Malam ini entah kenapa Aryo merasa gelisah tak jelas. Teringat akan kesehatan Indira yang berada di rumahnya.
'Semoga dia baik-baik saja,' batinnya.
Saat makan malam bersama pun tak biasanya dia menikmati hidangan tanpa berselera. Sejak masuk kamar mandi tadi dia merasakan sesuatu yang tak tenang. Apalagi merasa kesal dengan permintaan Wulan yang tak hentinya menyuruh dia menikahi Indira.
Sebagai seseorang yang pernah mencintai gadis itu, ada sisi hati Aryo merasa senang luar biasa kala Wulan memintanya menikahi gadis itu. Namun, segera dia tepis. Aryo memang teguh dalam berpendirian, dia laki-laki yang memiliki prinsip untuk setia pada satu wanita. Itulah kenapa saat Indira menghilang tanpa jejak dahulu. Aryo sama sekali tak melirik wanita mana pun. Sampai dia dijodohkan dan berusaha menerima Wulan sebagai istrinya.
Untunglah, cinta Aryo untuk wanita itu tak harus menunggu lama untuk berkembang. Sehingga membuat Wulan merasakan keberuntungan luar biasa. Sebelum, rahasia itu terkuak dan diketahui olehnya. Segalanya sangat indah. Namun, sekarang dengan terpaksa dia menghadirkan kembali Indira dalam kehidupan suaminya.
Semua terlonjak kaget saat suara gedoran pintu dan teriakan orang memanggil dari arah pintu depan terdengar. Termasuk Aryo, Yuri serta Wulan yang sedang menyuapi anak-anak. Gegas Aryo berdiri dan melangkah menemui seseorang yang dari suaranya seperti panik.
Saat membuka pintu. Ternyata itu Ayah Indira.
'Ada apa beliau ke mari?'
Aryo menyambut tamunya. Raut paruh baya itu terlihat sangat gelisah.
"Assalamualaikum, Nak Aryo."
"Waalaikumsalam, Pak."
"Lho, ada apa, Pak? Kenapa kelihatannya panik?" tanya Aryo langsung.
"Maaf mengganggu waktunya, Nak. Bapak mau minta tolong sesuatu sama Nak Aryo."
"Sebaiknya di dalam, Pak. Biar enak ngobrolnya. Apalagi Bapak terlihat panik. Nanti, kusuruh Wulan untuk menyiapkan minum."
Dengan berat hati, Ayah Indira masuk juga mengikuti langkah Aryo. Dia duduk di ruang tamu dengan Aryo ada di hadapannya. Setelah itu Wulan dipanggil untuk menyiapkan air minum untuk tamunya.
"Maaf, Pak. Apa yang membuat Bapak sangat terlihat gelisah?" tanya Aryo. Sebenarnya dia juga merasakan sesuatu yang tak tenang membuat dia penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
"Bapak mau meminta bantuan. Untuk mengantar Indira ke Rumah Sakit. Setelah pingsannya tadi. Suhu badannya meningkat. Sampai sekarang tak turun juga. Bapak takut terjadi apa-apa dengan dia. Kebetulan mobil kami sedang ada di bengkel. Jadi, kami butuh bantuan seseorang yang bisa mengantar agar putriku cepat ditangani dokter. Hanya nak Aryo yang bisa dimintai bantuan. Tetangga yang lain tak bisa membantu karena tak memiliki mobil," jelas Ayah Indira.
Mendengar itu Aryo terlihat terkejut, tetapi sebisa mungkin dia tutupi agar tak kentara. Mungkinkah ini maksud akan kegelisahannya dari tadi. Aryo merasa bingung. Apakah harus membantu sedangkan dia tak tahu cara meminta izin kepada Wulan.
Sedang dari balik tembok, Wulan mendengar semuanya. Dia bisa melihat raut wajah sang suami yang terlihat panik. Seulas senyum terbit dari bibir tipisnya. Memikirkan rencana cemerlang yang dia harapkan akan berhasil.
"Saya meminta izin dulu kepada istri saya, Pak." Aryo hendak berdiri, tetapi Wulan keburu datang membuatnya urung.
"Antar Indira ke Rumah Sakit, Mas. Aku takut terjadi apa-apa dengannya. Sebenarnya Bapak tak perlu minta bantuan formal seperti ini. Bagaimanapun, Indira calon istri Mas Aryo. Dia tanggung jawab suamiku sekarang. Selain itu kita juga bertetangga jadi sudah seharusnya kami membantu," jelas Wulan. Dia tersenyum ketika Aryo, suaminya memandangnya. Seolah memberi isyarat agar pria itu tak menunda lagi.
Setelah memakai jaketnya Aryo meraih kunci mobil di atas nakas kamar tidur. Dengan tergesa menemui Ayah Indira dan mengajaknya cepat-cepat berangkat.
Setelah sampai di rumah gadis itu. Aryo dan Ayah Indira masuk ke dalam rumah dan melihat keadaan Indira. Terlihat gadis itu memejamkan mata, bibirnya pun sangat pucat. Menambah kekhawatiran di hati Aryo.
Karena permintaan orang tua gadis itu, Aryo memangku tubuh Indira dan membawanya ke dalam mobil diikuti orang tuanya. Melajukan mobil membelah jalanan malam membawanya menuju Rumah Sakit terdekat. Sepanjang perjalanan netra Aryo terus melirik ke arah gadis yang berada di pangkuan ibunya. Kondisinya begitu memprihatinkan membuat Aryo semakin dilanda cemas luar biasa.
Setengah jam kemudian setibanya di Rumah Sakit, mereka membawa Indira ke IGD. Di sana dia mendapatkan perawatan oleh dokter jaga. Sambil menunggu semua tindakan terhadap Indira. Mereka duduk di kursi tunggu dekat ruangan tersebut. Termasuk Aryo yang sejak tadi tak henti-hentinya menahan gelisah. Dia duduk dengan jari saling bertautan berusaha menghilangkan rasa khawatir di hatinya.
Namun, dia tak ingin ada siapa pun tahu kalau perasaan itu masih bersemayam di hatinya yang paling dalam.
Semua orang lega ketika dokter memberi kabar kalau Indira baik-baik saja. Dan itu membuat semuanya merasa lega. Apalagi beberapa jam kemudian, Indira sudah boleh dibawa ke ruangan perawatan.
Aryo pamit pulang setelah kondisi Indira stabil. Dia takut Wulan menunggu lama di rumah. Ada rasa bersalah di hatinya ketika secara tak sadar pria itu mengkhawatirkan wanita lain. Yang paling parah dia takut Indira pergi lagi dari hidupnya. Meninggalkan dia kembali seperti dulu.
Meskipun ada andil sang istri dalam hal ini. Telah memberikan kesempatan padanya. Sehingga rasa untuk Indira hadir kembali.
Aryo merenung sepanjang perjalanan. Kapan rasa itu kembali hadir? Sesuatu yang sejak beberapa tahun yang lalu coba dia hilangkan. Haruskah Aryo menerima permintaan sang istri untuk menikahi Indira? Akankah dia bisa adil jika memiliki dua istri?
Bersambung.
Maaf belum revisi. Paling nanti siang
KAMU SEDANG MEMBACA
Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua
RomansaBukan impian Indira menikah dengan Aryo apalagi menjadi istri kedua. Permohonan Wulan --istri pertama Aryo lah yang membuat Indira akhirnya menerima lamaran pernikahan itu. Apakah alasan Wulan menghadirkan Indira dalam rumah tangganya? Akankah Indir...