Bab 43. Perjuangan Menyembuhkan

3.1K 132 2
                                    

“Saya mohon. Biarkan saya bertemu dengan Ira. Ada sesuatu yang harus saya katakan kepadanya. Lagi pula, sampai kapan Ira akan terus menghidari saya? Saya berjanji, jika memang kondisi Ira tak memungkinkan untuk diajak bicara, saya pasti akan mengalah dan kembali menghindar darinya,” ujar Aryo menatap penuh permohonan kepada sang mertua.

“Hah ... baiklah, Nak. Ayah tak bisa melarangmu lagi. Mungkin benar. Nak Aryo memang harus mengajak bicara Ira dari hati ke hati. Ayah berharap, dengan kehadiran Nak Aryo, Ira bisa merasakan ketulusan yang Nak Aryo berikan,” harap Ayah mertua pria tersebut.

**

Aryo membuka pintu kamar rawat sang istri. Setelah sebelumnya ia diberikan waktu berdua oleh kedua mertuanya. Kali ini, pria itu melihat Indira tengah terlelap pulas. Menurut Bunda, putrinya tersebut tertidur setelah beberapa saat lalu minum obat.

Baru hari ini Aryo dapat bertemu kembali dengan sang istri. Setelah beberapa hari hanya memantau dari kejauhan  tanpa bisa mendekat. Rasanya, hati Aryo begitu membuncah ketika melihat wajah wanita yang dicintainya tertidur dengan damai.

Kerinduan yang semakin hari semakin memenuhi hati lelaki dewasa tersebut akhirnya terobati. Bahkan, hanya melihat ketenangan di wajah Indira cukup membuat dadanya lega. Yang ditunggu-tunggu akhirnya terjadi, Indira sudah lebih tenang sekarang.

Padahal, beberapa hari yang lalu, wanita itu selalu saja bermimpi buruk di setiap tidurnya. Akan tetapi, sejak semalam, Indira terlelap dengan tenang.

Tak kuasa menahan rindu, dibelainya kepala sang dara yang tertutup kerudung. Manik mata Aryo melirik ke arah rambut Ira yang keluar dari kain penutup kepala sang istri. Dengan gerakan perlahan, tangan pria itu membenarkan helai demi helai dan dirapikannya agar tak menghalangi wajah Ira.

Merasakan usapan seseorang, Ira menggeliat. Matanya kembali terbuka. Akan tetapi, saat melihat siapa pria yang ada di hadapannya, wanita tersebut langsung membelalakkan matanya.

“Mas ....”

Indira mencoba beringsut mundur meski sia-sia. Sebenarnya, wanita itu menghindar karena merasa tak pantas bersentuhan dengan Aryo. Namun, pikiran sang suami berbeda. Aryo mengartikan reaksi Indira tersebut sebagai penolakan.

“Sebenci itukah kamu sama aku, Ra? Apa kamu pun menyalahkanku dengan apa yang telah terjadi padamu?” batin Aryo.

Pria itu memandang sayu Indira. Tatapannya penuh luka saat ini. Padahal, ekspektasinya terlalu jauh tadi. Ia pikir, Indira akan menyambutnya. Meluapkan perasaan yang telah sama-sama merindu. Setelah sekian lama sang istri tak mengenalinya sama sekali karena amnesia. Kini, akhirnya ingatan itu kembali.

Salahkah bila Aryo mengharapkan Indira mengenang kenangan manis mereka. Melebur dalam pertemuan pertamanya yang sama-sama merindu.

“Maaf kalau Mas mengganggu tidurmu, Ra. Ada sesuatu hal yang harus kita bicarakan sekarang.”

Sang istri hanya bergeming tanpa menjawab perkataan suaminya. Sebenarnya, Aryo ragu untuk memulai pembicaraan dengan wanita di hadapannya. Akan tetapi, jika tidak sekarang kapan lagi kesempatan itu akan terjadi? Aryo hanya tak ingin segalanya terus berlarut-larut seperti saat ini.

“Tapi kalau kamu tak mau juga tak masalah. Mas akan keluar saja. Lain waktu saja kita mengobrol kembali,” ujar Aryo hendak membatalkan niatnya karena melihat sang istri sama sekali tak bereaksi.

Pria itu bergegas untuk berdiri. Sebelum pergi, ia mengusap kepala sang istri dengan lembut. Lalu, dirinya berjalan gontai menuju ke arah pintu ruangan rawat di salah satu rumah sakit tersebut.

“Mas ....”

Mendengar seseorang memanggilnya membuat Aryo menghentikan langkah. Ia berbalik dan menatap Indira. Kedua mata mereka beradu sejenak. Namun, sang istri segera menundukkan sedikit wajahnya.

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang