Bab 23. Ranjang Pengantin

5.4K 133 0
                                    

Jangan lupa untuk dukung cerita ini dengan cara SUBSCRIBE dan rating 5. Juga tinggalkan komentar dan tap ❤️. Terima kasih dan Happy reading 🥰🥰

🍃🍃🍃🍃

Sepasang suami istri itu saling pandang. Mereka bingung akan tidur bagaimana dengan kasur sesempit ini. Setelah makan malam dan mengobrol sebentar tadi dengan para tamu, Aryo pergi ke kamar menyusul Indira. Badannya sudah lelah ingin segera beristirahat.

Namun, bukannya tidur, dia malah kebingungan ketika melihat kasur yang tak muat untuk dua orang. Dia dapat melihat istri mudanya itu belum siap untuk menyerahkan jiwa dan raga padanya. Pria itu paham, apalagi hilang ingatan yang dialami Indira membuat gadis itu tak mengingat Aryo dan berpikir mereka orang asing.

Tentu saja pasti gadis itu merasa canggung berada di dekatnya.

"Ehmm ... maaf, Mas. Aku enggak bisa memberikan hak Mas Aryo sebagai suami. A-aku belum siap, Mas," ucap Indira dengan suara bergetar.

Gadis itu takut, Aryo akan marah padanya. Bagaimanapun sudah kewajiban seorang istri melayani suaminya. Namun, dia belum siap. Ada rasa ketakutan di dalam hatinya yang paling dalam sehingga membuat Indira ragu menyerahkan diri.

Aryo mengangguk menampilkan senyum yang biasa, dia tak ingin Indira merasa semakin bersalah. Pria itu paham, meskipun istrinya hilang ingatan, bayangan kejadian kelam masih tersimpan di sanubarinya yang paling dalam. Sehingga membuat gadis itu belum siap untuk memenuhi kewajibannya yang satu itu.

Apalagi, Aryo ingin istrinya menerima dan dengan ikhlas memberikannya. Dia tak ingin segala sesuatunya dilakukan dengan terpaksa karena kata kewajiban. Padahal membuat pasangan nyaman itu yang paling penting.

"Tak apa, Ra. Mungkin kita harus saling mengenal dulu, biarkan nyaman satu sama lain. Aku takkan meminta sebelum kamu ikhlas menyerahkannya," jelas Aryo membuat hati gadis itu menghangat. Meski ada rasa tak enak kepada suaminya, tetapi mendengar ucapan Aryo gadis itu merasa ada sesuatu di hatinya.

Rasa nyaman ketika bersama Aryo. Itu semua membuat Indira merasa beruntung menjadi istri Aryo, meski harus berbagi dengan istrinya yang lain. Entah mengapa melihat sang suami, hati gadis itu berbisik kalau suaminya ini sangat tampan.

'Ah benar juga, Mas Aryo memang tampan. Kenapa aku baru sadar? Mungkinkah hati ini sudah terikat padanya? Kenapa secepat ini?' batinnya.

"Kasurnya sempit, Ra. Kamu tidur di atas saja. Biar aku tidur di bawah. Aku hanya butuh tikar dan selimut," ucap Aryo mengusulkan.

Gadis itu melotot mendengar ucapan suaminya. Bagaimana mungkin Aryo akan tidur di lantai?

"Jangan, Mas. Nanti badan Mas Aryo sakit, apalagi takut malah masuk angin. Mas bi-bisa ... tidur bersamaku saja di kasur," jelas Indira.

Aryo tersenyum samar, istrinya mengkhawatirkannya juga.

"Tapi, ini 'kan sempit. Nanti tidurmu enggak bisa bergerak bebas."

"Enggak apa-apa, Mas. Masih cukup kok dipake berdua. Dari pada Mas Aryo tidur di lantai."

Indira merapikan kasur di depannya agar lebih bersih. Dia tidur di dekat tembok sedangkan Aryo di sisi ranjang. Mereka tertidur pulas tanpa terjadi apa pun malam ini. Ritual malam pertama yang biasanya terjadi setiap pengantin baru tak pernah mereka rasakan.

Tengah malam, Indira merasa haus. Dia terbangun dari tidurnya lalu berbalik menghadap tubuh Aryo yang sedang tertidur pulas. Tak sadar gadis itu memandang wajah sang suami yang berada di dekatnya. Embusan napas Aryo terasa di pipi gadis itu. Indira melihat setiap kesempurnaan pada rupa suaminya.

Paras yang rupawan serta kulit putih membuat Indira merasa betah untuk berlama-lama menikmati inci demi inci wajah suaminya. Gadis itu tersenyum dan terkekeh ketika mendengar Aryo bermimpi. Suaminya itu berbicara sendiri dengan tak jelas.

Namun, apa yang dilakukan Aryo membuat mata gadis itu membulat. Pria itu menarik tubuh Indira ke dalam dekapannya. Saat ini badan mereka menempel satu sama lain. Tak ada jarak lagi di antara keduanya, hanya terhalang tangan Indira di dadanya.

Detak jantung gadis itu berpacu dengan cepat. Rasa hausnya semakin menjadi, hawa panas di tubuhnya seolah membuat Indira kehabisan cairan. Pipi mulusnya merona merah.

'Perasaan macam apa ini?' batin Indira.

Cukup lama dia dalam dekapan Aryo. Mau melepaskan badannya takut suaminya itu terbangun. Dia tak tega kalau tidur suaminya terganggu. Apalagi, Aryo akan kembali bekerja besok. Pria itu hanya izin satu hari ke kantornya.

Tak sadar Indira tertidur di dalam pelukan Aryo. Rasa hangat di tubuhnya membuat gadis itu tak sadar terlelap.

Sampai saat waktu subuh menyapa. Aryo terbangun dari tidurnya. Dia belum sadar penuh. Akan tetapi, saat mengingat siapa yang didekapnya membuat pria itu membulatkan mata. Apa semalaman aku memeluk tubuh Indira? Apa dia tahu hal ini? Semoga saja tidak.

Mata gadis itu terbangun saat Aryo masih melamun dengan posisi yang sama seperti sebelumnya, masih memeluk tubuh istri mudanya.

Alangkah terkejutnya Aryo ketika melihat Indira memandangnya. Buru-buru dia melepaskan tangan dari pinggang sang istri.

"Maaf," sesal Aryo.

"Enggak apa-apa, Mas." Indira menjawab dengan wajahnya yang kembali merona. Gegas dia bangun dari tidurnya. Membawa handuk ke kamar mandi untuk mandi dan mengambil wudu.

Aryo merentangkan tangannya, menerawang langit-langit rumah.

Baru semalam saja dia sudah tak bisa mengendalikan hatinya meskipun dalam mimpi. Bagaimana untuk malam-malam berikutnya ketika jatah dengan Indira. Aryo bukan pria mesum, tetapi bersama dengan wanita di dekatnya, apa mungkin dia bisa tahan?

Setelah mandi Indira bingung. Dia lupa membawa baju ganti untuknya. Gadis itu masuk ke kamar mandi dengan terburu-buru, hingga hanya membawa sebuah handuk di tangannya.

Bagaimana mungkin dia keluar dengan keadaan hanya memakai handuk di depan Aryo?

Bersambung.

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang