Bab 48. Malam Penyatuan Cinta

6.3K 146 0
                                    

“Ra, kok Mas enggak lihat Bunda dan Ayah?”

“Oh, hari ini mereka nginap di rumah saudara yang lagi hajatan, Mas. Emangnya Mas udah lupa?”

Aryo menggeleng sambil menggaruk pipinya yang tak gatal.

“Mas lupa, Ra.”

“Kebanyakan mikirin kerjaan, jadi gampang banget lupa,” kekeh Indira yang tengah membuka kerudung yang dikenakannya di meja rias.

Tangan Aryo terulur untuk menyisir untaian demi untaian mahkota kepala sang istri.

“Mas lebih baik wudu dulu, deh. Kita salat bareng, ya. Mas jadi imamnya.

Malam memang telah menyambut, kini waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam lebih belasan menit. Sudah waktunya bagi mereka untuk menunaikan ibadah wajib bersama-sama. Kebetulan, magrib tadi Aryo tak salat di rumah, melainkan di mesjid.

“Iya. Kita wudu bareng.”

Sang istri mengangguk dan mengikuti suaminya yang lebih dulu mengambil wudu di kamar mandi. Setelah keduanya suci, Aryo memimpin Indira untuk salat berjamaah. Sangat terasa khusyuk dan damai.

Wanita itu tak pernah menyangka bakal sampai di titik ini. Ia berhasil melepaskan beban di hati karena rasa trauma yang pernah di derita, pun semakin bersyukur karena berjodoh dengan Aryo dengan perasaan keduanya yang saling cinta.

“Makasih, Mas udah mau bersabar dan menerima kekuranganku selama ini. Aku sama sekali enggak nyangka Allah akan menyatukan cinta kita, meski dengan cara yang tak  biasa. Tapi, Mas. Aku tetap harus sujud syukur, mendapatkan suami yang terbaik seperti kamu, Mas,” ujar Indira dengan menatap dalam sang suami. Mereka telah selesai salat dan kini tengah berbaring di atas ranjang. Tangan Aryo memeluk pinggang sang istri. Keduanya telah tak canggung lagi sekarang untuk menunjukkan kemesraan. Meskipun, baru sebatas saling memeluk dan merenggut napas masing-masing.

“Belajar dari mana mengucapkan hal manis seperti itu?”

Indira terkekeh, “Entahlah, Mas. Hanya mengikuti naluri hati saja.”

“Kata-katamu bikin Mas serasa melayang terbang ke langit,” canda Aryo.

“Akunya ditinggal, dong kalau ke langit,” balas sang istri ikut bercanda.

Mereka berdua saling terkekeh.

“Kamu ikut aku. Kita sama-sama ke langit. Bagaimana mungkin Mas bisa meninggalkan istri yang cantik sepertimu.”

Mendengar ucapan Aryo, wajah Indira bersemu merah. Tangan pria itu terulur mengusap pipi sang istri yang terlihat lebih bercahaya malam ini.

Bagaimana tidak, binar itu telah kembali. Akhirnya sang istri ceria lagi seperti dulu.

“Kamu sangat cantik malam ini, Ra,” Bisik Aryo memangkas jarak di antara mereka berdua. Kini, posisi Indira dan dia tengah saling berhadapan.

Ya, malam ini, Indira tak seperti biasanya yang setiap malam memakai piyama panjang dan kerudung instan rumahan. Wanita itu, mencoba ingin menyenangkan sang suami dengan memberanikan diri memakai baju haram.

Pakaian tidur yang sempat Wulan hadiahkan sebelum wanita itu menemui orang tuanya di luar kota. Entah apa maksud istri pertama Aryo tersebut. Yang pasti, Indira merasa ia memang harus mencobanya di hadapan sang suami.

Indira kini memakai gaun berbahan tipis berwarna merah muda dengan tali di kedua pundaknya yang hanya sebesar jari kelingking saja. Pakaian tersebut mengeksplorasi pundak mulus dan bagian dari dirinya yang terlihat putih bersih.

Aryo memang bukan pria mesum, pun tak pernah tertarik atau pun tergoda melihat wanita berpakaian minim. Baginya, itu pemandangan yang biasa apalagi ketika kuliah di luar negeri dulu, tetapi dirinya sama sekali tak pernah berpikir untuk melakukan hal yang tak pantas.

Namun, mengapa berbeda dengan sekarang? Saat melihat wanita yang halal di hadapannya memakai pakaian seperti itu, tubuh pria itu sempat menegang dengan suhu ruangan yang semakin lama kian memanas.

Dorongan kuat dalam diri Aryo memberontak. Bagaimana pun, pria itu lelaki normal. Saat ia dapat memandang penampilan sesuatu yang halal baginya, ia tak dapat mengendalikan diri lagi.

“Kenapa berpakaian seperti ini?” tanya Aryo dengan suara berat.

Mendengar ucapan sang suami wajah Indira penuh dengan tanda tanya, pun kepercayaan dirinya seketika menurun.

“Memangnya Mas enggak suka? Jelek, ya? Biar aku ganti lagi. Aku sudah yakin dari awal, kalau penampilan aku tuh enggak banget dengan pake baju begini. Mana harganya juga lebih mahal dari gamis punyaku lagi. Mbak Wulan buang-buang uang saja.”

Indira hendak bangkit, tetapi Aryo segera meraih tangan sang istri.

“Bukan seperti itu, Sayang. Maksud Mas. Apa kamu enggak takut Mas hilang kendali? Bagaimana pun, Mas itu lelaki dewasa normal. Kamu pasti mengerti apa yang Mas katakan. Tapi, aku takut menyakiti kamu .....”

Indira mengurungkan niatnya untuk mengganti pakaian. Ada perasaan bersalah saat ia melihat sang suami. Mungkinkah, Aryo selalu menekan diri sendiri agar tak pernah berani menyentuh dirinya? Apalagi, Aryo selalu sabar menuntunnya agar sembuh dan memaafkan orang-orang yang telah menyakiti dia.

“Maaf ... Mas Aryo pasti tersiksa selama ini dekat denganku. Maafkan aku yang belum bisa menjadi istri yang seutuhnya. Belum bisa menjalankan kewajiban selama ini. Tapi, Mas ... aku siap memberikan hak Mas malam ini,” papar istri kedua Aryo tersebut dengan wajah yang kembali memerah.

Ia sungguh malu dan tak percaya kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Padahal, hal itu sangat tabu untuk dia dan rasanya ada perasaan yang menggelitik ketika mengucapkan kata-kata itu.

“Sungguh? Jangan memaksakan diri, Ra. Mas bisa menahan segalanya, asal kamu tak pernah berniat pergi dari hidup Mas.”

Meski Aryo berbinar mendengar Indira mengucapkan hal itu, tetapi ia tak ingin ada keterpaksaan istrinya dengan mengatas namakan kewajiban.

“Iya, Mas. Malam ini aku milikmu seutuhnya.”

Entah dari mana kata-kata serupa seruling indah dan angin segar bagi Aryo bisa lolos dari wanita pendiam dan pemalu seperti sang istri. Akan tetapi, lima kata itu mampu membuat Aryo bahagia luar biasa.

Kini, kelopak mawar indah yang selalu dia rawat kembali terberai dari tangkainya. Namun, kali ini tak seperti dulu. Berceceran dengan paksa dan tak beradab.

Berbeda dengan sekarang, hati Indira membuncah dan rasanya, beban bersalah yang selama ini berdiri kokoh untuk Aryo, telah roboh malam ini juga. Apalagi, pemujaan yang dilakukan sang suami secara lemah lembut dan hati-hati seolah dirinya barang berharga membuat wanita itu merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia.

Ia berjanji, takkan pernah membuat Aryo mengeluh sedikit pun tentangnya. Akan menjadi istri yang membuat pria itu bahagia luar biasa. Pun Aryo, pria itu janji akan selalu menjaga kedua istrinya dengan segenap hati.


Gimana nih bab ini?🤣🤣 Aku dah maksimal bikin adegan kek gini. Cukup, ya, segitu aja. Kalau yang lebih detail lagi aku enggak bisa karena authornya masih dibawah umur😂😂

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang