Bab 44. Keindahan yang Sesungguhnya

3.2K 126 0
                                    


Selama pengobatan Indira, sering sekali Wulan mengajak kedua putra putrinya untuk mengunjungi madunya. Berharap, istri lain suaminya tersebut tak kesepian, pun lebih dekat dengan ibu tirinya tersebut.

Entah apa yang ada di dalam pikiran Wulan. Saat ini, tujuannya hanya satu. Ia hanya ingin melihat kedua anaknya membangun ikatan batin bersama Indira.

“Ra. Jika nanti aku pergi. Tolong jaga anak-anak dengan baik, ya. Sayangi mereka seperti aku menyayangi keduanya. Aku tahu, tak mudah menjadi ibu sambung. Tapi, Mbak tahu, kamu bisa melakukannya. Kata Mas Aryo, kamu sangat suka anak kecil. Jadi, kamu pun bisa dekat dengan mereka dengan cepat,” ujar Wulan ketika mereka tengah duduk berdua sambil mengobrol ringan. Pun, memantau anak-anak yang tengah bermain kejar-kejaran di halaman depan rumah Indira.

“Lho. Mbak Wulan memangnya mau pergi ke mana?”

Wulan menggeleng. Ia menerawang langit dan matanya terpaku pada Mega yang mulai mendung.

“Enggak. Mbak enggak kemana-mana kok. Hanya saja, Mbak ingin kamu menganggap Danish dan Ria seperti putra putri kandungmu sendiri. Mbak sangat bersyukur jika itu terjadi. Kebahagiaan Mas Aryo pasti akan bertambah berkali-kali lipat bila melihat kedekatan kita seperti ini,” papar Wulan membuat Indira menelengkan muka ke arah kakak madunya.

“Tentu saja, Mbak. Tanpa Mbak Wulan minta pun, aku sudah menganggap mereka anakku sendiri. Aku pun menyayangi mereka sama seperti Mbak Wulan. Mbak tahu, aku masih ingat, saat berikrar untuk menerima pinangan Mbak Wulan agar menjadi istri kedua Mas Aryo, dari situ aku mencoba belajar menyayangi orang-orang yang ada di sekitarnya. Termasuk anak-anak. Mas Aryo dan mereka adalah sepaket, pun aku enggak pernah nyangka bisa mendapatkan seorang kakak madu sebaik Mbak Wulan,” tutur Indira panjang lebar membuat air mata Wulan menetes.

“Indira sungguh baik. Dia begitu tulus. Tapi, aku tak seperti yang kamu pikirkan, Ra. Kalau saja Mas Rama tak melakukan dosa terhadapmu waktu itu, aku mungkin takkan rela melamar seorang wanita untuk menjadi madu. Mana ada istri yang ikhlas sang suami menikah dengan cinta pertamanya?” batin Wulan.

Ya, Wulan pun sempat ingin egois. Ia tak Sudi untuk berbagi suami dengan wanita lain. Membagi cinta dan perhatian sang suami. Tidak, Wulan awalnya tak berpikir sampai ke sana.

Sampai, ia terkadang bermimpi buruk melihat sang kakak menangis meminta tolong kepadanya. Rama pun ingin Wulan membantunya memperbaiki semua kekacauan yang pernah dia lakukan semasa hidup kepada Indira.

Tak ada cara lain yang bisa Wulan lakukan. Selain ingin membuat Aryo bahagia, ia pun bertekad membuat segalanya kembali membaik dan memperbaiki kekacauan yang telah terjadi agar sang kakak tenang di sana. Salah satunya dengan berniat menjodohkan sang suami dengan Indira yang waktu itu hilang ingatan.

Wulan pun tak setegar yang selalu ia tunjukkan di depan semua orang. Kata ikhlas hanya terucap di bibir saja. Setiap malam ketika Aryo sedang jatah bersama madunya tersebut, dirinya selalu saja menangis dengan pilu dalam kesepian malam.

Tak mudah ada dalam posisinya, ketika mengingat sang suami memberikan perhatian untuk yang lain. Ingin rasanya Wulan mengambil Aryo hanya untuknya seorang.

Namun, kini, pikiran itu ia hempaskan kuat-kuat. Wanita itu sadar memang sudah menjadi konsekuensinya kalau semua yang Aryo miliki akan terbagi, termasuk cinta. Hanya saja, ada satu hal yang masih mengganjal di hati Wulan.

Siapa dia sebenarnya? Dan hubungannya dengan Rama? Rasanya beban di hati madu Indira itu masih belum terangkat sampai kini. Terus menyesakkan hati dan batinnya dengan rasa penuh penyesalan.

“Hei. Lagi ngobrolin apa sih? Keknya serius banget,” pekik Yuri yang memeluk kedua kakak iparnya dari belakang. Ia mencium pipi kiri Indira dan kanan Wulan.

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang