Bab 30. Gosip Tak Sedap

2.8K 96 0
                                    


Indira hanya mengaduk-aduk jus di hadapannya yang isinya sudah hampir kosong. Beberapa kali ia menghela napas untuk menghapus rasa kecewa yang telah bergulung di hatinya. Sudah hampir dua jam wanita itu menunggu kedatangan Aryo yang tak kunjung muncul juga. Padahal, sang suami sendiri yang membuat janji, tetapi malah pria itu tak kunjung hadir. Apalagi, tak ada kabar apa pun dari Aryo untuk Indira saat ini. Jangankan menelepon, mengirim pesan pun tidak. Saat ini Indira merasa Aryo telah mempermainkannya.

Indira meraih tas selempang yang ia bawa, lalu merogoh dompet dan mengambil sejumlah uang. Ia  hendak memanggil pelayan untuk membayar minuman yang sejak tadi wanita itu pesan selama menemaninya menunggu Aryo hingga berjam-jam. Namun, suara seseorang menghentikan gerakannya.

“Ra. Maaf Mas datang telat. Kamu nunggu lama?”

“Eh, Mas. Kukira Mas Aryo enggak bakalan datang.” Indira tersentak mendengar suara Aryo menghampirinya. Napas pria itu terdengar ngos-ngosan karena sempat berlari untuk sampai di tempat tersebut.

“Maaf, ya. Tadi ada meeting dadakan di kantor. Jadi, Mas telat datang ke sini dan lupa buat ngasih kabar.”

Indira tersenyum menanggapi penjelasan suaminya. Meski sedikit kesal, tetapi wanita itu berusaha untuk mengerti. Lagi pula, Aryo telat bukan karena sengaja, pikir Indira.

“Enggak apa-apa, Mas. Lagi pula. Aku juga telat datangnya, kok.”

Indira berbohong, ia tak ingin melihat Aryo merasa bersalah. Wajah suaminya tak bisa menyembunyikan rasa menyesal membuat wanita itu tak tega. Meski, mengingat kejadian tadi saat dirinya sedang menunggu Aryo membuat perasaan Indira kacau balau.

Ya, ketika jam istirahat berlangsung tadi, wanita itu mendengar tiga orang karyawan kantor yang Indira tebak bawahan sang suami membicarakan hal yang tak enak mengenai dirinya. Seorang istri kedua yang selalu dipandang sebelah mata serta dianggap sebagai pelakor.

“Eh tahu enggak, aku denger katanya Pak Aryo nikah lagi, ya. Poligami, gaes. Dia nikah lagi sama gadis dan yang nahasnya tetangganya sendiri. Parah enggak sih? Enggak kebayang jadi Mbak Wulan. Padahal, apa yang kurang darinya? Dia itu selain cantik, baik dan istri yang Solehah. Ternyata, Pak Aryo yang kukira pria setia bisa tergoda juga sama pelakor,” ujar salah satu karyawan wanita yang duduk di belakang meja Indira berada.

Tidak salah lagi. Indira bisa tebak Aryo yang dibicarakan tersebut ialah suaminya, pun Wulan sebagai kakak madu. Siapa lagi yang dibilang pelakor, kalau bukan dirinya. Akan tetapi, ia bukan seperti yang orang-orang tuduhkan. Indira sakit dirinya dikatakan pelakor.

“Bener juga, ya. Enggak nyangka banget Pak Aryo seperti itu. Tapi, kalau aku jadi dia sih, seneng juga bisa punya dua istri. Bisa bolak-balik minta jatah,” ceplos seorang karyawan pria yang duduk bersama mereka.

“Ish itu sih mau Lo. Beneran aku rada kecewa denger dia poligami. Ya padahal dia itu pria idaman buatku kalau nyari suami nantinya. Tapi, enggak jadi ah.”

“Hus. Kalian ini, jangan suka ngeghibahin orang. Dosa. Lagian, kita kan enggak tahu, cerita sebenarnya. Lagi pula, bukan urusan kita menghakimi orang lain. Bu Wulan aja keknya baik-baik saja pas kemarin ke kantor,” hardik seorang wanita berkerudung salah satu dari mereka.

“Tetap aja, istri kedua itu pasti seorang pelakor yang suka menggoda suami orang. Aku jadi penasaran siapa sih tuh cewek.”

Obrolan itu salah satu dari sindiran pahit yang menyesakkan dada Indira. Itu kah yang semua orang pikir tentangnya? Sejenak wanita itu, tak bisa menyembunyikan air mata yang sempat menetes, tetapi segera ia usap dengan tisu yang dibawanya.

“Bener? Kamu enggak lagi bohong, kan?” lamunan Indira buyar ketika mendengar pertanyaan dari Aryo.

“Iya, Mas. Aku enggak bohong, kok.” Namun, Aryo tahu, Indira menyembunyikan kenyataan darinya. Dilihatnya dua gelas kosong jus di atas meja. Itu berarti, Indira sudah menunggunya cukup lama.

“Ya udah, kita mulai pesan makanan. Pasti kamu udah lapar. Mas juga udah lapar,” ujar Aryo. Pria itu mulai menggunakan kata-kata tak baku agar suasana bersama Indira tak terkesan formal. Apalagi, pria itu yakin Indira mulai membuka hati untuknya.

“Kamu mau pesan apa, Ra?” tanya Aryo ketika pria itu memesan satu porsi Ayam Geprek dan jus jeruk untuknya.

“Samakan saja dengan pesanan Mas Aryo,” jawab Indira. Aryo menaikkan kepalanya, memandang wajah istri keduanya tersebut.

“Ayamnya pedas, Ra. Kamu yakin bisa memakannya? Kamu kan enggak bisa makan pedas.” Ucapan suaminya membuat Indira terperangah. Ia heran kenapa Aryo tahu dirinya tak kuat makan pedas?

“Bunda yang ngasih tahu, Ra.”

Untuk kesekian kalinya Aryo selalu keceplosan. Hampir saja Indira curiga terhadapnya. Sebenarnya, Aryo ingin Indira mengingatnya kembali. Namun, pria itu juga takut, jika ingatannya pulih, Indira akan terpuruk dan kembali histeris seperti beberapa tahun yang lalu sebelum kecelakaan merenggut ingatan istrinya. Itulah, yang Aryo ketahui dari sang mertua beberapa hari yang lalu.

Sungguh, hati Aryo seakan teriris mendengar penderitaan wanita yang teramat dia cintai tersebut. Berbagai rasa memenuhi hatinya saat itu. Ia sedih, iba terhadap Indira, pun kecewa dan marah terhadap almarhum kakak iparnya. Namun, nasi telah menjadi bubur, segala yang telah terjadi tak mungkin bisa kembali lagi seperti semula.

Tujuan Aryo saat ini, hanya ingin membahagiakan wanitanya dan takkan membiarkan penderitaan kembali menghampiri Indira. Ia akan mengecam siapa pun yang membuat sang istri menderita, walaupun dirinya sendiri. Itulah janji Aryo mulai detik itu.

Indira dan Aryo menikmati makan siang yang sudah pelayan antarkan. Akhirnya, istri Aryo tersebut memesan seporsi ayam bakar plus nasinya dan jus strawberry untuk minumannya.

Diam-diam Aryo dan Indira saling mencuri pandang masing-masing. Ada getaran yang tak biasa dirasakan Indira kala matanya dan manik milik sang suami tak sengaja bertaut.

Indira terus bertanya dalam hatinya. Apa ini cinta? Mungkinkah secepat ini?

“Ra. Malam ini ada pasar malam. Katanya kamu suka sama tempat itu? Kamu mau pergi ke sana nanti malam?” tanya Aryo yang seketika membuat mata Indira berbinar.

Ia masih ingat, Indira suka sekali datang ke pasar malam. Apalagi, tempat itu teramat bersejarah bagi mereka. Di pasar Malam, untuk pertama kalinya menyatakan cinta dulu. Hampir setiap ada arena permainan tersebut, mereka selalu datang bersama. Sampai, Aryo pergi ke luar negeri untuk melanjutkan kuliahnya. Pun, kejadian yang sempat memisahkan dua insan yang saling jatuh cinta tersebut. Aryo berjanji, akan mencoba membahagiakan istri keduanya tersebut dan menebus janji yang dulu sempat dirinya ingkari.

Indira mengangguk, bola matanya yang indah semakin berbinar cerah. Sudah lama sekali wanita itu tak pernah datang ke tempat tersebut. Ia rindu suasana pasar malam yang sedari kecil disukainya.

“Ehm. Kalau Mas ajak anak-anak apa kamu keberatan?” tanya Aryo. Ia sempat tegang takut Indira tak suka. Namun, ia bisa bernapas lega ketika senyum sang istri terbit dari wajahnya.

“Tentu saja, Mas. Kalau perlu, ajak Mbak Wulan juga sama Yuri. Kita senang-senang bareng,” ujar Indira. Sebenarnya, pria itu bisa menebak istri mudanya tersebut tak mungkin menolak usulnya. Ia tahu sifat Indira. Tak ada yang mengetahui semuanya tentang wanita itu selain Aryo dan orang tuanya. Istrinya tersebut wanita yang baik sedari dulu. Tak ada yang berubah dari wanita itu selain ingatannya tentang Aryo yang telah hilang.

Bersambung.


























Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang