Bab 32. Keromantisan yang Tercipta

3.1K 100 0
                                    

“Mas Aryo mau harum manis ini?” ia kembali mencubit makanan manis tersebut dan mengarahkan tangannya yang memegang Harum manis ke depan mulut Aryo.

Aryo masih tak sadar, dengan iris mata yang masih menatap Indira. Pria itu menangkap tangan istrinya dan memasukkan potongan kecil harum manis tersebut langsung dari tangan sang istri. Hal itu membuat tubuh Indira seolah tersengat aliran listrik setelah jarinya bersentuhan dengan mulut sang suami. Apalagi, ketika makanan tersebut yang masih menempel dan Aryo menjilati manisnya kembang gula itu di setiap jari sang istri.

Aryo seolah dibuat gila. Hatinya seperti menuntunnya untuk melakukan hal yang dahulu dia hindari. Bukankah itu sah-sah saja sekarang? Pria itu sama sekali tak bisa mengendalikan perasaannya kini. Ia sudah tak tahan menekan rasa cintanya dan berpura-pura tak terlalu mengenal Indira.

Akankah Indira merasa aneh dengan perlakuan sang suami? Ataukah ingatan tentang Aryo bisa kembali seperti dulu?

**

Tatapan kedua sejoli itu saling terkunci. Jantung Indira berdebar hebat seolah sedang berlari maraton saja. Apalagi, ketika Aryo mulai menyusupkan tangannya ke pipi mulus sang istri. Tak sadar Indira pun menutup matanya. Mencoba meresapi hangatnya belaian dari sang suami.

Entah mengapa, wanita itu merasakan sesuatu yang tak biasa di hatinya. Perasaan hangat merambat dan kian menjalari relung sanubari Indira. Tak pernah dia memiliki perasaan seperti ini. Indira merasa seakan-akan dirinya sedang sangat dicintai.

Ya, wanita itu merasa cintanya terhadap Aryo telah bersambut.

‘’Mungkinkah ini hanya mimpiku saja?’’ batin Indira.

“Ah mana mungkin secepat itu Mas Aryo memiliki perasaan padaku? Apalah aku ini hanya seorang wanita sederhana yang tidak ada apa-apanya apalagi bila harus dibandingkan dengan Mbak Wulan yang luar biasa sempurna.”

Kembali batin Indira bergejolak. Ia mungkin bisa cepat terpesona dengan daya pikat sang suami yang menurutnya sempurna. Siapa yang tidak akan jatuh cinta kepada sosok pria seperti Aryo, yang tampan, baik serta pintar. Apalagi karirnya bagus dan terbilang mapan di usianya yang muda dulu. Di antara semua kelebihan Aryo, pria itu dapat memikat Indira dengan ketulusannya.

Indira tak pernah merasa dihargai dan dilindungi seperti cara sang suami  memperlakukan dirinya selama ini. Setiap kehangatan yang Aryo tunjukkan semakin membuat diri wanita itu nyaman saat bersama sang suami. Pesona Aryo memang sedahsyat ini. Indira memang jelas mengakui itu.

Tangan Aryo sudah menempel di bibir merah muda Indira bak sekuntum bunga mawar yang sedang merekah, membuat mata sang istri terbuka perlahan.

Aryo meneguk air ludahnya sendiri. Kalau saja saat ini dia dan Indira sedang tak di tempat umum. Mungkin, ia takkan bisa menahan diri seperti sekarang. Otaknya masih cukup waras untuk tidak mempertontonkan hal yang memang sudah halal baginya bila Aryo menginginkan hal itu. Namun, adab dan tata Krama tak mungkin ia abaikan.

Sangat tidak baku di masyarakat untuk menunjukkan kemesraan yang berlebihan di muka umum meskipun itu untuk sepasang suami istri sekali pun. Masyarakat di sini masih memegang adat ketimuran yang sopan.

“Ehmm ... Mas. Lebih baik kita keliling dulu. Keburu semakin malam,” cicit Indira dengan wajah yang semakin memerah menahan malu. Bagaimana tidak, Aryo sejak tadi tak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari dirinya. Membuat ia gelagapan dan semakin gugup saja.

Aryo menurunkan tangannya yang sejak tadi berada di wajah sang istri. Ia menutup mata demi menormalkan jantung dan gejolak hatinya yang mulai tak terkendali. Sambil sesekali menganjurkan napas dalam sebelum membuka matanya dan langsung tersenyum tipis ke arah Indira.

“Ayo, Ra,” ajaknya. Pria itu dengan sadar meraih tangan Indira sebelah dan mengamitkannya dengan erat. Lalu, berjalan sambil menuntun langkah istrinya yang kembali dibuat melongo saking terkejutnya.

Indira melirik ke arah tangannya yang kini dalam genggaman sang suami. Seulas senyum bak bulan sabit terbit dari wajahnya. Kini, wanita itu merasa hatinya tengah berbunga-bunga, terasa seolah ada kupu-kupu yang menggelitik di dalam perut, sungguh terasa aneh, tetapi menyenangkan.

Inikah yang dinamakan cinta? Hal kecil begini saja membuat hidupnya serasa diaduk-aduk dan selalu dibuat tak berdaya dengan perlakuan manis sang suami. Indira tak menyangka, seromantis ini seorang Aryo. Beginikah rasanya menjadi istri seperti yang Wulan rasakan?

Ah sungguh indah. Indira hanya berharap ini semua bukan hanya kebahagiaan semu. Dan rumah tangganya dengan Aryo bukan hanya persinggahan semata. Meski caranya di luar harapan dan dugaan karena statusnya hanya istri kedua kini.

“Makasih, Mas. Bonekanya lucu banget,” pekik Indira ketika Aryo mencoba salah satu permainan di pasar malam ini yang bernama lempar gelang. Sembari berkeliling melihat-lihat suasana tempat itu, sambil sesekali membeli jajanan yang unik di sana, akhirnya Aryo dan Indira berhenti di stan permainan lempar gelang.

Awalnya Indira yang mencoba, tetapi sayang dirinya gagal dan alhasil wajah wanita itu sedikit cemberut karena tak berhasil mendapatkan hadiah. Padahal, sebelum mengikuti permainan tersebut, wanita itu yakin akan menang dan tinggal sedikit lagi gelang tersebut masuk. Sayang, perkiraannya meleset.

Hampir setengah jam berlalu, tetap saja Indira kalah. Melihat sang istri bermuka muram seolah melihat anak kecil yang sedang kecewa karena tak mendapatkan mainan. Akhirnya Aryo mencoba permainan yang sama. Dan dalam tiga kali percobaan saja, pria itu memenangkan permainan dan menerima hadiah yang Indira inginkan.

“Sama-sama, Ra. Kamu enggak mau mencoba naik sesuatu wahana di tempat ini? Bianglala misalnya?” goda Aryo meski ia dapat prediksi apa reaksi sang istri.

“Enggak!” tukas Indira langsung. Kepalanya menggeleng beberapa kali sambil mengeratkan tangannya memeluk boneka hadiah yang Aryo belikan tadi.

“Aman kok. Nanti Mas yang temenin.”

“Aku enggak mau.”

“Kenapa?” Aryo hanya menguji saja. Padahal, ia tahu apa alasan sebenarnya.

“A-aku takut ketinggian. Bahkan, terakhir kali aku mencobanya dulu bersama salah satu teman waktu SD. Aku malah pingsan karena saat itu kami terjebak di atas berdua. Mesinnya tiba-tiba berhenti. Bahkan, kami di atas menunggu hampir satu jam. A-aku syok, pun ketakutan dan tak sadarkan diri setelah itu. Jangan paksa aku mencobanya lagi. Aku enggak mau.”

Kentara sekali ketakutan dalam mata dan sikap Indira. Hal seperti ini saja bisa menghadirkan rasa trauma seumur hidup. Bagaimana kalau istrinya ini mengingat kenangan buruk yang sudah kakak ipar Aryo lakukan?

Mengingat itu semua, Aryo menatap Indira dengan sendu. Ia sedih. Bagaimana kalau trauma sang istri akan bertahan seumur hidup bila ingatannya telah kembali? Banyak sekali rasa sakit yang Indira dapatkan selama ini. Secara tidak langsung, ini juga karena dirinya.

Apalagi mengingat sikap orang tuanya dulu yang tak merestui dan kejahatan yang telah kakak Wulan lakukan. Membuat Aryo merasakan sesak. Banyak sekali kemalangan yang Indira dapatkan. Dan Aryo bersumpah akan menggantikan semua itu dengan kenangan manis seumur hidupnya bersama istri mudanya tersebut.

Dengan disaksikan meletusnya kembang api yang menghiasi suasana pasar malam ini. Pria itu mengikrarkan akan menjaga dan melindungi penuh cinta pertamanya tersebut. Mata pria itu terus tertuju ke arah iris coklat sang istri yang tengah menatap takjub langit malam bertabur kelap-kelip cahaya kembang api.

Aryo siap dengan kemungkinan yang ada. Bila nanti ingatan Indira pulih kembali. Pria itu akan selalu mendampingi dan memberikan kekuatan, menggantikan hari-hari sulit yang telah wanitanya alami. Dan tentu saja berusaha berbuat adil tanpa mengabaikan istri yang lain. Semoga bisa.









Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang