Aryo terkejut saat melihat penampilan Indira yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dahinya mengernyit memandang aneh. Sedangkan Indira, ia menunduk dengan wajah yang malu.
"Kenapa kamu keluar memakai baju kotor, Ra?" tanya Aryo sambil menatap penampilan istri keduanya itu dengan mata menyipit.
"Ehm, a-aku lupa bawa baju ganti, Mas. Jadi, kupakai dulu yang ada di kamar mandi," jawab Indira terbata-bata. Ia sebenarnya takut suaminya itu akan tersinggung dengan cara yang dilakukan. Meski, benar sisi kelelakian Aryo merasa kecewa karena Indira masih belum menerima ia sepenuhnya.
Bahkan, Indira belum siap memperlihatkan tubuhnya meski hanya dibalut handuk, apalagi untuk hal yang lain. Aryo menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia kembali tersenyum mencoba menampik segala yang baru saja bersarang dalam pikirannya.
Aryo merasa, dia tidak boleh terbawa suasana. Dirinya harus lebih bersabar dan mengerti lagi bahwa ini hal yang wajar dan patut dimaklumi.
'Istrimu itu belum siap, Yo. Mungkin saja ia masih trauma dengan yang pernah di alaminya dulu,' batin Aryo.
"Kenapa tidak memanggilku untuk mengambilkan pakaian ganti?" tanya Aryo sambil menampilkan senyumnya.
"Heh ...?"
"Iya, lain kali kalau perlu apa-apa, jangan sungkan meminta bantuan kepada suamimu ini. Kamu tidak usah ragu untuk mengatakan apa pun kalau perlu sesuatu. Belajarlah untuk mengingat akan status kita, agar semakin mengerti satu sama lain lagi." Mendengar ucapan Aryo Indira mendongak, menatap wajah suaminya yang tengah tersenyum tulus padanya.
Tanpa sadar Indira mengangguk. Ia seakan terhanyut dengan ucapan Aryo menjadikan sesuatu di hatinya yang paling dalam menghangat. Bagai beribu kupu-kupu beterbangan di taman bunga hatinya. Membuat Indira merasakan sesuatu yang aneh. Akan tetapi, wanita itu merasa bukan pertama kali untuknya memiliki perasaan seperti ini.
"Mas Aryo mau mandi? Biar kita salat subuh berjamaah."
Aryo mengangguk mengiyakan ucapan istrinya. Gegas ia turun dari kasur dan mengambil handuk yang sudah ada di tangan Indira. Istri mudanya itu tahu kewajiban untuk mempersiapkan urusan sang suami.
Aryo segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Sedangkan, Indira cepat-cepat mengganti pakaiannya dengan yang baru selagi suaminya itu sedang membersihkan diri.
Di dalam kamar mandi, Aryo tersenyum saat mengingat ucapan Indira. Bibirnya tertarik lebih lebar dari biasanya. Aryo tidak pernah sebahagia ini. Kali ini, ia akan menjadi imam untuk istrinya Indira. Gadis impian dan cintanya.
Sudah menjadi impian pria itu dari dulu menantikan momen seperti ini. Melakukan kegiatan bersama-sama dengan Indira. Meskipun, sempat mencoba mengubur kenangan bersama gadis itu demi menjaga dan mencoba menerima Wulan istrinya. Akan tetapi, entah mengapa rasa itu kembali hadir di dalam hatinya.
Bukan!
Aryo memang belum sepenuhnya untuk melupakan Indira, hanya saja keadaan yang tidak berpihak pada cinta mereka. Lantas, setelah Indira telah sah menjadi istri kedua pria itu, Aryo merasa tidak perlu lagi untuk menyembunyikan perasaan serta rasa sayangnya terhadap Indira. Toh itu halal baginya.
Saat keluar dari kamar mandi, Aryo dapat melihat Indira tengah menyiapkan sejadah untuk salat mereka. Pun pakaian ganti yang telah tersedia di bibir ranjang. Namun, lelaki itu merasa kebingungan dengan mematung di tempat. Indira yang tidak sengaja melihat raut wajah yang tidak biasa suaminya bertanya.
"Mas, kenapa belum memakai bajunya? Apa bajunya salah?" tanya Indira sempat menghentikan kegiatannya merapikan tempat salat.
"Bukan begitu, hanya saja apa aku boleh mengganti pakaian di sini. Di depanmu? Apa kamu keberatan? Kalau iya, biar ganti baju di kamar mandi saja," ujar Aryo membuat Indira menggeleng cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua
RomansaBukan impian Indira menikah dengan Aryo apalagi menjadi istri kedua. Permohonan Wulan --istri pertama Aryo lah yang membuat Indira akhirnya menerima lamaran pernikahan itu. Apakah alasan Wulan menghadirkan Indira dalam rumah tangganya? Akankah Indir...