Bab 54.

4.1K 132 0
                                    

Mereka jalan bersama sekedar melihat wahana yang ada. Siang ini udara begitu panas sehingga membuat para pengunjung kegerahan. Begitu pun dengan Indira, seketika tubuh Indira lemas dan matanya sedikit berkunang. Penglihatannya mulai redup seakan hari akan menjelang malam. Indira tak sadarkan diri. Untung saja, Salma sedang Wulan susui pun  tangan Aryo sigap tubuh sang istri dan bergegas membawanya ke rumah sakit terdekat.

Satu keluarga itu panik bukan main melihat Indira tak sadarkan diri. Apalagi, Aryo, kentara sekali kekhawatiran di wajah pria itu.

Setelah sampai, Indira segera ditangani oleh dokter.

Selang beberapa saat, dokter yang memeriksa Indira keluar dengan wajah senyum merekah. Aryo bergegas menghampirinya.

“Ada apa dengan istri saya, dok? Kenapa dia bisa pingsan gini. Apa istri saya sedang sakit, dok?” cecar Aryo. Wulan mengelus punggung sang suami agar tetap bersabar.

Bibir dokter itu tersenyum lebar. Lalu mengulurkan tangan pada Aryo dan mengucapkan selamat. Membuat kebingungan di hati pria itu.

“Selamat ya Pak, sebentar lagi anda akan jadi seorang ayah. Istri bapak sedang mengandung, makanya kondisinya sangat lemah. Tolong jaga kandungannya dengan baik. Jangan terlalu capek dan jaga pikirannya agar tidak stres. Sekali lagi selamat ya, Pak,” ucap pak dokter sambil berjabat tangan.

Senyum terbit dari bibir Aryo, Wulan dan Yuri. Mereka berucap hamdalah bersama. Aryo mengucapkan banyak terima kasih atas informasi dari dokter yang telah memeriksa istrinya. Kemudian sujud syukur. Aryo disuruh masuk menemui sang istri oleh Wulan, ia pun  berjalan ke kamar Indira dengan penuh rasa haru.

Langkahnya semakin mendekat ke arah ranjang pasien. Seorang wanita cantik berhijab tengah berbaring di sana. Aryo memegang tangan wanita itu dengan erat dan menciumnya.

“Terima kasih ya, Sayang,” ucap Aryo.

Mata Aryo berbinar-binar. Jemarinya mengelus perut Indira dengan lembut dan menciumnya.

“Kata dokter aku kenapa, Mas?”

“Kamu enggak apa-apa. Justru yang kamu tunggu-tunggu ternyata berhasil. Kamu hamil, Sayang.”

Wanita itu tersenyum bahagia. Sedikit tak percaya dengan kabar yang baru saja dia terima. Benarkah dia telah mengandung? Tatapan mata wanita itu berbinar. Netranya menyapu pandang ke segala arah. Lalu menatap Aryo hingga pandangan mereka bertemu.

“Mbak Wulan sama anak-anak di mana, Mas? Kok aku enggak lihat mereka?” tanya Indira.

“Ada di luar, Sayang. Tunggu pindah ke ruang rawat, baru bisa jenguk kamu.”

Indira mengangguk. Ia tak sabar untuk berbagi kebahagiaan dengan semua anggota keluarganya. Pasti mereka semua tak kalah bahagia dari dia.

**

“Selamat, ya, Ra. Mbak seneng akhirnya kamu hamil juga. Bentar lagi Salma kecil bakalan jadi kakak,” kekeh Wulan. Ia membayangkan anak-anak mereka tumbuh bersama-sama. Pasti sangat lucu dan menggemaskan. Jarak perbedaan satu tahun tak kan kentara, dan biasanya mereka akan sekolah satu kelas.

“Ya ampun. Mas Aryo banyak banget anaknya. Jadi empat dong. Terus aku punya keponakan banyak banget. Berasa dah tua, padahal aku aja masih muda kek gini,” celetuk Yuri melemparkan candaan yang membuat semua orang tersenyum.

“Cepat nyusul kami,” goda Wulan kepada adik iparnya.

“Idih. Kak Wulan ini apaan. Aku kan masih muda. Pengen ngejar karir dulu baru mikirin nikah. Ngapain kuliah jauh-jauh kalau Ujung-ujungnya Cuma nikah. Sayang dong!” omel Yuri sambil cemberut.

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang