Bab 51. Kabar Kehamilan

4.5K 151 0
                                    

Hari sudah menjelang malam. Mereka sibuk merapikan barang yang akan di bawa ke rumah barunya. Ada perasaan sedih karena harus meninggalkan kamar yang menyimpan banyak kenangan. Indira menatap foto keluarga saat dirinya masih kecil.

“Kalau kamu belum siap untuk pindah, enggak papa kok, Sayang,” ucap Aryo seraya menepuk pundaknya.

“Insya Allah aku siap kok, Mas. Sudah kewajibanku sebagai istri untuk nurut sama suami.”

“Makasih ya, Sayang. Aku janji akan selalu berusaha menjaga dan membahagiakanmu semampu yang aku bisa. Aku enggak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi.”

Indira mengangguk sambil tersenyum.

“Mbak Wulan gimana, Mas? Udah tahu aku mau pindah? Keberatan enggak? Soalnya aku enggak enak sama Mbak Wulan. Mas Aryo udah ngasih aku rumah,”

“Udah, Sayang. Wulan juga senang kalau kamu bahagia. Lagi pula, kamu juga berhak mendapatkannya. Mas jadi tenang sudah memberikan tempat tinggal layak untuk kalian berdua. Berarti fokus Mas kedepannya untuk membiayai kalian berdua dan yang pasti anak-anak.”

Indira mengangguk mengiyakan, matanya tak lepas menatap wajah sang suami yang ada di hadapannya. Tangan wanita itu terulur membelai setiap inci muka Aryo.

“Mas lihat, kamu udah Deket banget sama Danish. Mas bersyukur, kamu mau meluangkan waktu agar bisa akrab dengan anak-anak Mas dan Wulan. Setidaknya, Mas enggak perlu takut mereka membencimu,” ujar Aryo.

“Mereka anak-anak yang manis dan baik, Mas. Enggak sulit buat ngambil hati mereka. Apalagi Danish, dia sangat mirip sama kamu, Mas. Jadi, aku dengan mudah dapat menaklukkannya.”

“Iya deh iya yang paham banget sama aku,” goda Aryo mendapatkan cubitan di perutnya.

“Kamu hobi banget nyubit orang, Yang. Lama-lama sekujur tubuhku penuh dengan bekas nyubit kamu,” celetuk Aryo sambil terkekeh.

“Ah lebay. Aku enggak nyucit sekeras itu sampai berbekas.”

Indira mengerucutkan bibirnya, membuat Aryo gemas dan langsung menyambar bibir sang istri, semakin lama kian memperdalam hingga Indira gelagapan tak bisa bernapas.

Aryo memeluk Indira dengan erat. Ia tak mau kehilangan untuk yang kedua kalinya. Ia janji akan melakukan apa pun demi menebus kesalahannya di masa lalu.

**

Waktu berputar sangat cepat. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Indira yang terlalu lelah sampai tertidur di atas koper. Aryo mengangkat tubuhnya dan membaringkan di atas kasur. Cukup lama ia memandang wajah Indira.

“Kamu masih seperti yang dulu, enggak ada yang berubah sedikit pun.”

Aryo mencium kening wanita itu. Seketika Indira terbangun. Netranya saling menatap dengan intens. Tubuh Indira meremang saat jarak mereka begitu dekat.

“Kamu kok bangun, Sayang?” tanya Aryo seraya bangkit dan duduk di sebelahnya.

“Aku mau lanjut beres-beres Mas. Maaf tadi aku ketiduran,” ucapnya seraya beranjak dari tidurnya.

“Lanjut besok aja, sekarang kita istirahat dulu.”

“Tapi, Mas__” ucapan Indira menggantung.

Pria itu merebahkan tubuh Indira dan memeluknya. Jemarinya mengelus rambut panjangnya yang terurai. Mereka saling bertatapan dalam diam. Tak lama, keduanya terbuai ke alam mimpi.

Suasana makan pagi ini cukup menegangkan bagi Indira. Karena ia akan mengutarakan niatnya untuk pindah ke rumah baru. Wanita itu beberapa kali menatap netra kedua orang tuanya secara bergantian.

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang