Bab 21. Pertama Kali

4.8K 137 0
                                    


Indira merasakan gugup luar biasa, sampai genggaman tangannya berkeringat. Ini untuk pertama kalinya berada dalam kamar dengan seorang pria, dan menurutnya sangat asing baginya. Terdengar suara percikan air dari arah kamar mandi. Ternyata Aryo sedang membersihkan diri sebelum salat Magrib berjamaah di mesjid. Setelah seharian mereka menyambut para tamu yang berdatangan ke rumah.

Lelah luar biasa itu yang dirasakan keduanya. Meski Aryo tahu bahkan ini bukan apa-apanya dengan pernikahannya bersama Wulan dahulu yang dirayakan di gedung berbintang dengan ribuan para tamu. Pernikahan keduanya ini hanya dilakukan sederhana. Bukan tak menghargai Indira sebagai seorang gadis, hanya saja memang keadaan yang mengharuskannya. Di masa pandemi ini tak mungkin mengadakan pernikahan secara besar-besaran dengan banyak tamu.

Aryo keluar dari kamar mandi dengan handuk di pinggang membuat Indira yang menoleh langsung memekik terkejut. Pemandangan apa yang dilihatnya ini?

'Apa yang kulihat? Kamu sudah enggak waras, Ra! Bisa-bisanya menjerit hanya karena melihat pria yang tak berpakaian. Dia itu suamimu,' batin Indira.

Tapi ini baru pertama kali untuknya. Jadi, wajar jika dia tak siap saat melihat orang bertelanjang dada.

Aryo hanya tersenyum geli melihat reaksi istri keduanya itu. Dia hanya mematung di tempatnya berdiri menunggu istrinya itu menyiapkan pakaian ganti untuknya. Aryo memang sudah terbiasa dilayani oleh Wulan. Sehingga kebiasaan itu belum hilang, sedangkan Indira hanya duduk di sisi ranjang sambil menunduk karena malu.

"Ehem ... maaf, boleh aku minta baju ganti?" Panggilan saya kini sudah berubah menjadi aku, pria itu ingin mencoba agar tak kaku saat bersama istrinya itu.

Indira mendongak lalu memandang ke arah suaminya. Ah, gadis itu lupa ucapan Wulan kalau Aryo terbiasa dilayani menyiapkan bajunya dan makan. Membuatnya mau tak mau berdiri dan mencari pakaian ganti Aryo di koper, menyiapkan Koko dan sarung, tak lupa kaos putih dan celana pendek serta dalamannya. Dia Mendekat dengan ragu-ragu sambil menundukkan kepala.

Saat sudah beberapa langkah lagi ke hadapan suaminya itu. Tak diduga Indira terpeleset dan terjatuh. Untunglah dengan sigap Aryo menangkap tubuh istrinya. Membuat posisi mereka saat ini sangat dekat.
Indira berada dalam dekapan Aryo. Membuat kedua mata mereka beradu. Embusan napas pria itu hangat menyapu pipi mulus Indira. Untuk beberapa saat mereka terus dalam posisi itu. Aryo dapat melihat lebih dekat wajah teduh gadis yang sangat dicintainya sejak dulu. Meski rasa sesal karena istrinya ini sudah tak ingat apa pun tentangnya. Andai saja Indira tak lupa ingatan mungkin saat ini pria itu tak mungkin bisa mengendalikan perasaannya.

Wajah Aryo semakin lama semakin mendekat. Namun, Indira tak bereaksi hanya diam terpaku seolah terhipnotis oleh mata suaminya. Entah kenapa otaknya serasa berhenti tak ingat apa-apa selain hanya mengendalikan jantungnya yang berdegup lebih kencang.

Napas Aryo sudah terdengar berat ditelinga Indira. Namun, tiba-tiba terdengar ketukan dari arah pintu.

"Nak Aryo, bapak duluan ke mesjid. Nanti menyusul saja. Sudah hampir waktunya salat Magrib." Ucapan Ayah Indira di luar sana membuat kesadaran gadis itu kembali. Dia berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan Aryo.

"Makasih, Mas. Maaf, tadi aku teledor," ucap Indira malu-malu.

'Kenapa setiap aku dekat dengan Mas Aryo selalu terjadi hal yang memalukan. Mau ditaruh di mana mukaku,' rutuk gadis itu dalam hati.

Dia memungut pakaian sang suami yang sudah berserakan di lantai lalu menyerahkannya dengan menyembunyikan wajah yang sudah terlihat memerah. Membawa handuk dan meninggalkan pria itu ke kamar mandi tanpa mengatakan sepatah kata pun. Membuat Aryo terkekeh karena merasa istrinya itu terlihat lucu.

Setelah memakai pakaiannya lengkap dengan sarung dan bajunya. Aryo keluar kamar menyusul mertua laki-lakinya ke mesjid untuk salat Magrib.

**

Setelah pulang dari mesjid Aryo dapat melihat Indira sudah beres mandi. Aroma shampo menguar di seluruh ruangan. Saat ini gadis yang sudah menjadi istrinya tersebut sedang membaca sebuah buku novel di tangannya.

"Sudah salat Magrib?" tanya Aryo sambil melepaskan sarung dan melipatnya. Indira mendongak, mata mereka berserobok, membuat istri muda Aryo tersebut lekas menunduk kembali, berpura-pura membaca buku di hadapannya. Namun, kenyataannya otaknya sama sekali tak bisa menerima segala tulisan yang dia baca. Hanya canggung yang dia rasakan kini. Jantungnya terasa berdegup kencang.

"Sudah, Mas," jawabnya. Aryo mengangguk dia menghampiri Indira yang tengah duduk di meja belajar usang di kamar tersebut. Meneliti setiap sudut kamar. Dalam hatinya dia berpikir mungkin saja kamar ini sudah saatnya di tata ulang.

Aryo duduk di atas meja belajar tersebut. Membuat jantung Indira semakin tak karuan. Pipinya kini bersemu merah.

"Ra, kalau kamar ini ditata ulang, apa kamu keberatan?" tanyanya.

Gadis itu menutup buku di tangannya, membuka kacamata baca yang dia baca lalu menyimpan benda tersebut di kotak di atas meja.

"Maksud, Mas Aryo?"

Aryo menggaruk tengkuknya yang tak gatal, " Emhhhh ... Kurasa kita butuh membeli barang-barang yang baru untuk kamar ini. Kulihat tak ada sofa di sini, apalagi ... kasurnya juga sempit"

"Hah ...?"

Mendengar ucapan suaminya, Indira memandang kasur yang biasa dia tiduri tiap malam. Ranjang dengan ukuran 90 x 200 cm memang terlalu kecil untuk ditiduri dua orang. Pasti ini akan sempit sekali. Apalagi dia tak memiliki sofa di kamarnya. Bagaimana mereka bisa tidur berdua di kasur sesempit ini?

Bersambung.

Gimana cara tidurnya, Gaes?😂😂😂 tumpuk-tumpukan kali, ya.

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang