aryo dan Wulan sudah turun dari mobil, masuk ke dalam rumah mewah mereka. Terdengar suara anak-anak yang tertawa renyah, mungkin sedang asyik bermain dengan Yuri. Aryo memanggil anak-anak. Tak lama kemudian mereka datang berhamburan meminta dipangku sang Ayah sambil rebutan. Dari ruangan bermain anak keluarlah sepasang suami istri paruh baya. Tak lain dan bukan ialah Ayah dari Wulan. 

Mengetahui orang tuanya berkunjung Wulan segera berlari dan memeluk mereka. Mencium tangan kedua orang tuanya diikuti Aryo di belakang dan melakukan hal yang sama.

“Papa senang rumah tanggamu dan Aryo menantu Papa baik-baik saja setelah yang kakakmu lakukan,” ucap Papa Wulan. Dia belum tahu rencana pernikahan kedua Aryo dengan gadis masa lalunya.

Akankah orang tua Wulan menyetujui menantunya menikah kembali atas keinginan Wulan sendiri? Atau kah menentang keputusan itu?

Bersambung.

Maaf, belum revisi😁😁jadi kalau ada kata-kata yang masih kurang pas. Mohon dimaklumi ☺️☺️☺️

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang